Gadis itu bisa merasakan ketegangan di udara antara mereka, dan saat dia membuka mulut untuk bertanya lebih lanjut, si lelaki tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke depan.
Sebelum Sua sempat menyadari apa yang terjadi, bibir lelaki itu menghantam bibirnya dengan lembut namun mendesak. Ciuman itu terjadi begitu cepat, membuat Sua tertegun. Rasa hangat dan terkejut bercampur aduk di dalam hatinya. Ia merasa seolah waktu berhenti sejenak, seolah dunia di sekelilingnya menghilang. Sua terperangah saat ciuman itu menjadi lebih mendesak, dan dalam sekejap, lelaki itu menindihnya hingga terjatuh ke tanah, berubah menjadi liar dan tak terduga. "Hei, tunggu!" teriak Sua, berusaha untuk memberontak dari cengkeramannya yang kuat. Di kehidupan sebelumnya, Sua sangat sibuk dengan tanaman-tanaman herbal. Tidak pernah melakukan kontak fisik yang begitu intens dengan lawan jenis, meskipun ia telah memiliki seorang kekasih. Ia baru menjalin hubugan selama satu bulan dengan Bian Yu.Saat itu, ia merasa kebingungan, seperti tidak mengetahui apa yang terjadi. Bibir lelaki itu begitu lihai menghujam penuh nafsu, membuat Sua kesulitan menjawab perasaannya sendiri.
Sua berusaha untuk bergerak, tapi tubuhnya terasa lemah, seperti dikepung oleh cinta dan kebingungan. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, atau bagaimana harus merespons ciuman liar itu. Hanya satu hal yang jelas, hatinya berdebar kencang, seperti dihantam oleh sebuah badai. Namun, di tengah kekhawatirannya, Sua melihat ada sesuatu yang tidak beres. Ia memperhatikan dengan cermat, dan mendapati leher lelaki itu, mengalirkan darah segar dari sayatan yang menganga. Sejenak, lelaki itu menghentikan aktivitasnya dan berkata, "maaf!" Satu kata dengan nada lirih dan lemah, tapi penuh arti yang mendalam. Dia menurunkan wajahnya menjilat dan menggigit leher Sua, tanpa merasa jijik karena adanya suatu penyakit di sana. Desahan Sua pun semakin membangkitkan nafsunya. ‘Astaga! Aku benar-benar harus cari kesempatan untuk menghentikan semua ini!’ batin Sua yang mendapati gerakan lelaki itu semakin liar menggerayapi tubuh. Tiba-tiba, suara derap langkah kembali muncul. “Dia telah mendapatkan luka di lehernya. Aku bisa menjamin, bahwa dia tidak akan bisa pergi jauh.” “Benar. Meski dia adalah seorang Rai Yuan yang haus darah, dia tidak akan bisa berpikir normal dalam keadaan nafsu birahi yang menggerogotinya.” “Mungkinkah ia bersembunyi?” Mata mereka saling memandang. Kemudian pria berpakaian serba hitam itu, mengedarkan pandangan mereka mencari sosok bernama Rai Yuan. Sementara keadaan Sua, masih terhimpit di bawah seorang lelaki yang sedang mereka bicarakan. “Hei, berhentilah! Atau kita akan ketahuan!” serunya dengan nada berbisik sembari mendorong lelaki itu. Lelaki itu tampak tidak peduli atau mungkin tidak fokus dengan apa Sua bicarakan, sehingga ia berniat menerjang tubuh Sua kembali. Akan tetapi, kali ini, Sua dengan sigap berguling menghindar ke samping, lalu menekan titik syaraf di bagian leher lelaki itu, menghentikan fungsi motoriknya sejenak. Terdengar langkah kaki para pembunuh bayaran itu mendekat ke arah mereka, membuat Sua harus bertindak cepat. "Anda harus segera meninggalkan tempat ini sebelum mereka tiba!" Sua menarik napas, seakan mengumpulkan seluruh kekuatannya sembari memegang erat jubah lelaki itu. Kemudian, dengan gerakan cepat dan terukur, ia melemparkan lelaki tersebut hingga tersangkut di ranting pohon. "Akhirnya, beban telah dipindahkan kepada pihak yang tepat." Sua membersihkan debu dari tangan dan lututnya dengan tenang. Lelaki yang tergantung di pohon itu tercengang. "Aku, Rai Yuan, pangeran yang dikenal kejam! Diperlakukan seperti barang tak berguna, bahkan dianggap sebagai beban?" Setelah terlempar dan tersangkut di cabang pohon, Rai Yuan kembali merasakan sensasi aneh di tubuhnya. Awalnya, semua otot terasa kaku dan tidak bisa bergerak, seolah-olah ada beban berat yang menghalangi gerakannya. Namun, seiring waktu, ia mulai berusaha memulihkan kendali motoriknya. Rai Yuan menatap tajam ke arah Sua, mengamati bagaimana ia akan menghadapi para pembunuh bayaran yang akan datang. Ketika para pembunuh bayaran itu tiba, mereka langsung menghunuskan pedang dan mengarahkannya kepada Sua. "Di mana Rai Yuan?" bentak salah satu dari mereka dengan mata melotot. Sua menatap pedang-pedang yang terhunus ke arahnya itu dengan tatapan tenang. Pandangan matanya tidak memancarkan rasa takut sedikitpun. 'Pedang-pedang ini adalah pedang yang melukai leher Rai Yuan. Itu berarti ...' Sua mengalihkan pandanganya menatap dingin para pembunuh bayaran itu. 'Aku, seorang Master Herbalis yang terampil. Telah terlatih menghadapi segala macam bahaya baik di hutan ataupun di medan pertempuran. Apakah kalian pikir bisa melukaiku dengan mudah?' "Rai Yuan? Siapa itu? Aku bahkan baru pertama kali mendengar namanya," jawab Sua dengan tatapan waspada. "Cih! Tidak ada seorangpun di sini, selain kau! Kita sudah mencari ke seluruh hutan ini. Kau pasti menyembunyikannya!" seru salah satu dari mereka kepada Sua. "Ayo, tangkap dia!" Total mereka ada empat orang, bergerak mengayunkan pedang ke arah Sua. Namun, gadis yang gesit itu segera menghindar ke bawah dan menyeleding kaki salah satu dari mereka, hingga terjatuh. Pedang dari orang yang terjatuh itu pun terlempar. Mata Sua menyipit tajam, segera melompat menangkap pedang itu. Kini, sisa tiga orang dan Sua telah mendapatkan senjata. Dahinya berkerut serius bersiap menerima serangan lanjutan. Tiga orang yang tersisa kembali menyerang dengan pedang mereka. Sua bergerak dengan lincah, memblokir serangan-serangan pedang yang mengarah padanya. Dia bergerak gesit, menghindari serangan dan mencari celah untuk menebas mereka. Sementara itu, Rai Yua mengamati pertarungan mereka dengan cermat. Akan tetapi, reaksi racun kembali menggerogoti raganya. Dia merasakan tubuhnya kembali bergejolak. "Ternyata, tekanan yang ia lakukan tadi, hanya menekan racun sejenak," gumam Rai. Efek racun yang perlahan-lahan ia rasakan semakin memuncak, membuatnya kesulitan untuk berpikir jernih. Di sisi lain, Sua melompat bergantungan di ranting pohon tempat Rai berada dengan satu tangan. Hal ini membuat pembunuh bayaran itu teralihkan kepada Rai. "Pangeran Rai Yuan!" seru salah satu pembunuh bayaran menunjuk ke arah Rai. 'Pangeran?' Kening Sua berkerut. "Hei, apa yang kau lakukan?" ujar Rai tak mengerti jalan pikiran gadis itu. "Hmm. Lihat saja!" timpal Sua kemudian mendarat di belakang para pembunuh bayaran. Ini adalah suatu kesempatan bagus untuknya. Sua mengayunkan pedang dalam genggamannya dan menebas kepala para pembunuh bayaran itu. Darah terciprat berceceran. Satu pembunuh bayaran yang terluka, kabur tertatih meninggalkan Sua. Kemudian, Rai pun turun menghampiri gadis itu. Dengan tatapan hangat, lelaki itu kembali bergerak maju. Nafsu birahi dalam dirinya kembali menguasai, mendorongnya untuk mengambil tindakan. Rasa sakit yang ditimbulkan oleh racun, ditambah lagi dengan hati yang sudah terpikat oleh Sua. Jantung Rai berdenyut kencang dengan sedikit nyeri dan perih di perut atas, di bawah tulang dada. Keadaan ini bertanda akan terjadi sesuatu jika ia tidak segera mengambil tindakan. "Aku sangat menyukai gadis yang tangguh," ujar Rai menatap wajah Sua begitu dekat sembari membelai helaian rambutnya.Sua berbalik cepat. Bayangan seseorang memanjat masuk dengan ringan dan hening. Hanya satu orang yang bisa sesantai itu di malam yang bahaya ini.Rai Yuan.Sua langsung berdiri. “Anda mengikutiku?” Nadanya tajam.Rai melompat turun dari bingkai jendela, tak menghiraukan nada gadis itu. Ia menghampiri, lalu mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil dari balik jubah panjangnya.“Aku datang ke kediaman ini untuk memberimu sesuatu,” katanya tenang. “Dan ketika kau kabur tanpa sepatah kata pun, aku penasaran. Sekarang aku tahu… ini mungkin akan berguna.”Sua menatapnya curiga, lalu melirik ke kotak itu. Rai membukanya perlahan. Di dalamnya tergeletak satu set jarum akupuntur perak yang mengilap, terikat rapi dengan kain merah halus.Suatu kebetulan yang nyaris terlalu sempurna. Sua menatap kotak kayu itu—jarum-jarum perak yang terikat rapi dengan kain merah, berkilau di bawah cahaya lentera. Sebuah hadiah yang terlalu tepat untuk waktu dan kondisi seperti ini.Matanya menyipit.“Anda membuntuti
"Apa kau selalu keluar seperti ini setiap malam?" ujar lelaki itu sedikit membungkuk, hingga wajahnya terekspos oleh cahaya lentera— Rai Yuan."Yang Mulia?" Sua benar-benar tidak mengerti apa yang ada di benak lelaki ini. "Apakah Anda sedang memiliki suatu urusan di Kediaman Perdana Menteri?""Ya, urusan untuk bertemu denganmu," balasnya.Dahi Sua mengernyit. "Bertemu, denganku?"Rai mendekatkan wajahnya, tersenyum menggoda di hadapan Sua seraya berkata, "iya. Hanya untuk menemuimu."Sua menoleh cepat, langkahnya sedikit mundur. Kemunculan Rai yang mendadak, membuat jantungnya semakin berdebar tidak karuan.Ia menegakkan tubuh, menjaga jarak, menatap lelaki itu dengan campuran curiga dan waspada. Lentera yang tergantung di dinding memantulkan cahaya temaram ke wajah Sua yang masih mengenakan pakaian pelayan.“Aku tidak sedang bermain-main malam ini, Yang Mulia,” ucap Sua tegas, suaranya sedikit berbisik. “Aku ingin menemui ibuku.”Wajah Rai berubah. Tatapannya menjadi lebih serius, me
“Muntah darah…?” Mata Sua membulat.Tanpa pikir panjang, Sua berdiri dan melangkah cepat ke pintu. Namun langkahnya terhenti begitu melihat dua pengawal berjubah gelap berdiri di depan lorong. Mereka menyilangkan tombak di depan pintu keluar.“Maaf, Nona. Perintah Tuan Perdana Menteri, Anda tidak diperbolehkan meninggalkan kamar. Hukuman Anda belum selesai,” kata salah satu pengawal tegas.Sua menatap mereka tajam. “Ini tentang ibuku. Aku harus—”“Perintah tetap perintah, Nona. Kami hanya menjalankan tugas.”Sua menggertakkan gigi. Ingin sekali ia menerobos mereka, tapi ia tahu apa yang akan terjadi bila ia memaksa. Pengawal itu tak bergeming. Wajah mereka datar, seperti batu.Bae Ya yang menyusul dari belakang, menarik lengan Sua. “Biar aku yang bicara. Aku akan menghadap Perdana Menteri.”Sua ingin mencegahnya, ia tahu bahwa memohon kepada sang ayah tidak ada gunanya. Tapi Bae Ya sudah berlari pergi. Hal ini menimbulkan rasa cemas dalam hati Sua. "Astaga, bagaimana bisa ia pergi tan
Sua membalas dengan senyum tipis. “Hanya sedikit perawatan. Biasa, pelayan harus merawat dirinya sendiri. Tidak seperti calon pengantin.”Cai Ji tertawa pelan. “Ah, soal itu… Aku hanya ingin mampir sebentar, memberitahumu kabar baik.” Ia duduk tanpa diundang di sisi ranjang Sua, menyilangkan kaki dengan anggun yang dibuat-buat. “Sepekan lagi, aku akan menikah dengan Liu Chang.”Sua menatapnya, tenang. “Selamat,” ucapnya datar, nyaris tanpa ekspresi.Senyum Cai Ji makin melebar, tapi matanya bersinar licik. “Oh, jangan bersikap seolah Kakak tak peduli. Aku tahu betul Kakak mencintainya. Tapi lihat, akhirnya dia memilihku. Mungkin karena aku lebih… cocok.”Sua masih tak bereaksi, hanya menundukkan kepala sedikit. 'Seorang jalang dan seorang pengkhianat memang sangat cocok,' batinnya, tanpa mengubah raut wajah. Ia terlalu terbiasa menyembunyikan luka di balik senyum dingin.“Aku akan merebut segalanya darimu,” lanjut Cai Ji sambil mencondongkan tubuh, berbisik penuh kesombongan. “Liu Cha
Sua kembali ke kamarnya tepat sebelum fajar menyingsing. Udara dini hari masih menusuk kulit, menyisakan embun tipis di ujung daun yang tampak dari jendela luar.Akhirnya, Sua tiba di sebuah ruangan remang dan tenang. Di atas ranjang empuk miliknya, Bae Ya terlelap dalam posisi menyamping, selimut setengah menutupi tubuhnya. Wajah gadis itu tampak damai, bahkan senyum kecil terukir samar di sudut bibirnya.Bae Ya, pelayan muda yang selama ini tidur beralas tikar dan jerami, kini merasakan kemewahan kasur empuk dan bantal sutra untuk pertama kalinya.Sua menghampirinya perlahan, lalu mengguncang bahunya pelan. "Bae Ya... bangun. Kita harus segera bertukar pakaian."Gadis itu mengerjap pelan, mengusap matanya yang masih berat. "Nona...? Sudah pagi?" gumamnya, suaranya serak oleh kantuk. Begitu sadar bahwa ia tengah tidur di tempat Sua, Bae Ya segera bangkit dan nyaris terjatuh karena panik.Sua tersenyum kecil, meski wajahnya pucat karena lelah. "Tenang saja. Kau bebas tidur dimanapun.
Rai menunduk sedikit, menatap Sua sejenak untuk memastikan kesediaannya. Ketika gadis itu mengangguk pelan, tanpa berkata apa pun lagi, ia meraih tubuh mungil Sua dengan satu gerakan cepat.Dengan kedua lengannya yang kokoh, Rai mengangkat gadis itu dalam posisi bridal carry, seolah-olah berat tubuhnya tak seberapa. Napas Sua tercekat sejenak, jantungnya berdebar kencang saat pipinya bersentuhan dengan dada bidang pria itu."Aku akan bergerak cepat. Pegangan!" bisik Rai, nyaris seperti angin.Tanpa membuang waktu, Rai melesat dari tempatnya berdiri. Gerakannya begitu ringan dan terlatih, seperti bayangan yang meluncur di bawah cahaya bulan. Ia menyusuri sisi luar pagar, memanfaatkan kegelapan malam dan dedaunan yang rimbun untuk menyembunyikan langkahnya. Sua bisa merasakan hembusan angin malam yang dingin memukul wajahnya, tapi lengan Rai yang hangat menjaganya tetap nyaman.Satu lompatan ringan membawanya ke atap bangunan samping. Di bawah, para penjaga tampak berjaga dengan waspada
"Yang Mulia Pangeran!" ujar Sua pelan. Wajahnya menatap sosok pria di hadapannya penuh harap."Berkeliaran di tengah malam, apakah ini kebiasaanmu?" Tangan kuat pria itu menggenggam erat dan menarik Sua hingga mendarat dalam dekapannya. Tubuh mungil Sua seketika terperangkap dalam dada bidang Rai yang hangat.Sua terdiam. Dalam keheningan itu, ia bisa mendengar detak jantung Rai. Mereka saling bertatapan, mata Sua yang jernih seperti danau tenang bertemu dengan sorot tajam namun hangat milik Rai. Ada sesuatu yang tak terucap, tapi terasa jelas di antara keduanya.Sua buru-buru mendorong dada Rai dengan kedua tangannya, meski tak sekuat genggaman pria itu. Wajahnya memerah, kesadaran bahwa jarak di antara mereka terlalu dekat. Ia mengalihkan pandangannya, menatap ke samping, menghindari tatapan intens yang seolah bisa menembus isi hatinya."A-aku hanya mencari tanaman herbal," balas Sua gugup menatap sembarang arah.Rai menunduk sedikit, menyadari bahwa ada senyum samar di bibir gadis
Sua berlari secepat mungkin tanpa suara, melompat di balik pagar tanaman, merunduk dan berjalan cepat kembali ke lorong belakang kediaman. Tubuhnya gemetar oleh ketegangan, tapi otaknya bekerja cepat.Tak disangka, baru beberapa langkah ia berada di suasana yang mengangkan, Sua tiba-tiba berhenti. Dari balik bayang-bayang pepohonan, ia melihat sesuatu yang membuatnya mual.Liu Chang dan Cai Ji. Dua sejoli yang dikenal itu berdiri berdekatan, terlalu dekat. Liu Chang menelusuri pipi Cai Ji dengan ujung jarinya, sementara gadis itu tertawa pelan, matanya berbinar penuh gairah."Untuk merayakan kemenanganku," kata Cai Ji dengan suara lembut, jemarinya menggenggam erat tangan lelaki itu."Bagaimana jika seseorang menemukan kita?" Liu Chang bertanya, namun tangannya sangat lincah menelusuri setiap tubuh gadis itu hingga membuat desahan ringan."Jangan khawatir, aku memegang kelemahan ayah. Tidak akan ada yang berani menyentuhku!" balasnya dengan wajah menggoda, seolah dunia hanya milik ber
Sua menoleh pelan. "Apa yang kau lihat?"Bae Ya mendekat, wajahnya pucat. "Kepala pelayan … menyebut nama Nyonya Su.""Mereka membawa Nyonya ke aula, dan setelah itu, beliau dibawa pergi, dikurung di paviliun barat," lanjut Bae Ya.Sua menggenggam erat seprai, matanya mulai memanas. "Itu tidak masuk akal. Ibu tidak pernah keluar dari kamarnya selama berbulan-bulan! Bahkan untuk keluar ke taman saja, beliau harus ditemani dua pelayan.""Tuan Perdana Menteri mungkin sudah menyiapkan semua ini," kata Bae Ya. "Ia tahu bahwa semua orang menganggap Nyonya Su sudah tidak waras, dan sekarang ia menggunakan tuduhan ini untuk menyingkirkannya."Sua menutup matanya sejenak, menenangkan diri. Napasnya perlahan menjadi teratur kembali. “Aku tahu ayah tidak pernah benar-benar peduli pada Ibu. Tapi kali ini, dia melangkah terlalu jauh.”"Ayah bilang, dia akan mengurus kepala pelayan itu. Jadi, seperti inikah cara ia mengurusnya? Ck ck." Tak butuh waktu lama bagi Sua untuk menyimpulkan sikap ayahnya.