Share

Bab 3

last update Last Updated: 2023-12-15 18:21:48

Aku liat Mas Ahmad mulai melirik ke arah Mbak Rina dengan tatapan tak suka. Mungkin saja Mas Ahmad ingin memberitahu Mbak Rina jika apa yang telah dilakukan perempuan itu tak benar.

Mbak Rina memang tak pernah bisa bikin kedamaian. Tindakannya selalu saja memicu suasana keruh dan kacau. Kalau dipikir-pikir aku lebih suka jika dia enyah saja dari rumah ini. Tapi entahlah, karena tak tahu malu Mbak Rina masih saja kekeuh untuk tetap tinggal di rumah ini.

Aku menghela nafas.

"Mas, nggak usah marahin Mbak Rina, ya! Walau gimanapun aku udah maafin dia," aku tersenyum menatap Mas Ahmad.

Mas Ahmad menghembus nafas kasar.

"Beruntung kamu punya adik madu seperti Fika! Kalau nggak, aku nggak tahu apa yang akan terjadi!" suara Mas Ahmad terdengar agak kesal.

Mas Ahmad memang selalu lengket padaku. Terhitung sudah 3 bulan kami menikah, selama itu pula tak pernah dia bisa memarahiku. Dia bilang aku istri pilihan terbaik yang pernah ia miliki. Bangga memang bisa menjadi kebanggaan seorang suami.

Mbak Rina menghabiskan makanan yang ada di piringnya. Ia benar-benar mengabaikan Mas Ahmad yang sedang kesal padanya. Bahkan ia malah nambah nasi dan lauk ke piringnya tanpa rasa malu.

Luar biasa memang wanita ini. Bahkan mungkin tidak terbersit di hatinya untuk meminta maaf pada Mas Ahmad atau padaku.

"Rin, tuh nanti piringmu cuciin dulu! Jangan mau makan aja bisanya! Jangan cuma suruh Fika terus!" tegur Mas Ahmad.

Aku tersenyum dalam hati, kena tegur lagi dia. Ha ha... Ingin rasanya aku tergelak. Tapi tidak, itu bukan sikap yang baik untuk di tunjukkan di depan Mas Ahmad. Aku memutuskan untuk diam dan pura-pura tidak ambil pusing.

"Entar dulu ya, Mas! Aku belum selesai makan. Masakan Fika emang luar biasa," imbuh Mbak Rina.

"Apa yang kamu bilang emang bener. Tapi bukan itu yang sedang aku omongin. Aku bilang ntar piringmu cuci sendiri!"

"Biar ntar Fika aja yang cuciin piringnya, Mas. Nggak apa-apa," ucapku kemudian. Sengaja aku bilang begitu agar Mas Ahmad tahu betapa baiknya aku.

"Oke, terimakasih ya, Fik!" balas Mbak Rina.

Sial*n, andai saja tak ada Mas Ahmad di sini, tak mungkin aku rela untuk berkata seperti itu. Tapi tidak mengapa, anggap saja ini salah satu pengorbananku untuk Mas Ahmad.

"Ya Tuhaan! Sekali lagi kau harusnya bersyukur, Rina!" Mas Ahmad berkata kesal sambil meninggalkan ruangan dapur.

"Mbak, harusnya Mbak minta maaf sama mas Ahmad!" sergahku.

"Minta maaf? Memangnya salah apa yang udah aku perbuat sama dia?"

Oh ya ampuun, apa yang dia pikirkan? Sepertinya wanita ini tidak sadar akan kesalahannya. Oke baiklah, akan kukasih tahu dia.

"Mbak tanya salah apa? Mbak nggak nyadar apa kalo udah bikin Mas Ahmad kesal dan marah?Kenapa tadi gak iyain aja ketika dia suruh cuciin piring itu? "

Bukannya sadar, eh dia malah tetap tersenyum ringan ketika mendengar apa yang aku katakan barusan.

"Kesal dan marahnya dia itu adalah karena egonya sendiri. Lagi pula, kamu sendiri yang langsung menjawab kalo kamu aja yang ingin cuciin piringnya. Ya udah aku iyain. Terus salah aku apa?"

Ya Rabb

"Pantesan Mas Ahmad terus marah sama Mbak! Kamu emang selalu ngeselin! Mbak liat aku nggak? Pernah nggak Mas Ahmad semarah itu sama aku? Nggak pernah, Mbak? Itu karena aku bisa bikin dia nyaman! Harusnya Mbak bisa berpikir kayak aku. Biar nggak di selingkuhin sama suami!"

Rasanya aku mulai geram. Ini kesempatan aku bisa ngomong langsung sama dia, selagi Mas Ahmad tidak mendengar apa yang aku katakan.

"Iya, Fik. Aku juga salut amat sama kamu. Kamu bisa banget bikin Mas Ahmad nyaman. Servis kamu emang bagus. Aku pantas acungin jempol buat kamu. Tapi aku, aku kayaknya nggak perlu munafik agar bisa menjadi selingkuhan suami orang." Dia tertawa tipis.

Astaga! Apa dia menyinggungku?

"Mbak, aku ini bukan selingkuhan! Camkan itu! Aku ini adalah istri sah. Jadi Mbak jangan macam-macam!"

"Iya, sekarang kamu emang istri sah kok. Aku nggak sedang bicarain kamu. Kenapa kamu cepat banget tersinggung?"

"Udah, udah deh, Mbak. Lebih baik sekarang kamu urusin tuh lemak membuntal di perutmu itu! Biar Mas Ahmad nggak terlalu jijik nyentuhnya. Kan kasihan kamu kalo tiap malam Mas Ahmad cuma mau tidur sama aku doang. Kasihan tuh tubuhmu yang kayak ikan buntal di anggurin mulu!" Aku terkekeh. Kali ini biarkan saja dia tersinggung habis-habisan. Salah sendiri kenapa mau memulai. Dia pikir cuma dia yang bisa sindir menyindir? Nih aku langsung bilang blak-blakan, nggak pake sindiran.

"Kamu bener banget, Fik. Nih aku juga lagi urusin lemak-lemak di tubuh aku. Lagi pula, aku tertolong banget sama adanya kamu yang bantu-bantu di rumah ini. Jadi aku bisa lebih meluangkan waktu untuk mengurus dan merawat diri sendiri. Btw thank you, ya, Fik!" perempuan itu berkata sambil meninggalkan aku begitu saja.

Ooh, mungkin sekarang dia mau coba-coba perawatan diri? Ha ha... Ingin tertawa aku mendengarnya. Dia pikir mudah untuk mendapatkan tubuh ideal seperti punyaku? Oh itu tidak mudah, Ferguso! Kalo bawaan lahir udah jelek, ya mau di bawa kemanapun juga tetap jelek. Mimpi aja dia mau punya tubuh bagus. Andai saja dia punya tubuh yang emang dari sononya cantik, nggak mungkin Mas Ahmad kepincut sama aku. Atau minimal kalo dia pandai mengambil hati suami, mungkin saja Mas Ahmad masih berpikir dua kali untuk memiliki istri lain.

Tapi yang melekat pada diri Mbak Rina jauh dari kata-itu. Dia mah udah jel*k, plus nggak pandai menarik hati suami pula. Paket komplit emang.

Dulu ketika aku dan Mas Ahmad masih status pacaran, Mas Ahmad selalu mengeluh padaku soal istrinya itu. Mas Ahmad memang benar-benar muak sama Mbak Rina. Hanya saja Mbak Rina nggak sadar dan lagi-lagi dengan bod*hny masih mau bertahan.

Tersadar dari berbagai pikiran tentang perempuan itu, aku bergegas membereskan segala sesuatunya. Termasuk piring Mbak Rina tadi. Uh, sial*an.

Aku bisa merasa sedikit lega ketika semua terlihat kinclong. Untung tadi anak-anak Rina sialan sudah aku mandikan. Sebenarnya ini sangat melelahkan, tapi tak apa, aku bisa tunjukan pada Mas Ahmad jika Fika bisa mengurus rumah dengan baik meski harus nyambi mengurus dua anak pula.

Sekarang sudah waktunya aku membersihkan diri dan menata diri sebaik mungkin. Aku harus selalu terlihat bersih dan wangi, agar Mas Ahmad selalu betah.

Seusai mandi aku menuju lemari kosmetikku, mengambil pouch moisturizer kebanggaanku yang seharga jutaan ini.

Aku menarik nafas, skin care ini sudah hampir habis. Aku harus minta kepada Mas Ahmad untuk segera membeli yang baru. Lihat, ini telapak tanganku juga mulai terasa agak kasar, jadi aku akan mencarikan rekomendasi produk yang sedikit lebih bagus lagi.

Aku menghampiri Mas Ahmad. Eh, di depan kamar aku kembali berpapasan dengan wanita buntalan lemak ini. Wangi semerbak menembus hidung.

Hmm.... Apa dia sudah mengenal parfum? Wiih, ada kemajuan apa ini? Apa dia mau mencoba menjadi sepertiku?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 55

    Melihat nama yang tertera pada papan bunga tersebut, membuat duniaku seakan-akan runtuh. Ini seperti mimpi. Aku mencoba mencubit tanganku."Awww!" Ini sakit. Artinya aku tidak sedang bermimpi. Ini benar-benar nyata.Aku tidak pernah membayangkan jika Rina bersanding dengan pria lain. Jelas-jelas aku tidak bisa terima itu. Rina milikku, aku tidak rela melihatnya jatuh ke pelukan laki-laki lain. Lagi pula ini baru beberapa bulan saja, Rina! Kita baru saja berpisah. Tapi meskipun kami sudah berpisah, tahukah kamu kalau sesungguhnya dalam hatiku masih sangat mencintaimu Rina!Tapi aku belum bisa percaya. Aku akan memastikan terlebih dahulu, apakah yang sedang melangsingkan acara pernikahan ini benar-benar dia, atau ada Rina yang lain. Setidaknya aku harus mengecek kebenarannya dengan mata kepalaku sendiri terlebih dahulu.,Dengan serta merta aku berjalan menyusuri jalanan yang sudah disediakan. Aku pedulikan lagi arahan para petugas yang sedang berjaga. Aku berjalan menerobos dengan ce

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 54

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 53

    Fika"Mas, mas tahu enggak, tuh si Rina ternyata udah asik-asikan main belakang sama pria lain. Makanya ya, Mas nggak usah terlalu mengingat-ngingetin wanita itu lagi!" Aku memberi laporan. Ya iyalah wajar aku marah, sebab aku ingat betul Mas Ahmad terus saja menyebut nama Rina akhir-akhir ini. Harusnya tuh perhatian Mas Ahmad bukan sama Rina tapi sama aku yang lagi hamil anaknya. Harusnya dia manja-manjain aku. Ini buru-buru manjain, menyentuh aku aja semingguan ini kagak. Jadi aku akan membuat perhitungan padanya. Aku akan memberitahu apa yang sudah kulihat tadi biar dia tahu bagaimana perilaku buruk mantan istrinya.Mendengar perkataanku taKekecewaanku sama Mas Ahmad semakin bertambah saja.di spontan Mas Ahmad menoleh."Apa? Rina jalan sama pria? Yang bener aja?" Dia menatapku tajam."Ya iyalah, masa aku bohong! Aku melihat pakai mata kepala aku sendiri! Makanya aku kasih tahu Mas, wanita itu bener-bener nggak punya harga diri, Mas! Lihat belum lama kok kalian bercerai, dia udah

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 52

    "Mmaksudnya? Kamu mau datang ke orang tuaku? Buat apa, Pak?" Aku terkejut sekali.Bastian tersenyum. Uuuh, aku baru sadar ternyata semanis itu senyum yang ia miliki. Tubuhku yang hanya setinggi 150 cm ini harus menengadah jika ingin melihat wajah lelaki yang lebih tinggi 30 cm dariku tersebut. "Aku berkata begitu untuk menunjukkan kalau aku memang benar-benar serius. Aku tidak ingin kamu menganggapku berbohong.?" Senyumnya kembali terukir. "Dan, aku akan benar-benar akan menenui orang tuamu disaat kau sudah merasa siap." Ucapnya lagi."Apa yang ingin harapkan dari aku, Pak? Sekali lagi aku katakan, aku ini janda. Status yang kadang dipandang negatif di sebagian orang. Kurasa Anda perlu berpikir untuk beberapa bulan ke depan untuk memastikan kalau pikiran Anda tidak benar. Akan terlalu naif jika Bapak menaruh perasaan seperti itu pada seseorang seperti aku," ucapku. Aku mengatakan begitu karena aku merasa jika aku tidak sempurna untuk menemani hidupnya. Di usiaku yang ke 28 tahunan

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 51

    RinaAku terdiam mendengar kata-kata yang baru saja kudengar. Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bastian. Sama sekali aku tidak pernah membayangkan ucapan seperti itu akan meluncur dari bibirnya. Karena memang tidak pernah terpikirkan olehku. Tidak. Dia pasti bercanda. Tapi candaan macam apa yang dia katakan? "Rin, bagaimana? Jangan bilang kalau kamu menganggapku main-main!" Aku kembali berdegup, baru saja Aku ingin bertanya, tapi jawaban telah mendarat di telinga mendahului pertanyaan yang akan aku utarakan."Pak, aku... Aku...," Tentu saja aku kebingungan dengan apa yang akan aku katakan.Menanggapi perkataannya sungguh sebuah masalah yang sulit untuk dipecahkan."Apa kamu akan menolakku?" Meskipun aku tidak sedang melihat ke arahnya. Tapi aku tahu tatapannya sedang menatapku lekat. Jujur saja aku takut untuk balik membalas tatapan netranya. Rasanya ini berat. "Rin, aku tahu kamu bingung, karena aku mengungkapkan hal seperti itu ini dalam keadaan mendadak b

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 50

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status