ログインRaisa mengingatkan, "Aku pakai kunci identitas."Menulis tesis melibatkan banyak data dan literatur. Meskipun dia memercayai Bi Mawar, bukan berarti Raisa akan membiarkan siapa pun leluasa membuka ruang kerjanya.Rian mengamati dan melihat kamera yang sangat kecil, hampir tidak terlihat di kusen pintu. Raisa melangkah maju, pintu pun otomatis terbuka. Reaksinya begitu sensitif, mungkin kurang dari sedetik, sehingga Raisa tidak kesulitan masuk atau keluar.Rian sedikit terkejut. Di pasaran tidak banyak sistem pengenalan seakurat ini, walaupun cepat tetapi biasanya tidak seakurat ini. Dia tertarik dan berkata, "Di mana kau membelinya? Kasih tahu."Raisa masuk sambil menjawabnya, "Aku modifikasi sendiri untuk meningkatkan akurasinya. Nggak ada di pasaran."Rian terkejut.Dia pun terkesan oleh Raisa. Memasuki ruang kerja, dia semakin takjub dengan luasnya.Luas ruang kerja itu lebih dari tiga puluh meter persegi, ruangan yang sangat luas. Salah satu dindingnya dipenuhi rak buku dari lantai
Apartemen di Kompleks Fulisan diwariskan kepada Raisa oleh om-nya. Rian belum pernah sekalipun datang ke sini.Untuk mempererat hubungan dan komunikasi diantara mereka, Raisa membawanya ke sini. Seperti biasa, Rian enggan, namun untungnya dia peduli pada urusan Marco.Setelah memarkir mobil, Raisa keluar. Semua dokumennya ada di kursi belakang. Dia pun membuka pintu dan mengambilnya.Rian berdiri di sampingnya, memandanginya dengan jijik, lalu mengambil tas kerja Raisa tanpa sepatah kata pun, mengangkatnya. "Berat sekali, apa-apaan ini?"Adiknya membantunya membawa tas, Raisa merasa itu hal yang wajar, tidak perlu mengucapkan terima kasih.Dia pun berjalan maju, dan Rian mengikutinya dari belakang."Referensi untuk tesisku."Rian belum pernah menyamai kecerdasan Raisa sejak kecil, tapi dia tidak peduli, karena keahlian atletiknya jauh melebihi Raisa. Namun, Rian seringkali dikalahkan dengan telak oleh Raisa saat mereka masih kecil. Mengikuti di belakangnya, Rian tiba-tiba menyadari ka
Bravi terkejut.Bravi melihatnya, tatapannya penuh tekanan, membuat Surya merasa sedikit tidak nyaman.Apakah Bravi tidak senang?Saat Surya melihat lagi, Bravi tidak bereaksi berlebihan.Jangan-jangan Surya yang terlalu memikirkannya?Surya selalu berasumsi Bravi tidak menyukai Raisa, karena dia memperlakukan Raisa sama seperti orang lain, tidak terlalu peduli.Lagipula, Bravi adalah orang yang jika menginginkan sesuatu, dia tidak akan segan-segan untuk mengejarnya sampai dapat. Jika Bravi menyukai Raisa, apalagi sekarang dia sudah bercerai, mana mungkin Bravi akan diam saja menunggu Raisa direbut pria lain? Dengan penampilan dan sikapnya, Raisa benar-benar cantik, jelas tidak akan kekurangan pria yang mengejarnya. Bahkan, Bobby saja telah menyiapkan kencan buta untuknya.Jadi, Bravi tidak bisa hanya duduk diam dan menunggu.Surya tidak memikirkannya lebih lanjut.Bravi seperti biasa, tidak banyak bicara dan pergi.Surya pun merasa semakin tidak perlu memikirkannya, dan membiarkan ha
Suri tertegun.Dia teringat lagi tentang Richard."Aku minum kebanyakan semalam." Suri mengelak, "Tenggorokanku agak sakit."Raisa berkata, "Oh, jaga kesehatan ya."Suri menjawab, "Pembayaran dari Prof Fredi sudah masuk. Kita bagi rata."Raisa tertawa dan berkata, "Tentu saja. Kau sudah bekerja keras dalam uji coba selama setengah bulan, jadi kau pantas dibayar."Meskipun dia memberikan dukungan teknis utama, Surilah yang bertanggung jawab atas pengujian selanjutnya dan penyesuaian detail, dan itu bukan kerja ringan. Suri berkata, "Prof Fredi cukup tertarik. Dia mau bertemu langsung denganmu."Raisa bertanya, "Ada perlu apa?"Suri menggoda, "Nggak ada, dia cuma mengagumi sang jenius saja. Kau harus pergi ke sana dan lihat sendiri gimana ekspresi orang-orang itu."Raisa mengerti. "Aku nggak punya waktu untuk bersosialisasi yang nggak penting. Tolak saja.""Aku sudah tolak dari awal kok. Kita ini orang-orang hebat, jadi harus ada harga diri. Kita bukan orang sembarangan yang gampang dit
Siska tiba-tiba dilanda rasa benci, karena masih tidak bisa memahami di mana dia mungkin telah menyinggung Suri.Jika dia bisa menjalin hubungan baik dengan Suri, dia akan memiliki akses ke kartu penting itu. Kalau begitu, mana mungkin para peneliti sombong itu ada yang berani mengabaikannya?Siska merasa sangat gelisah.Namun, kartu penting Suri terbukti sangat kuat. Tepatnya karena perbedaan kekuatan yang sangat besar, tidak ada yang bisa menandinginya, dan karena itu mereka tidak akan iri.Meskipun perbedaan kekuatan itu signifikan, Siska tetap menjadi pengembang utama proyek tersebut. Rekan-rekan yang tidak menyukainya tetap harus menundukkan kepala di hadapannya.Itu sudah cukup.Tentu saja, Siska masih harus menemukan cara untuk untuk berteman dengan tokoh terkemuka ini. Setelah berpikir, Siska menerima panggilan dari Marco.Marco pun menceritakan sikap Raisa. Siska tertawa mendengar keberanian Raisa. "Apa dia beneran seberani itu?""Tentu saja. Nggak ada yang bisa bersikap sea
Raisa menyelesaikan kata-katanya dan segera menutup telepon.Membunuh dengan kata-kata, cukup sampai di situ saja.Raisa tidak bisa berpura-pura orang ini tidak ada. Kalau tidak, setiap kali melihat Kevin, dia akan terganggu oleh kehadirannya yang terus-menerus, yang hanya akan menyebabkan perselisihan internal dalam dirinya. Jadi, lebih baik menerimanya saja.Lagipula, dengan Bravi sebagai “senjata”, dia tidak perlu takut pada provokasi Kevin. Raisa bahkan bisa mendapatkan sedikit keuntungan darinya. Seiring berulang kali menabrak tembok, Kevin akan bimbang antara melanjutkan tingkah lakunya atau mundur, lalu secara bertahap menjadi lebih patuh.Jadi, lebih baik membuatnya menderita daripada tidak pernah bertemu lagi.Raisa selesai memikirkan itu dan membuangnya jauh-jauh dari pikirannya.Dia naik taksi ke bar malam sebelumnya, lalu kembali ke kantor dengan mengemudikan mobilnya sendiri.Kevin masih tetap duduk di dalam Maxbold-nya. Dua hari terakhir ini memberinya wawasan baru tent







