Fika memang istri kedua, tapi dia sunguh yakin suaminya pasti akan tetap mencintai dia selamanya. "Aku 'kan lebih taat agama dibanding Mba Rina," ucapnya bangga, "ditambah lagi, aku lebih cantik!" Senyum pongah tampak di wajah istri kedua Ahmad itu!
View More"Mas, aku mau sholat dulu, ya!"
Aku bicara pada Mas Ahmad dalam balutan mukena yang melekat manja di tubuh langsingku ini.
"Oh iya, tuh bilang sama Mbak Rina, jangan malas sholat. Ntar berdosa," sambungku lagi."Kamu tahu sendiri, Dek, si Rina itu paling gak bisa dibilangi. Nggak kayak kamu yang alim, rajin solat. Rina itu kebalikannya," jawab Mas Ahmad."Itulah sebabnya Mas lebih percaya sama kamu yang ngedidik anak-anak, Dek. Kalo Rina mah nggak bakalan bisa kasih pendidikan yang layak sama anak,"Aku meringis tipis mendengarnya."Iya, Mas. Tadi aku udah mandiin anak-anak. Mereka udah rapi dan tertidur sekarang," jawabku."Makasih, Sayang!"Sebenarnya, mengurus Ririn dan Aldi, dua anak Mas Ahmad dan Mbak Rina adalah aktivitas yang membosankan. Tapi tak apa, demi mengambil hati suami, aku rela. Aku bisa tunjukkan kalau aku adalah ibu yang baik untuk anak-anak.Sesaat setelah kami bicara, Mbak Rina lewat di depanku. Ih bikin ilfil aku aja. Makhluk gemuk, bulat, berlemak itu membuatku jijik. Istri pertama suamiku itu memang tak pandai merawat diri."Mbak, solat dong. Nih udah waktu ashar! Seharian di kamar mulu, apa nggak bosen?" celetukku. Dan aku yakin Mas Ahmad mendengarkan ucapanku. Huuh, wajar saja lemak di tubuhnya semakin menggunung, tuh liat kerjaannnya cuma mendem di kamar, kayak lagi bertelur saja."Iya, alhamdulillah udah tadi," jawabnya.Astaga, pasti bohong lagi. Mana mungkin dia serajin itu. Pasti dia menjawab begitu karena ingin menarik perhatian Mas Ahmad. Dasar tukang pencari muka.Kusingkap sedikit jilbab lebar yang menutup kepalaku, hingga menampakkan sedikit bagian leherku yang mulus. Biarkan Mbak Rina iri dengan kecantikanku. Sebuah kalung hadiah ulang tahunku yang diberikan oleh Mas Ahmad kemarin terlilit indah mengitari leher cantik ini."Mas, sekali lagi terima kasih banyak hadiah kalung emasnya kemarin ya. Aku suka banget," ucapku sedikit keras. Sebelum Mbak Rina menjauh, aku harus membuatnya tahu kalau aku barusan mendapat hadiah dari Mas Ahmad. Aku tahu, selama pernikahan mereka, Mas Ahmad belum pernah memberinya hadiah. Sedangkan denganku, Mas Ahmad tak segan memberikan hadiah sebagus ini. Aku yakin Mbak Rina akan merasa cemburu berat karena ini. Ha... haa.. Rasanya aku ingin terbahak.Mendengar ucapanku, Mas Ahmad langsung mendekatiku. Matanya sedikit membulat. Mengapa dia nampak marah? Apa aku salah?Mas Ahmad menarik tanganku. Ia menarikku agak menjauh. Ada apa sih ini?"Sudah Mas bilang, jangan kasih tahu Rina kalau aku udah beliin kamu Kalung itu, Dek! Ntar dia bisa marah!" Mas Ahmad nampak kesal."Kenapa sih, Mas, Mbak Rina nggak boleh tahu?" aku nggak mau kalah."Apa Mbak Rina lebih penting daripada aku, Mas? Kenapa Mas terlihat sangat takut sama dia? Sampe tega marah-marah gitu? Apa aku ini istri yang kurang solehah? Kurang patuh?" aku mulai terisak."Nggak, nggak begitu, Sayang, kamu istri yang baik. Maafin mas ya, Sayang. Mas nggak bermaksud menganggapmu macam-macam," Mas Ahmad mengusap kepalaku.Hmm, aku tahu betul kelemahan Mas Ahmad. Dia paling tidak bisa membuatku menangis. Marahnya pasti mereda bila melihatku begini. Aku memang jauh melebihi Mbak Rina dalam mengenali Mas Ahmad. Tak salah bila ternyata aku lebih bisa menguasai hati suami. Lagi pula aku jauh lebih muslimah dibanding istri tuanya.Lihat baju-bajuku, semuanya syar'i. Kerudungku lebar, dan aku lebih pandai mengaji. Jadi, meskipun aku istri kedua, orang-orang tak punya alasan untuk menjudgeku macam-macam. Justru ibu mertuaku jauh lebih menyukaiku daripada Mbak Rina, si menantu gemuknya itu."Mas, malam ini aku mau ikut pengajian. Jadi mas bisa anterin aku ya?" pintaku sambil menatapnya."MasyaAllah, istriku ini benar-benar istri yang baik. Tentu mas mau anterin kamu ke pengajian." pujinya.Aku tersenyum."Iya, Mas. Daripada sibuk ngumpul buat ghibah, mending aku kumpul sama ibu-ibu pengajian aja. Lebih bermakna untuk dunia dan akhirat," ujarku.Sejak dinikahi oleh Mas Ahmad, aku memilih untuk sering-sering melakukan sesuatu yang berbau agama. Aku ingin menunjukkan pada orang-orang yang memandangku rendah hanya karena aku seorang istri kedua. Aku ingin menunjukan pada mereka jika aku ini adalah istri kedua yang berkelas dan alim. Bukan seperti mereka yang bar-bar dan tukang julid.Aku, Fika Asriani, adalah seorang istri kedua yang lebih baik dari yang mereka pikirkan. Lihat, aku sering ke masjid, ikut pengajian, dan aku juga cantik sehingga bisa nembuat suamiku jatuh cinta. Sedangkan mereka, huuuh, meskipun mereka istri satu-satunya, toh tetap menderita. Mana diajak susah juga sama suami mereka. Sedangkan aku, Mas Ahmad mana rela membuatku hidup susah, bahkan seujung kuku pun dia tak rela melihat kulit mulusku terbakar matahari. Aku tetap jauh lebih beruntung di banding orang-orang yang sering menyebutku pelakor."Mas, aku mau mengajak Mas untuk mengantarku ke kamar Mbak Rina," ucapku pada Mas Ahmad."Kenapa harus di antar, Sayang?" dia mengecup keningku."Aku hanya ingin ajakin dia pada kebaikan, Mas. Tapi aku takut ntar dia marah," ujarku."Baiklah,"Mas Ahmad mengandeng tanganku. Kami akan menghampiri Mbak Rina. Aku membuka pintu kamar kakak maduku tersebut. Kutarik gagang pintu dan kulihat wanita itu sibuk di depan monitor. Huuh, sejak suaminya menikahiku, kulihat wanita itu terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Sampai tak bisa mengurusi suaminya. Tapi tak apa, aku jauh lebih bisa mengurus suaminya dengan baik. Ha... Haa..."Mbak, apa Mbak sibuk?" ujarku menyapa."Nggak terlalu." jawabnya tanpa menoleh."Mbak, sesekali kita sholat isya di masjid, yuk! Ntar habis itu kita langsung ikut pengajian. Hitung-hitung cari pahala, Mbak!" ujarku."Terimakasih, Fik. Tapi Maaf. Kerjaan aku belum selesai. Jadi kayaknya aku solat di rumah aja," jawabnya."Ya Allah, Mbak. Demi pekerjaan Mbak rela mengabaikan panggilan Allah. Istighfar, Mbak! Aku ajak Mbak sholat ke masjid untuk mendekatkan diri pada Allah. Sholat berjamaah itu lebih besar pahalanya, Mbak. Apalagi selepas itu kita ikut pengajian juga," ujarku.Aku melirik ke arah Mas Ahmad. Dia mengangguk tersenyum. Aku tahu dia salut padaku. Kau lihat Mas, aku ini istri yang dekat pada Tuhan. Tidak seperti istri pertamamu yang jauh dari penciptanya. Kadang aku heran, kenapa tak ia ceraikan saja si Rina ini. Istri yang tak pandai merawat suami itu hanya menambah beban saja."Aku udah bilang, aku lagi banyak kerjaan. Jadi kalau kamu mau ke masjid pergi aja. Kalau niat kamu ingin cari pahala, untuk wanita solat di rumah lebih baik dari pada di masjid."Upps, jawaban macam apa ini? Dia ingin merendahkan aku di depan Mas Ahmad? Ngimpi kamu, Rina!"Niat aku baik, Mbak. Aku mau ajak mbak ke kebaikan! Harusnya Mbak jangan jawab gitu, sesuaikan sama adab, Mbak! Pelajari soal sopan santun, agar bisa mendekatkan diri sama Tuhan!" pukasku."Oke, sekarang mau kita bicara adab? Sekarang aku tanya kamu, kamu nyelonong masuk ke kamar aku tanpa permisi, apa itu bisa dibilang perilaku beradab?"Astaga...Apa yang dia katakan? Akan kubungkam mulutmu di hadapan Mas Ahmad, Mbak Rina!Melihat nama yang tertera pada papan bunga tersebut, membuat duniaku seakan-akan runtuh. Ini seperti mimpi. Aku mencoba mencubit tanganku."Awww!" Ini sakit. Artinya aku tidak sedang bermimpi. Ini benar-benar nyata.Aku tidak pernah membayangkan jika Rina bersanding dengan pria lain. Jelas-jelas aku tidak bisa terima itu. Rina milikku, aku tidak rela melihatnya jatuh ke pelukan laki-laki lain. Lagi pula ini baru beberapa bulan saja, Rina! Kita baru saja berpisah. Tapi meskipun kami sudah berpisah, tahukah kamu kalau sesungguhnya dalam hatiku masih sangat mencintaimu Rina!Tapi aku belum bisa percaya. Aku akan memastikan terlebih dahulu, apakah yang sedang melangsingkan acara pernikahan ini benar-benar dia, atau ada Rina yang lain. Setidaknya aku harus mengecek kebenarannya dengan mata kepalaku sendiri terlebih dahulu.,Dengan serta merta aku berjalan menyusuri jalanan yang sudah disediakan. Aku pedulikan lagi arahan para petugas yang sedang berjaga. Aku berjalan menerobos dengan ce
"Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.
Fika"Mas, mas tahu enggak, tuh si Rina ternyata udah asik-asikan main belakang sama pria lain. Makanya ya, Mas nggak usah terlalu mengingat-ngingetin wanita itu lagi!" Aku memberi laporan. Ya iyalah wajar aku marah, sebab aku ingat betul Mas Ahmad terus saja menyebut nama Rina akhir-akhir ini. Harusnya tuh perhatian Mas Ahmad bukan sama Rina tapi sama aku yang lagi hamil anaknya. Harusnya dia manja-manjain aku. Ini buru-buru manjain, menyentuh aku aja semingguan ini kagak. Jadi aku akan membuat perhitungan padanya. Aku akan memberitahu apa yang sudah kulihat tadi biar dia tahu bagaimana perilaku buruk mantan istrinya.Mendengar perkataanku taKekecewaanku sama Mas Ahmad semakin bertambah saja.di spontan Mas Ahmad menoleh."Apa? Rina jalan sama pria? Yang bener aja?" Dia menatapku tajam."Ya iyalah, masa aku bohong! Aku melihat pakai mata kepala aku sendiri! Makanya aku kasih tahu Mas, wanita itu bener-bener nggak punya harga diri, Mas! Lihat belum lama kok kalian bercerai, dia udah
"Mmaksudnya? Kamu mau datang ke orang tuaku? Buat apa, Pak?" Aku terkejut sekali.Bastian tersenyum. Uuuh, aku baru sadar ternyata semanis itu senyum yang ia miliki. Tubuhku yang hanya setinggi 150 cm ini harus menengadah jika ingin melihat wajah lelaki yang lebih tinggi 30 cm dariku tersebut. "Aku berkata begitu untuk menunjukkan kalau aku memang benar-benar serius. Aku tidak ingin kamu menganggapku berbohong.?" Senyumnya kembali terukir. "Dan, aku akan benar-benar akan menenui orang tuamu disaat kau sudah merasa siap." Ucapnya lagi."Apa yang ingin harapkan dari aku, Pak? Sekali lagi aku katakan, aku ini janda. Status yang kadang dipandang negatif di sebagian orang. Kurasa Anda perlu berpikir untuk beberapa bulan ke depan untuk memastikan kalau pikiran Anda tidak benar. Akan terlalu naif jika Bapak menaruh perasaan seperti itu pada seseorang seperti aku," ucapku. Aku mengatakan begitu karena aku merasa jika aku tidak sempurna untuk menemani hidupnya. Di usiaku yang ke 28 tahunan
RinaAku terdiam mendengar kata-kata yang baru saja kudengar. Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bastian. Sama sekali aku tidak pernah membayangkan ucapan seperti itu akan meluncur dari bibirnya. Karena memang tidak pernah terpikirkan olehku. Tidak. Dia pasti bercanda. Tapi candaan macam apa yang dia katakan? "Rin, bagaimana? Jangan bilang kalau kamu menganggapku main-main!" Aku kembali berdegup, baru saja Aku ingin bertanya, tapi jawaban telah mendarat di telinga mendahului pertanyaan yang akan aku utarakan."Pak, aku... Aku...," Tentu saja aku kebingungan dengan apa yang akan aku katakan.Menanggapi perkataannya sungguh sebuah masalah yang sulit untuk dipecahkan."Apa kamu akan menolakku?" Meskipun aku tidak sedang melihat ke arahnya. Tapi aku tahu tatapannya sedang menatapku lekat. Jujur saja aku takut untuk balik membalas tatapan netranya. Rasanya ini berat. "Rin, aku tahu kamu bingung, karena aku mengungkapkan hal seperti itu ini dalam keadaan mendadak b
"Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.
FikaAku mengambil beberapa baju lalu memasukkannya ke dalam koper. Sengaja aku melakukan itu di depan Mas Ahmad. Semoga saja dengan melihatku begini dia benar-benar berpikir kalau aku memang akan pergi meninggalkannya, bukan hanya sekedar ancaman semata. Tapi melihatku melakukan semua ini dia malah diam saja sambil masih sibuk memainkan ponsel. Tidakkah terpikir olehnya untuk mencegahku pergi? Mengapa dia membiarkan saja? Padahal Aku mengharapkan dia memeluk dan menghiburku. Tapi apa yang kulihat sekarang sungguh tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Dia justru semakin cuek dan tak peduli.Bahkan ketika aku membawa koperku keluar, dia masih diam tanpa melakukan apa-apa. Seolah memang benar-benar membiarkanku keluar dari rumah ini begitu saja. Aku terus melangkah meninggalkan Mas Ahmad di kamar, terus melaju hingga pintu depan. Di pintu aku berhenti beberapa saat, tapi apa yang aku tunggu tidak kunjung tiba. Mas Ahmad ternyata tidak mengikutiku. Dia benar-benar membiarkanku per
Bab 48 (KBM 44)"Tega kamu, Mas!" Hardikku pada Mas Ahmad."Tega kenapa lagi sih?"Lihat dia! Berlagak seperti tak sadar saja terhadap apa yang udah dia lakuin."Pokoknya aku nggak mau lagi kamu berhubungan sama Rina, Mas! Istri kamu sekarang itu aku! Dia hanya mantan! Jadi seharusnya menghargai aku!" Sambil terisak aku terus memohon padanya. "Dari kemarin-kemarin kamu melarang aku untuk kontak sama Rina, memang masalah kamu apa?""Jelas-jelas aku sakit hati, Mas!" hardikku cepat."Sakit hati mulu yang kamu bicarain! Bisa nggak sedikit aja kamu kesampingkan sakit hati kamu! Oke aku sama Rina emang mantan! Tapi aku juga punya anak sama dia! Apa aku salah jika terus menjalin komunikasi sama anak-anak aku?" Sedikitpun dia tidak menunjukkan empati untukku. Bahkan dalam pandanganku dia tetap lebih condong kepada mantan istrinya tersebut. "Tapi kamu nggak bicara sama anak-anak kamu, Mas! Kamu bicara sama Rina! Nggak usah ngeles lagi kamu! Kamu kayak ngejar-ngejar dia terus! Aku nggak suka
Bab 47 (KBM 43)(Tolong Rin, balas pesan aku! Aku cuma merindukan anak-anak. Demi anak-anak, ayo kita perbaiki hubungan, atau aku akan ambil hak asuh anak-anak? Bagaimana?)Aku sedikit mengembangkan senyum. Saya rasa kalau menyebut masalah anak, Rina pasti tidak bisa berbuat banyak. Soalnya dari dulu Rina mempunyai kedekatan yang sangat akrab dengan amat anak. Dia pasti tidak ingin dipisahkan.Ting!Apa yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Pesan dari Rina.(Kamu mau ambil hak asuh anak? Kalau kamu mampu ambil saja! Apa kamu yakin bisa mengurusnya dengan baik? Kalau yakin ya udah, nanti aku anterin!)Whatt? Dia tak keberatan jika aku mengambil hak asuh anak-anaknya? Mengapa dia tidak merasa takut dengan ancamanku? Malah membalas dengan seenak jidat saja, seperti tidak terbebani dengan isi pesanku.Tapi nanti dulu, Aku akan mencoba untuk mengikuti alur permainannya. Sebab aku yakin ini hanya sikap kepura-puraannya saja. Aku tak yakin dia semudah itu memberi hak asuh anak-anak pada
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments