Share

Bab 2

Penulis: Silla Defaline
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-15 18:21:19

"Rina, kenapa kamu harus bicara begitu sama Fika. Bersikap baiklah sama dia, liat, Fika udah bela-belain ngurusin anak kita, Harusnya kamu berterima kasih sama dia!" Mas Ahmad membelaku.

Memang benar apa yang dikatakan oleh Mas Ahmad. Mengurus 2 anak mereka bukanlah hal yang mudah. Seharusnya Mbak Rina memang bersyukur punya adik madu sebaik aku. Atau mungkin dia cemburu ya melihat kedekatanku sama Mas Ahmad? Ha ha... Tubuhnya yang bontel mirip karung goni itu tidak akan bisa berbuat banyak untuk menarik perhatian Mas Ahmad.

"Mbak, aku kan bawa Mas Ahmad ke kamar kamu, jadi nggak permisi juga nggak masalah," aku mengelak. Kan emang aku nggak salah toh. Lagi pula nggak ada barang yang berharga-berharga amat di kamarnya yang sempit ini. Jadi apa yang ingin ia sombongkan?

Aku saja yang kamarku lebih luas dan bagus tidak sesombong itu sampai harus minta izin segala macam.

Halah lagi-lagi tak apa lah dia mau bersikap begitu, toh pada kenyataannya Mas Ahmad jauh lebih mencintaiku dari pada Mbak Rina.

"Ini bukan masalah adanya Mas Ahmad atau tidak, tapi kayak yang kamu bilang tadi, ini tentang adab!"

"Sudah, Rina! Kamu sengaja cari celah untuk cari kesalahan Fika!" sergah Mas Ahmad lagi.

Sebenarnya aku ingin tertawa melihat Mbak Rina lagi-lagi dibentak sama suaminya. Kalau sama aku mana pernah Mas Ahmad bisa melakukan hal sekasar itu. Andai saja mbak Rina mau sadar, tentu dia bisa menyadari kalau dia itu sudah tak dicintai lagi sama Mas Ahmad. Tapi bodohnya, dia masih saja tak mau menggugat cerai.

"Lihat kamu, seharian mana mau bantuin Fika! Alasan kamu kerja, kerja! Padahal kerjaan cuma tukang marketing doang, tapi gaya udah selangit. Kayak yang paling sibuk aja!" lagi-lagi mbak Rina dimarahi sama Mas Ahmad.

"Kerjaan bergaji seuprit gitu tapi gaya udah macam manager. Kayak orang kantoran akut aja! Tuh kamu punya cermin, kan? Liat tuh muka kamu di sana! Pantes nggak sama gayamu!"

Sebenarnya aku sudah lama sekali memendam kata-kata seperti itu, dan sekarang Mas Ahmad telah mengatakannya, tanpa harus mengotori bibirku. Bagus! Rasanya aku cukup puas.

"Udah, Mas! Nggak usah marahin Mbak Rina! Kasihan dia," ujarku mendinginkan suasana.

Kulihat Mbak Rina tersenyum tipis! Aneh sekali, apa yang dia senyumin. Dihina kok malah tersenyum. Dia memang sudah tak waras. Kasihan Mas Ahmad, punya istri yang punya gangguan jiwa. Untung Tuhan menganugerahi aku untuknya.

Aku menarik tangan mas Ahmad keluar. Pria itu menurut.

"Yang sabar, Mas. Tuhan nggak suka orang pemarah!" ucapku lagi sembari menuntunnya duduk di tepi ranjang.

"Terimakasih, Dek Fika!"

Aku memeluk Mas Ahmad. Pria ini sungguh membuatku bangga. Dia suami yang pekerja keras, uangnya banyak dan royal padaku. Dia bekerja sebagai pegawai di sebuah perusahaan swasta. Tapi sayangnya, dejak aku pacaran sama dia sampai detik ini, ada bayak pihak yang tak menyukaiku. Hingga aku dan dia harus berjuang hingga titik ini.

Dulu orang-orang memandangku buruk dan genit hanya gara-gara aku berpacaran dengan Mas Ahmad yang sudah punya istri dan bahkan sudah punya 2 anak.

Oke, dulu aku masih memaafkan orang-orang jahat yang memandangku buruk tersebut. Tapi sekarang, aku dan Mas Ahmad sudah menikah, kami tak hanya sekedar pacaran, apa lagi yang ingin mereka permasalahkan?

Mungkin mereka membenciku karena jadi istri kedua? Hellooo, nih ya, aku istri kedua tapi jauh lebih dekat pada agama dibanding istri tuanya. Hahaa, jadi aku bisa lebih percaya diri. Terlebih tampangku juga tidak jelek. Uang Mas Ahmad lebih dari cukup untuk membawaku ke salon setiap bulan.

Aku menuju ke dapur, sebelum malam tiba, rumah ini harus kuberesi terlebih dahulu. Akan tunjukan selalu pada Mas Ahmad kalau aku ini istri yang tahu tanggung jawab. Bahkan semua kerjaan yang berhubungan dengan rumah biar aku saja yang menyelesaikannya. Tak kan kubiarkan Mbak Rina mengerjakannya sehingga nanti bisa menarik perhatian Mas Ahmad.

Aku mulai meracik bumbu dan menyiapkan menu untuk makan malam nanti. Beberapa hari ini kurasakan kulit di telapak tanganku agak mengeras, tak selembut dulu. Mungkin ini karena aku terlalu sering bergelut di dapur kali ya. Ah tapi gak apa, ini hanya kesalahan kecil. Demi melayani suami dan mertua sepenuh hati, aku rela mengerjakannya. Ingat, aku ini istri dan menantu idaman setiap orang.

Aku baru saja menyajikan menu di atas meja, ketika Mbak Rina datang menghampiriku.

Tanpa berkata-kata wanita tak tahu malu itu mengambil piring dan makan. Astaga, dia gak sadar apa kalau tadi tak membantuku masak sedikitpun?

"Rina! Kamu gak bantuin Fika tadi? Lihat Fika capek-capek, baru selesai masak, eh kamu malah enak-enakan tinggal makan doang!" Mas Ahmad selalu membelaku di hadapan Mbak Rina. Aku yakin, Mbak Rina pasti sakit hati. Huh, biarin! Salah sendiri kenapa gak tahu diri.

"Mas, tadi tuh Fika bilang kalau dia nggak butuh bantuan aku, dia bisa ngerjain semuanya sendiri. Fika memang hebat," balas Mbak Rina.

Eh sialan, mana ada aku bilang nggak butuh bantuan dia. Dia sendiri yang yang ada inisiatif untuk bantuin aku.

"Waah, masakan Fika enak banget, Mas. Baru kali ini aku ngerasain masakan seenak ini. Serasa lagi makan di restoran aja nih kayaknya. Wanita pilihanmu ini memang luar biasa, Mas," belum sempat aku bicara, Mbak Rina sudah kembali berucap.

Hei, yang benar saja dia? Apa dia nggak cemburu? Kok dia malah memuji-muji aku di hadapan Mas Ahmad? Atau, atau dia hanya ingin menyembunyikan kecemburuannya dengan berkata seperti itu? Sengaja dia memuji-mujiku untuk menutupi sakit hatinya? Dasar munafik.

"Masakan Fika emang enak. Nggak kayak masakan kamu yang lebih sering nggak kerasa bumbunya! Makanya kamu harus belajar sama Fika," tiba-tiba ibunya Mas Ahmad juga ikut menimbrung ucapan kami. Menyadari kedatangan ibu mertua, aku berusaha memasang senyum semanis mungkin.

"Fika memang selalu berusaha untuk jadi istri yang baik. Tapi kamu tetep harus bantuin dia! Kasihan dia bisa kecapekan," ucap Mas Ahmad.

"Mas, seperti yang ibu bilang, masakan aku nggak enak. Aku lebih suka masakan Fika. Lebih sedap. Fika sangat pandai meracik bumbu. Jadi, kayaknya aku gak perlu bantuin dia. Ntar masakannya jadi hambar."

Whattt? Apa-apaan nih si Rina? Maksudnya apa? Apa dia mau bikin aku jadi tukang masaknya dia?

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Putra Dewa Asmara
seru banget ceritanya.....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 55

    Melihat nama yang tertera pada papan bunga tersebut, membuat duniaku seakan-akan runtuh. Ini seperti mimpi. Aku mencoba mencubit tanganku."Awww!" Ini sakit. Artinya aku tidak sedang bermimpi. Ini benar-benar nyata.Aku tidak pernah membayangkan jika Rina bersanding dengan pria lain. Jelas-jelas aku tidak bisa terima itu. Rina milikku, aku tidak rela melihatnya jatuh ke pelukan laki-laki lain. Lagi pula ini baru beberapa bulan saja, Rina! Kita baru saja berpisah. Tapi meskipun kami sudah berpisah, tahukah kamu kalau sesungguhnya dalam hatiku masih sangat mencintaimu Rina!Tapi aku belum bisa percaya. Aku akan memastikan terlebih dahulu, apakah yang sedang melangsingkan acara pernikahan ini benar-benar dia, atau ada Rina yang lain. Setidaknya aku harus mengecek kebenarannya dengan mata kepalaku sendiri terlebih dahulu.,Dengan serta merta aku berjalan menyusuri jalanan yang sudah disediakan. Aku pedulikan lagi arahan para petugas yang sedang berjaga. Aku berjalan menerobos dengan ce

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 54

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 53

    Fika"Mas, mas tahu enggak, tuh si Rina ternyata udah asik-asikan main belakang sama pria lain. Makanya ya, Mas nggak usah terlalu mengingat-ngingetin wanita itu lagi!" Aku memberi laporan. Ya iyalah wajar aku marah, sebab aku ingat betul Mas Ahmad terus saja menyebut nama Rina akhir-akhir ini. Harusnya tuh perhatian Mas Ahmad bukan sama Rina tapi sama aku yang lagi hamil anaknya. Harusnya dia manja-manjain aku. Ini buru-buru manjain, menyentuh aku aja semingguan ini kagak. Jadi aku akan membuat perhitungan padanya. Aku akan memberitahu apa yang sudah kulihat tadi biar dia tahu bagaimana perilaku buruk mantan istrinya.Mendengar perkataanku taKekecewaanku sama Mas Ahmad semakin bertambah saja.di spontan Mas Ahmad menoleh."Apa? Rina jalan sama pria? Yang bener aja?" Dia menatapku tajam."Ya iyalah, masa aku bohong! Aku melihat pakai mata kepala aku sendiri! Makanya aku kasih tahu Mas, wanita itu bener-bener nggak punya harga diri, Mas! Lihat belum lama kok kalian bercerai, dia udah

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 52

    "Mmaksudnya? Kamu mau datang ke orang tuaku? Buat apa, Pak?" Aku terkejut sekali.Bastian tersenyum. Uuuh, aku baru sadar ternyata semanis itu senyum yang ia miliki. Tubuhku yang hanya setinggi 150 cm ini harus menengadah jika ingin melihat wajah lelaki yang lebih tinggi 30 cm dariku tersebut. "Aku berkata begitu untuk menunjukkan kalau aku memang benar-benar serius. Aku tidak ingin kamu menganggapku berbohong.?" Senyumnya kembali terukir. "Dan, aku akan benar-benar akan menenui orang tuamu disaat kau sudah merasa siap." Ucapnya lagi."Apa yang ingin harapkan dari aku, Pak? Sekali lagi aku katakan, aku ini janda. Status yang kadang dipandang negatif di sebagian orang. Kurasa Anda perlu berpikir untuk beberapa bulan ke depan untuk memastikan kalau pikiran Anda tidak benar. Akan terlalu naif jika Bapak menaruh perasaan seperti itu pada seseorang seperti aku," ucapku. Aku mengatakan begitu karena aku merasa jika aku tidak sempurna untuk menemani hidupnya. Di usiaku yang ke 28 tahunan

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 51

    RinaAku terdiam mendengar kata-kata yang baru saja kudengar. Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bastian. Sama sekali aku tidak pernah membayangkan ucapan seperti itu akan meluncur dari bibirnya. Karena memang tidak pernah terpikirkan olehku. Tidak. Dia pasti bercanda. Tapi candaan macam apa yang dia katakan? "Rin, bagaimana? Jangan bilang kalau kamu menganggapku main-main!" Aku kembali berdegup, baru saja Aku ingin bertanya, tapi jawaban telah mendarat di telinga mendahului pertanyaan yang akan aku utarakan."Pak, aku... Aku...," Tentu saja aku kebingungan dengan apa yang akan aku katakan.Menanggapi perkataannya sungguh sebuah masalah yang sulit untuk dipecahkan."Apa kamu akan menolakku?" Meskipun aku tidak sedang melihat ke arahnya. Tapi aku tahu tatapannya sedang menatapku lekat. Jujur saja aku takut untuk balik membalas tatapan netranya. Rasanya ini berat. "Rin, aku tahu kamu bingung, karena aku mengungkapkan hal seperti itu ini dalam keadaan mendadak b

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 50

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status