Pagi menyapa, Karina terbangun dari tidurnya begitu seseorang membuka tirai sehingga membuat sinar mentari pagi menyusup melalui sela-sela jendela dan membuat Karina merasa silau.
Melenguh pelan, Karina mengangkat kedua tangannya ke atas, meregangkan otot-ototnya yang kaku seperti halnya seseorang yang baru bangun tidur.
"Selamat pagi, Nona."
Tersentak karena mendengar seseorang menyapanya di pagi hari, sontak membuat Karina melebarkan matanya dalam hitungan detik. Saat matanya melihat seorang wanita cantik yang dia kenali, dia kemudian tersenyum lembut pada wanita yang tengah berdiri tegak di depan ranjangnya.
"Selamat pagi, Gardenia."
Karina membalas sapaan dari Gardenia. Namun, dalam hatinya dia merasa kurang nyaman dengan perlakuan spesial yang dia dapatkan.
'Aku belum terbiasa dengan semua hal ini. Haaah~'
Tidak seperti biasanya yang selalu melakukan apa pun sendiri, kali ini Karina dibantu oleh Gardenia yang sengaja
"Cih, untuk apa kau memanggilku ...." Karina mengubah nada suaranya dari nada tinggi menjadi nada rendah setelah mengetahui siapa yang memanggilnya. " ... Tuan Isaac ...."Namun, terlambat. Karina sudah mendapatkan tatapan tajam dari Isaac karena nada bicaranya yang tidak sopan. Oleh sebab itu, Karina sontak menutup mulutnya rapat-rapat dan merutuki kebodohannya dalam hati."Ketika aku memanggilmu, kau harus datang tepat di hadapanku!"Dingin. Satu ruangan merubah menjadi mencekam setelah Isaac bersuara dengan tegas. Karina bahkan merasa bulu kuduknya berdiri karena merinding.Dalam sepersekian detik, Karina berpindah dari mejanya ke hadapan meja Isaac. Dia tidak ingin membuat sang CEO lebih marah lagi akibat dirinya yang lambat."Ada apa Anda memanggil saya, Tuan Isaac.""Temani aku makan siang."Itu saja? Karina nyaris terkena serangan jantung karena takut dimarahi Isaac. Namun, pria itu malah mengajaknya makan sia
Ketukan pintu terdengar, Karina refleks mendorong Isaac menjauh dan segera menutupi luka bekas gigitan Isaac di leher dan pergelangan tangannya sebelum seseorang masuk dan memergokinya mereka. Karina bangkit dari sofa, lalu berlari kecil ke meja kerjanya. Sementara itu, Isaac yang merasa acara minumnya terganggu, mendengus kesal seraya mengusap darah yang sedikit menempel di sudut bibirnya. Matanya yang merah telah kembali menjadi hitam, begitu pula dengan gigi taringnya. "Masuklah!" Isaac masih duduk di atas sofa dengan kedua tangannya dilipat di depan dada. Begitu satu kata itu keluar dari mulut Isaac, seorang wanita berbadan gemuk dengan kacamata bulat masuk ke dalam ruangan dengan membawa dokumen. "Saya ingin memberikan proposal kerja sama dengan perusahaan C yang sebelumnya Anda minta." "Taruh saja di meja." Meskipun Isaac bukan berbicara dengan Karina, namun Karina bisa merasakan perasaan sesak yang kemung
Karina tidak tahu dengan maksud Isaac yang tiba-tiba menyuruhnya masuk ke dalam butik, namun dia tetap mengikuti perintah Isaac tanpa banyak bicara. Membulatkan mata, Karina takjud dengan pemandangan yang dia lihat. Banyak sekali gaun cantik yang berjejer rapi dan tentu saja harganya bisa menguras dompet Karina yang gajinya pas-pasan. "Selamat datang, Tuan Isaac. Ada yang bisa saya bantu?" Seorang karyawan butik datang menghampiri Isaac dan Karina. Sepertinya karyawan itu mengenal Isaac secara pribadi. "Carikan wanita ini gaun untuk pergi ke pesta. Aku tahu kau sangat pandai memilih gaun." Gaun? Pesta? Lagi-lagi Karina terkejut setelah mendengar perkataan Isaac. Tujuan Isaac membawa Karina ke butik adalah untuk membeli gaun yang akan dipakai Karina di pesta. Namun, Karina tidak tahu pesta apa yang dimaksud Isaac? "Maaf, Tuan Isaac. Pesta apa yang Anda maksud?" "Besok kita akan ke Prancis untuk penandatan
Tik Tik Tik Detik demi detik terlewati. Jarum pendek jam dinding telah menunjuk pada angka tiga dini hari. Lampu pada kamar bernuansa putih itu masih menyala terang, menandakan bahwa penghuni kamar tersebut masih belum tidur. "Aku mengantuk, tapi aku belum mempelajari semuanya ...," rengek Karina dengan mata yang mengantuk. Karina berpikir, mengapa dirinya selalu mendapat kesialan? Hidupnya menjadi lebih berat setelah berhubungan dengan Isaac. Sepertinya Tuhan sedang menguji kesabaran Karina. "Sepertinya aku harus memejamkan mata sebentar, lalu melanjutkannya lagi nanti. Lagi pula, masih ada waktu hingga jadwal keberangkatan. Hoaaammm~" Niatnya memang seperti itu, namun Karina yang sudah lama menahan kantuk malah tertidur pulas hingga pagi menyapa. "Nona, sudah waktunya bangun. Tuan Isaac telah menunggu Anda di meja makan." Saking pulasnya Karina tidur, Karina tidak mendengar suara Gardenia yang berusaha
"Tentu saja kau tidak boleh terlambat lagi. Sebab, aku tidak bisa menjamin kau masih hidup atau tidak." Glup! Karina bersusah payah menelan ludahnya, perkataan Isaac sepertinya bukan hanya lelucon. Lagi pula, mana mungkin pria dingin itu membuat sebuah lelucon? Mungkin dunia akan kiamat jika kejadian itu benar-benar terjadi. Sampai di bandara, Karina dan Isaac memesan tiket pesawat kelas bisnis yang harganya sangat mahal, namun tingkat kenyamanannya luar biasa. Hanya orang-orang kalangan atas yang bisa memesan tiket itu. Karina beruntung karena bisa merasakan duduk di pesawat kelas bisnis. Setelah duduk di kursinya yang bersebelahan dengan Isaac, Karina sontak memasang penutup mata dan melanjutkan tidurnya yang hanya sebentar. Masa bodo dengan bahasa Prancis! Baginya, tidur lebih penting daripada belajar! Entah sudah berapa lama Karina tidur, namun ketika membuka mata, dia sudah tidak lagi berada di dalam pesawat! Karen
Karina hanya bisa tertawa ringan dan mendapat tatapan tajam dari Isaac. Lagi pula, mengapa Isaac tidak membangunnya jika ingin ditemani saat penandatanganan kontrak? Pria itu bisa saja menyiram Karina dengan air hingga benar-benar bangun, namun mengapa dia tidak melakukannya? Kruyuk! Suara mengerikan keluar dari perut Karina. Tampaknya tidur terlalu lama membuat perutnya bergoyang meminta diisi. Seperti yang ilmu medis katakan bahwa ketika kita tidur membutuhkan energi yang cukup agar fungsi jantung, otak, pencernaan, dan organ lainnya tetap berjalan. Oleh karena itu, Karina merasa lapar ketika bangun tidur karena energinya terpakai oleh organ-organ di tubuhnya. "Kau lapar?" Pertanyaan bodoh! Tentu Karina lapar! Namun, tidak mungkin Karina mengatakan itu di hadapan Isaac. "Saya bisa menahannya hingga tiba di pesta. Bukankah di pesta banyak makanan?" Entah mengapa Karina merasa bahwa ucapannya salah, seol
Di saat Karina panik karena tidak bisa menemukan letak toilet perempuan, tiba-tiba ada seorang pria yang menghampirinya. "Ada yang bisa aku bantu, Nona?" ucap pria itu dalam bahasa Prancis. "Toilet! Antarkan aku ke toilet!" Tanpa menunggu jawaban dari pria itu, Karina sontak berlari kecil ke arah di mana pria itu baru saja ke luar. Dia berpikir bahwa pria itu juga baru saja keluar dari toilet, jadi dia hendak menemukan toiletnya sendiri. 'Aku menemukannya!' pikir Karina. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Karina bergegas masuk ke dalam toilet perempuan dan menyelesaikan hajatnya. 'Setelah ini aku tidak akan banyak minum lagi!' Keluar dari toilet, Karina dibuat terkejut oleh seorang pria yang bersandar di dekat pintu toilet perempuan. Pria itu merupakan pria yang tadi Karina temui saat sedang mencari toilet. Karena merasa tidak ada urusan dengan pria itu, Karina berjalan melewatinya. Lagi pula,
"Dia adalah sekretaris saya, Karina." Diperkenalkan oleh Isaac, Karina terpaksa harus tersenyum menyapa pria yang ternyata adalah putra tertua dari partner kerja Isaac. "Senang bertemu denganmu, Karina." Oscar meraih tangan Karina, kemudian menciumnya. Terkejut dengan perlakuan pria bernama Oscar tersebut, Karina refleks menarik tangannya dari pria itu dan menatapnya tajam. Namun, pria itu justru menarik sudut bibirnya membentuk seringai. Tidak tahan berlama-lama berada di pesta, Karina menarik ujung jas Isaac dan membisikkan sesuatu. "Apa pestanya masih lama? Saya ingin segera pergi dari sini?" bisik Karina. "Jika ingin pergi, pergilah sendiri!" Memang tidak ada yang bisa diharapkan dari Isaac, seharusnya Karina tidak perlu repot-repot bertanya pada pria itu jika ingin pulang. Lagi pula, pria semacam Isaac tidak akan peduli padanya. Mengembungkan pipi, Karina kesal kepada