/ Romansa / Tak Kusangka Istriku Presdir / 1. Tak Ada yang Peduli

공유

Tak Kusangka Istriku Presdir
Tak Kusangka Istriku Presdir
작가: Zidney Aghnia

1. Tak Ada yang Peduli

작가: Zidney Aghnia
last update 최신 업데이트: 2021-12-16 16:07:13

 

 

Melly baru saja merebahkan tubuhnya di kasur berukuran 180x200 sentimeter. Tulang-tulang punggungnya serasa mau patah setelah setengah hari tanpa henti melakukan pekerjaan rumah. Seisi kamarnya pun semua hanya terlihat seperti bayangan karena penglihatannya yang lelah dan mengabur. 

 

"Melly! Kamu jangan tiduran aja, itu setrikaan masih numpuk!" teriak Lian, kakak iparnya.

 

"Iya, Mbak, aku lagi enggak enak badan," jawab Melly Lirih.

 

"Tadi pagi kamu baik-baik aja!"

 

"Tadi pagi udah meriang, cuma aku gak dirasa aja, Mbak. Tapi, sekarang aku udah ngerasa mau demam. Aku nyetrikanya besok aja, ya?"

 

"Kalau besok kamu masih alasan sakit gimana? Gak jadi lagi nyetrikanya? Terus Alan mau kerja pake baju apa?" hardiknya lagi sambil berlalu meninggalkan kamar.

 

Melly mengambil ponsel jadulnya yang masih dengan kamera beresolusi rendah, mencari sebuah kontak untuk dikirimi pesan singkat.

 

[Yank, aku gak enak badan. Aku boleh minta uang untuk bayar orang buat setrikain baju yang udah numpuk?]

 

[Emang kamu gak bisa ngerjain sendiri?]

 

[Kan, tadi aku bilang lagi gak enak badan, Yang]

 

[Ya, udah pake uang yang tadi pagi aku kasih aja.]

 

Melly lantas memutuskan telepon sepihak serta melempar ponsel ke ranjangnya. Karena percuma saja tak akan ada hasilnya berbicara dengan Alan, suaminya.

 

"Uang yang mana! Dia kasih aku cuma lima puluh ribu sehari, mana cukup!" ujarnya kesal. "Sekarang tinggal sepuluh ribu lagi, itu pun buat jajan Alea. Gimana mau bayar orang! Dasar gak peka!"

 

Melly memutuskan untuk istirahat beberapa waktu supaya meriangnya berkurang. Rencananya, ia akan menyetrika pakaian kerja Alan nanti malam.

 

Selama menikah, Melly bagai dikurung dalam sangkar, tetapi bukan sangkar emas. Ia tidak bisa bergaul sebagaimana mama muda di usianya yang hangout bersama teman-temannya.

 

Ia juga tidak memiliki uang lebih untuk membeli kebutuhan pribadinya. Jangankan untuk itu semua, untuk kebutuhan harian saja ia harus pandai-pandai mengatur menu makan setiap harinya.

 

Keseharian Melly hanya habis untuk mengurus pekerjaan rumah tangga dan mengasuh putri kecilnya yang berusia tiga tahun. Keinginannya untuk bersenang-senang tak pernah terealisasi barang sekali pun: tidak dengan suaminya maupun teman-temannya.

 

Alan adalah suami yang sangat tidak peka. Melly hanya diberi uang belanja setiap harinya lima puluh ribu: untuk makan keluarganya dan juga keluarga kakak iparnya yang tinggal satu rumah. Kebutuhan pokok sudah tersedia karena semuanya Alan yang mengatur.

 

Lian dan keluarganya tinggal di rumah Melly karena belum mempunyai rumah tetap. Oleh karena itu, mertuanya Melly memberi saran untuk tinggal di rumah Melly saja untuk sementara waktu.

 

"Melly! Masih tiduran aja kamu! Itu liat Alea berantakin rumah!"

 

"Alea, kan, main sama Rachel, Mbak. Biar aja mereka yang beresin sama-sama.

 

"Enak aja, itu kan mainan Alea! Lagian juga Rachel mau aku mandikan!"

 

"Iya, Mba. Sebentar aku bereskan." Melly mencoba mengalah dengan ucapan lirih.

 

"Cepat! Aku gak suka liat rumah berantakan!" bentaknya sembari menggendong Rachel ke kamar mandi.

 

Aah, udah tinggal numpang, makan numpang, main mainan punya anakku, gak tau diri lagi! Dia pikir siapa tuan rumahnya? Seenak jidat nyuruh-nyuruh! Melly membatin.

 

Ia bergegas ke ruangan di mana Alea mengeluarkan semua mainannya dengan langkah sempoyongan. Walaupun kepalanya merasa berkunang-kunang, mata perih, dan seakan mau pingsan, ia memaksakan untuk membereskan mainan yang berserakan di seluruh penjuru ruang tamu.

 

"Alea Sayang, bantu Bunda masukkin mainannya ke kotak, yuk?"

 

"Iya, Bunda. Alea, kan, anak baik," jawab putrinya yang menggemaskan itu.

 

Setelah itu Melly memasak untuk makan malam karena sebentar lagi Alan akan sampai di rumah.

Ia hanya sempat membuat nasi goreng dan telur dadar dikarenakan tidak banyak tenaga yang dimilikinya saat itu. Menu makan siangnya pun sudah tak bersisa. Padahal, ia ingat betul kalau belum makan sejak pagi karena tak ada selera sama sekali untuk makan. Seharusnya, lauk jatah Melly masih ada, tetapi kenyataanya hanya tinggal piring kosong yang tersisa di meja.

 

"Assalamu'alaikum." Alan dan Roby pulang bersamaan ketika Melly sedang mencuci piring ditemani Alea yang sedang bermain di sampingnya.

 

"W*'alaikumussalam." Melly menjawab salam mereka.

 

"Pah, capek, ya? Makan dulu, yuk?" sahut Lian sambil membuka tudung saji. "Apa ini? Cuma nasi goreng sama telur?" Emang gak ada sayuran apa, Mel?"

 

"Besok Mbak kasih aku uang belanja buat beli sayuran, ya? Karena uang dari Mas Alan gak cukup buat makan dua keluarga. Itu pun aku sama sekali gak kebagian jatah makan hari ini loh!"

 

Sontak Lian bergeming karena tak bisa menjawab permintaan Melly. Ia tak mengacuhkan Melly dan mengambilkan makan untuk Roby dan Rachel dengan porsi yang sangat penuh, sedangkan Melly mengambilkan untuk Alan dan menyisihkan sedikit untuk Alea.

 

"Kamu gak makan?" tanya Alan.

 

"Emangnya ada yang bisa kumakan?" jawab Melly ketus diiringi Alan, Lian, dan Roby yang menatap mangkuk nasi goreng yang sudah bersih tak tersisa. Lian dan keluarganya makan dengan santai tanpa memedulikan Melly yang sudah memasak untuk mereka.

 

"Kamu masak nasi lagi aja, lauknya masih ada, kan?" ujar Alan kepada istrinya yang terlihat dongkol.

 

"Gak usah, aku gak lapar!" jawab Melly ketus. "Aku ke kamar dulu mau salat," lanjutnya sambil menuntun Alea.

 

"Jangan lupa nyetrika, Mel! Alan udah gak ada baju, kan, untuk besok!" hardik Lian seketika.

 

"Gak apa-apa, Kak. Alan bisa nyetrika sendiri," Alan pun menanggapi.

 

"Jangan dibiasain, Lan. Nanti dia manja!"

Alan tak menjawab. Sementara itu, Melly merasa sedikit lega karena mendengar Alan membelanya.

 

Selesai salat, Melly pergi ke ruang belakang menyempatkan untuk menyetrika baju kerja suaminya. Tiba-tiba dari depan pintu, Lian melontarkan beberapa helai baju di atas tumpukan setrikaan Melly dengan tak acuh. Sikapnya itu membuat Melly geram. Ia mendelik tajam pada ipar wanitanya itu, lalu kembali fokus menyetrika. Padahal, hatinya sedang berkecamuk.

 

"Sekalian baju Roby, ya?!" ujarnya tanpa dosa sambil meninggalkan Melly.

 

Melly menghela napas dalam-dalam, "Sabar Mel, ini cuma dua pasang baju. Kalau sepuluh kusetrika sampe gosong semua ini baju!" Melly berusaha menghibur diri.

 

Malam hari, demamnya semakin tinggi. Melly menggigil kedinginan dengan dahi dipenuhi keringat. Alan yang sudah tertidur lelap di sisinya tidak merasakan jika istrinya sedang menahan sakit hingga pagi harinya demam semakin tinggi.

 

Pagi harinya Melly bangun terlambat dan tidak sempat menyiapkan sarapan. Untung saja dirinya sudah membelikan roti sore sebelumnya untuk sarapan Alan karena khawatir jika ia tidak sempat menyiapkan sarapan ... dan benar saja firasatnya.

 

"Alaan? Mana Melly? Kenapa dia enggak buat sarapan!"

 

"Dia lagi kurang sehat, Kak."

 

"Alaaah, sakit dibuat-buat biar dia gak ngerjain kerjaan rumah, tuh! Terus kita sarapan apa?"

 

"Alan udah sarapan, Kakak bikin sendiri aja buat Mas Roby. Alan pamit, Kak. Assalamu'alaikum!"

 

"Arrrgghh, ngeselin banget si Melly. Pake acara sakit segala, sih! Sial!"

 

Lian adalah anak perempuan pertama dan satu-satunya di keluarga Alan, ia sangat dimanja oleh keluarganya. Karena itu, ia tidak bisa melakukan pekerjaan rumah apa pun selain melayani suami dan anaknya, tentunya dengan segala hal yang sudah disiapkan Melly.

 

Melly sudah berpakain rapi dengan celana jeans serta tunik berwarna biru dongker dan bersiap-siap pergi.

 

"Mau ke mana kamu!" tanya Lian dengan menghardik.

 

"Mau ke dokter."

 

"Ke dokter aja rapi banget, mo hengot (hang out) kali!"

 

"Astagfirullahaladzhiim, pikiranmu itu, Mbak. Terserah Mbak ajalah mau ngomong apa!"

 

"Ya, terserah aku lah. Terus si Alea gimana?"

 

"Ya, di sinilah. Alea itu masih kecil, jadi rawan kalau dibawa ke rumah sakit, Mbak."

 

"Alea Sayang, Alea main dulu sama Rachel dan jadi anak baik, ya?" ucap Melly yang berjongkok supaya sejajar dengan Alea.

 

"Iya, Ma." Alea menarik lekukan senyum di bibirnya.

 

"Udah sana, jangan lama-lama! Aku lagi sibuk gak bisa jaga Alea!"

 

Melly lantas pergi ke rumah sakit seorang diri. Sampai di sana ia melakukan pemeriksaan dan menjalani beberapa tes yang disarankan dokter.

 

Selama tiga jam lamanya, ia menanti hasil di ruang tunggu. Rasa suntuk melanda sampai akhirnya seorang perawat memanggil namanya. Betapa terkejutnya saat ia melihat hasil tes yang diberikan perawat itu. Matanya sampai tak berkedip selama beberapa detik untuk memastikan apa yang dilihatnya itu tidak salah.

 

 

 

 

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   35. Kekesalan Alan yang Menggebu-gebu

    Sementara itu, ponsel di dalam kantong gamisnya bergetar. Melly mengambilnya dan memeriksa sebuah pesan singkat yang masuk.[Selamat kembali miskin, Melly. Hahaha]Melly tercengang dengan isi pesan tersebut. Apalagi setelah melihat nama si pengirim yang terpampang dengan jelas tertulis nama “Mbak Lian”. Pandangannya beredar mencari sosok Lian. Apa dia yang menyebabkan kebakaran rumahnya tersebut? “Kurang ajar! Masih berani unjuk gigi dia!” Melly tersulut emosi.Beruntung kebakaran tak mengenai rumah tetangga di sekitarnya karena jarak bangunan rumah Melly tak terlalu dekat ke dinding pembatas. Tepatnya, rumah Melly berada di tengah-tengah ruang lingkup lahan di antara taman-taman kecil.“Dia harus bertanggung jawab atas semuanya!” Melly meremas ponselnya sambil mencari-cari batang hidung kakak iparnya.“Kamu kenapa?” tanya Alan yang bingung melihat tingkah laku Melly.“Kamu pasti gak percaya ini, Yank.”“Soal a

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   34. Kebakaran di Rumah Melly

    Pukul empat dini hari, ponsel Alan terus bergetar. Alan dan Melly terlalu lelah hingga tak merasakan getaran di kasur yang berasal dari ponselnya. Enam panggilan tak terjawab muncul di layar ponsel.“Bunda ....” Alga terbangun, memanggil dengan suara mungilnya. Ia merangkul perut Melly, menginginkan asupan ASI karena merasa lapar. “Bunda ....?” panggilnya lagi.Melly terbangun setelah Alga merengek-rengek manja. “Iya, Sayang.”Alga kembali memejamkan mata setelah Melly menyusuinya. Sepuluh detik kemudian, ia baru merasakan ponsel Alan yang bergetar tanpa nada. Di sampingnya, Alan tampak sangat pulas.Tak tega membangunkan Alan, Melly meraih ponsel yang sudah membuatnya terganggu malam-malam. Namun, ia penasaran karena nama Mala yang muncul di layar panggilan.“Halo. Kena—“Kakaaaak! Kak, Mel, halo!” Suara Mala sedikit berteriak, nadanya terdengar cemas. Suasana di telepon juga sangat riuh dan sayup-sayup terdengar orang-orang yan

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   33. Kembalinya Melly ke Rumah

    "Saya gak sangka polisi sampai mencari ke sana, Pak?" tanya Alan."Bukan kami, Pak. Ada orang yang membawanya kemari tadi pagi."Mata mereka saling beradu tatap keheranan. Semuanya bertanya-tanya akan siapa menggelandang Siska ke kantor polisi."Siapa membawa dia ke sini, Pak?" tanya Lisa ingin tahu.Mata polisi itu seperti mencari seseorang di ruangan yang luas itu. Kemudian, seorang pria dan seorang wanita memasuki ruangan."Itu dia orangnya!" sahut Polisi Deri, menunjuk orang yang baru saja masuk dengan menggunakan kacamata hitam bersama seorang lelaki di belakangnya.Lisa, Mala, dan Alan serempak menoleh ke arah yang ditunjuk Pak Deri. Semuanya makin tersentak ketika melihat kedua orang yang berjalan mendekati mereka itu.Sementara itu, Siska malah mengerlingkan mata dengan sudut mulut mencibir. Tanpa menoleh pun ia sudah tahu siapa yang datang. "Melly?" ujar Lisa."Kak Bima?" sahut Mala.Melly

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   32. Tertangkapnya Siska

    "Permisi ...," ujar dua perawat datang menggantikan pakaian Alea dengan kain polos berwarna putih.Suasana haru memenuhi ruangan. Alan sudah menghubungi kedua orang tua dan mertuanya untuk mempersiapkan segala sesuatunya di rumah duka.Semua sudah bersiap pergi. Namun, Melly belum boleh pulang karena keadaannya yang belum pulih total dengan lengan dan kepala yang masih dibebat perban. Mala ingin menemaninya di rumah sakit. Akan tetapi, Melly tidak memperbolehkannya.Saat itu ia hanya ingin menyendiri, mengingat masa-masa terakhir bersama putrinya. Pada hari kecelakaan adalah hari di mana ia benar-benar merasa paling bahagia sebelum akhirnya berujung duka.***Ambulance sudah sampai di rumah Alan. Terlihat orang-orang yang mengurus jenazah sudah siap di sana bersama para tamu yang akan memberikan ucapan duka.Pukul 14.30 jenazah Alea sudah siap dimakamkan setelah selesai disalati. Seluruh keluarga beriringan mengantar jenazah ke t

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   31. Sakit yang Hilang

    “Shoot!"Dokter Dimas menggunakan alat pacu jantung lagi! Lalu, seorang perawat meletakkan defibrilator ke tempatnya semula.Dokter Dimas melakukan CPR lagi dengan satu telapak tangannya. Satu kali, dua kali, tiga kali, empat kali—Tiba-tiba … terdengar suara ventilator berbunyi normal lagi."Alhamdulillah," sahut Dokter Dimas diikuti semua orang yang ada di ruangan."Tekanannya sudah normal semua, Dok," jelas salah satu perawat seraya melepas tabung ventilasi manual dan menggantinya dengan dengan mesin.Alan menyungkurkan dirinya di lantai, saling berpelukan dan menangis bersama istrinya."Dokter ... terima kasih banyak, Dok. Terima kasih ....""Sudah jadi tugas saya, Pak. Nanti perawat akan mengontrol kondisinya selama enam jam ke depan. Tolong diawasi terus, ya, Pak. Saya permisi dulu."Dokter Dimas keluar ruangan bersama dua perawatnya yang membawa mesin defibrilator.Sementara, Melly berjalan d

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   30. Code Blue

    “Enggak ... itu kesalahan aku, Yaaang! Pak Cahyadi … Alea … jadi begini karena aku ...." Ia menangis sesenggukan sampai terdengar ke luar ruangan. "Tenang dulu ya, Bunda. Pak Cahyadi udah diurus sama Mala. Dia juga udah mewakilkan belasungkawa untuk keluarganya."Melly terdiam. Tangisnya berangsur mereda. Ia lebih tenang dalam pelukan suaminya. Segera ia menghampiri putrinya yang masih terpejam tak sadarkan diri dengan meraba-raba sekitar kamar sampai akhirnya bisa menyentuh Alea.Melly mencari posisi wajah putrinya, memindahkan sentuhannya ke bagian atas kepalanya yang dibalut perban. Ia merendahkan dirinya mendekati wajah Alea ingin mencium, tetapi terhalang selang ventilator. Ia hanya bisa memandang dalam angan-angan melalui sentuhannya.Ia mencoba naik ke ranjang putrinya untuk tidur berdampingan seperti yang biasa mereka lakukan di rumah. Salah satu tangannya berpindah ke atas tubuh Alea. Ia ingin merasakan memeluk dan menggendongnya lagi se

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status