Share

Bab 2

"Rina, kenapa kamu harus bicara begitu sama Fika. Bersikap baiklah sama dia, liat, Fika udah bela-belain ngurusin anak kita, Harusnya kamu berterima kasih sama dia!" Mas Ahmad membelaku.

Memang benar apa yang dikatakan oleh Mas Ahmad. Mengurus 2 anak mereka bukanlah hal yang mudah. Seharusnya Mbak Rina memang bersyukur punya adik madu sebaik aku. Atau mungkin dia cemburu ya melihat kedekatanku sama Mas Ahmad? Ha ha... Tubuhnya yang bontel mirip karung goni itu tidak akan bisa berbuat banyak untuk menarik perhatian Mas Ahmad.

"Mbak, aku kan bawa Mas Ahmad ke kamar kamu, jadi nggak permisi juga nggak masalah," aku mengelak. Kan emang aku nggak salah toh. Lagi pula nggak ada barang yang berharga-berharga amat di kamarnya yang sempit ini. Jadi apa yang ingin ia sombongkan?

Aku saja yang kamarku lebih luas dan bagus tidak sesombong itu sampai harus minta izin segala macam.

Halah lagi-lagi tak apa lah dia mau bersikap begitu, toh pada kenyataannya Mas Ahmad jauh lebih mencintaiku dari pada Mbak Rina.

"Ini bukan masalah adanya Mas Ahmad atau tidak, tapi kayak yang kamu bilang tadi, ini tentang adab!"

"Sudah, Rina! Kamu sengaja cari celah untuk cari kesalahan Fika!" sergah Mas Ahmad lagi.

Sebenarnya aku ingin tertawa melihat Mbak Rina lagi-lagi dibentak sama suaminya. Kalau sama aku mana pernah Mas Ahmad bisa melakukan hal sekasar itu. Andai saja mbak Rina mau sadar, tentu dia bisa menyadari kalau dia itu sudah tak dicintai lagi sama Mas Ahmad. Tapi bodohnya, dia masih saja tak mau menggugat cerai.

"Lihat kamu, seharian mana mau bantuin Fika! Alasan kamu kerja, kerja! Padahal kerjaan cuma tukang marketing doang, tapi gaya udah selangit. Kayak yang paling sibuk aja!" lagi-lagi mbak Rina dimarahi sama Mas Ahmad.

"Kerjaan bergaji seuprit gitu tapi gaya udah macam manager. Kayak orang kantoran akut aja! Tuh kamu punya cermin, kan? Liat tuh muka kamu di sana! Pantes nggak sama gayamu!"

Sebenarnya aku sudah lama sekali memendam kata-kata seperti itu, dan sekarang Mas Ahmad telah mengatakannya, tanpa harus mengotori bibirku. Bagus! Rasanya aku cukup puas.

"Udah, Mas! Nggak usah marahin Mbak Rina! Kasihan dia," ujarku mendinginkan suasana.

Kulihat Mbak Rina tersenyum tipis! Aneh sekali, apa yang dia senyumin. Dihina kok malah tersenyum. Dia memang sudah tak waras. Kasihan Mas Ahmad, punya istri yang punya gangguan jiwa. Untung Tuhan menganugerahi aku untuknya.

Aku menarik tangan mas Ahmad keluar. Pria itu menurut.

"Yang sabar, Mas. Tuhan nggak suka orang pemarah!" ucapku lagi sembari menuntunnya duduk di tepi ranjang.

"Terimakasih, Dek Fika!"

Aku memeluk Mas Ahmad. Pria ini sungguh membuatku bangga. Dia suami yang pekerja keras, uangnya banyak dan royal padaku. Dia bekerja sebagai pegawai di sebuah perusahaan swasta. Tapi sayangnya, dejak aku pacaran sama dia sampai detik ini, ada bayak pihak yang tak menyukaiku. Hingga aku dan dia harus berjuang hingga titik ini.

Dulu orang-orang memandangku buruk dan genit hanya gara-gara aku berpacaran dengan Mas Ahmad yang sudah punya istri dan bahkan sudah punya 2 anak.

Oke, dulu aku masih memaafkan orang-orang jahat yang memandangku buruk tersebut. Tapi sekarang, aku dan Mas Ahmad sudah menikah, kami tak hanya sekedar pacaran, apa lagi yang ingin mereka permasalahkan?

Mungkin mereka membenciku karena jadi istri kedua? Hellooo, nih ya, aku istri kedua tapi jauh lebih dekat pada agama dibanding istri tuanya. Hahaa, jadi aku bisa lebih percaya diri. Terlebih tampangku juga tidak jelek. Uang Mas Ahmad lebih dari cukup untuk membawaku ke salon setiap bulan.

Aku menuju ke dapur, sebelum malam tiba, rumah ini harus kuberesi terlebih dahulu. Akan tunjukan selalu pada Mas Ahmad kalau aku ini istri yang tahu tanggung jawab. Bahkan semua kerjaan yang berhubungan dengan rumah biar aku saja yang menyelesaikannya. Tak kan kubiarkan Mbak Rina mengerjakannya sehingga nanti bisa menarik perhatian Mas Ahmad.

Aku mulai meracik bumbu dan menyiapkan menu untuk makan malam nanti. Beberapa hari ini kurasakan kulit di telapak tanganku agak mengeras, tak selembut dulu. Mungkin ini karena aku terlalu sering bergelut di dapur kali ya. Ah tapi gak apa, ini hanya kesalahan kecil. Demi melayani suami dan mertua sepenuh hati, aku rela mengerjakannya. Ingat, aku ini istri dan menantu idaman setiap orang.

Aku baru saja menyajikan menu di atas meja, ketika Mbak Rina datang menghampiriku.

Tanpa berkata-kata wanita tak tahu malu itu mengambil piring dan makan. Astaga, dia gak sadar apa kalau tadi tak membantuku masak sedikitpun?

"Rina! Kamu gak bantuin Fika tadi? Lihat Fika capek-capek, baru selesai masak, eh kamu malah enak-enakan tinggal makan doang!" Mas Ahmad selalu membelaku di hadapan Mbak Rina. Aku yakin, Mbak Rina pasti sakit hati. Huh, biarin! Salah sendiri kenapa gak tahu diri.

"Mas, tadi tuh Fika bilang kalau dia nggak butuh bantuan aku, dia bisa ngerjain semuanya sendiri. Fika memang hebat," balas Mbak Rina.

Eh sialan, mana ada aku bilang nggak butuh bantuan dia. Dia sendiri yang yang ada inisiatif untuk bantuin aku.

"Waah, masakan Fika enak banget, Mas. Baru kali ini aku ngerasain masakan seenak ini. Serasa lagi makan di restoran aja nih kayaknya. Wanita pilihanmu ini memang luar biasa, Mas," belum sempat aku bicara, Mbak Rina sudah kembali berucap.

Hei, yang benar saja dia? Apa dia nggak cemburu? Kok dia malah memuji-muji aku di hadapan Mas Ahmad? Atau, atau dia hanya ingin menyembunyikan kecemburuannya dengan berkata seperti itu? Sengaja dia memuji-mujiku untuk menutupi sakit hatinya? Dasar munafik.

"Masakan Fika emang enak. Nggak kayak masakan kamu yang lebih sering nggak kerasa bumbunya! Makanya kamu harus belajar sama Fika," tiba-tiba ibunya Mas Ahmad juga ikut menimbrung ucapan kami. Menyadari kedatangan ibu mertua, aku berusaha memasang senyum semanis mungkin.

"Fika memang selalu berusaha untuk jadi istri yang baik. Tapi kamu tetep harus bantuin dia! Kasihan dia bisa kecapekan," ucap Mas Ahmad.

"Mas, seperti yang ibu bilang, masakan aku nggak enak. Aku lebih suka masakan Fika. Lebih sedap. Fika sangat pandai meracik bumbu. Jadi, kayaknya aku gak perlu bantuin dia. Ntar masakannya jadi hambar."

Whattt? Apa-apaan nih si Rina? Maksudnya apa? Apa dia mau bikin aku jadi tukang masaknya dia?

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Putra Dewa Asmara
seru banget ceritanya.....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status