"Saya gak sangka polisi sampai mencari ke sana, Pak?" tanya Alan.
"Bukan kami, Pak. Ada orang yang membawanya kemari tadi pagi."Mata mereka saling beradu tatap keheranan. Semuanya bertanya-tanya akan siapa menggelandang Siska ke kantor polisi."Siapa membawa dia ke sini, Pak?" tanya Lisa ingin tahu.Mata polisi itu seperti mencari seseorang di ruangan yang luas itu. Kemudian, seorang pria dan seorang wanita memasuki ruangan."Itu dia orangnya!" sahut Polisi Deri, menunjuk orang yang baru saja masuk dengan menggunakan kacamata hitam bersama seorang lelaki di belakangnya.Lisa, Mala, dan Alan serempak menoleh ke arah yang ditunjuk Pak Deri. Semuanya makin tersentak ketika melihat kedua orang yang berjalan mendekati mereka itu.Sementara itu, Siska malah mengerlingkan mata dengan sudut mulut mencibir. Tanpa menoleh pun ia sudah tahu siapa yang datang."Melly?" ujar Lisa."Kak Bima?" sahut Mala.MellyPukul empat dini hari, ponsel Alan terus bergetar. Alan dan Melly terlalu lelah hingga tak merasakan getaran di kasur yang berasal dari ponselnya. Enam panggilan tak terjawab muncul di layar ponsel.“Bunda ....” Alga terbangun, memanggil dengan suara mungilnya. Ia merangkul perut Melly, menginginkan asupan ASI karena merasa lapar. “Bunda ....?” panggilnya lagi.Melly terbangun setelah Alga merengek-rengek manja. “Iya, Sayang.”Alga kembali memejamkan mata setelah Melly menyusuinya. Sepuluh detik kemudian, ia baru merasakan ponsel Alan yang bergetar tanpa nada. Di sampingnya, Alan tampak sangat pulas.Tak tega membangunkan Alan, Melly meraih ponsel yang sudah membuatnya terganggu malam-malam. Namun, ia penasaran karena nama Mala yang muncul di layar panggilan.“Halo. Kena—“Kakaaaak! Kak, Mel, halo!” Suara Mala sedikit berteriak, nadanya terdengar cemas. Suasana di telepon juga sangat riuh dan sayup-sayup terdengar orang-orang yan
Sementara itu, ponsel di dalam kantong gamisnya bergetar. Melly mengambilnya dan memeriksa sebuah pesan singkat yang masuk.[Selamat kembali miskin, Melly. Hahaha]Melly tercengang dengan isi pesan tersebut. Apalagi setelah melihat nama si pengirim yang terpampang dengan jelas tertulis nama “Mbak Lian”. Pandangannya beredar mencari sosok Lian. Apa dia yang menyebabkan kebakaran rumahnya tersebut? “Kurang ajar! Masih berani unjuk gigi dia!” Melly tersulut emosi.Beruntung kebakaran tak mengenai rumah tetangga di sekitarnya karena jarak bangunan rumah Melly tak terlalu dekat ke dinding pembatas. Tepatnya, rumah Melly berada di tengah-tengah ruang lingkup lahan di antara taman-taman kecil.“Dia harus bertanggung jawab atas semuanya!” Melly meremas ponselnya sambil mencari-cari batang hidung kakak iparnya.“Kamu kenapa?” tanya Alan yang bingung melihat tingkah laku Melly.“Kamu pasti gak percaya ini, Yank.”“Soal a
Melly baru saja merebahkan tubuhnya di kasur berukuran 180x200 sentimeter. Tulang-tulang punggungnya serasa mau patah setelah setengah hari tanpa henti melakukan pekerjaan rumah. Seisi kamarnya pun semua hanya terlihat seperti bayangan karena penglihatannya yang lelah dan mengabur."Melly! Kamu jangan tiduran aja, itu setrikaan masih numpuk!" teriak Lian, kakak iparnya."Iya, Mbak, aku lagi enggak enak badan," jawab Melly Lirih."Tadi pagi kamu baik-baik aja!""Tadi pagi udah meriang, cuma aku gak dirasa aja, Mbak. Tapi, sekarang aku udah ngerasa mau demam. Aku nyetrikanya besok aja, ya?""Kalau besok kamu masih alasan sakit gimana? Gak jadi lagi nyetrikanya? Terus Alan mau kerja pake baju apa?" hardiknya lagi sambil berlalu meninggalkan kamar.Melly mengambil ponsel j
Melly sangat terkejut mendapati hasil tes. Ternyata ia positif mengandung calon adik Alea."I-ini serius, Dok?" tanya Melly tak percaya."Iya, Bu. Ini hasil USG-nya dan usia kandungan Ibu sudah masuk minggu ketujuh.""Terus kenapa saya demam, Dok?""Sepertinya, karena kurang asupan atau kelelahan. Karena sekarang Bu Melly sudah berbadan dua, sebaiknya Ibu banyak istirahat di trimester pertama ini, ya." Dokter memberikan nasehat.Benar, akhir-akhir ini pekerjaanku terlalu berat, ditambah sejak kemarin pagi aku tidak berselera makan, ucapnya dalam hati."Terima kasih, Dok, saya permisi."Melly melamun dan memikirkan bagaimana ia akan menjaga asupan sehatnya? Sementara, ia harus bekerja ekstra, ditambah uang yang diberi Alan tidak cukup untuk membeli makanan bergi
Sore ...." Suara seorang lelaki yang memasuki rumah. "Wah, lagi pada ngumpul ni. Padahal, aku bawa Pizza buat Mbak Mel sama Alea," sahut Dilan, adik dari Alan, sambil menunjukkan dua dus pizza berukuranLarge."Sini bagi Kakak, Lan! Kakak gak kebagian makan, tau!" Lian berdecak sembari berdiri dan melirik dengan tajam ke arah Melly."Ini yang satu buat Kakak sama Mami, satu dus lagi buat kakak iparku yang cantiiik.""Melly gak usah, Lan. Dia udah makan banyak tadi. Ya, kan, Mel?" Rosa, mertuanya, menunggu jawaban "ya" dari Melly.Melly hanya mengangguk segan. Pasalnya, selama berumah tangga dengan Alan, belum pernah sekali pun diajaknya makan di luar atau sesekali membelikan makanan enak. Baru saja ada yang membawakan makanan enak, ia malah harus mengalah dan menahannya. Melly pun haya bisa meneguk air liurnya dalam-dalam.
Mel, didik anak kamu yang benar supaya gak nyelakain orang!" hardiknya.Melly menatap wanita itu geram, menahan kekesalannya yang selama ini ditahan. Ia merapatkan mata sesaat, membayangkan sedang mengacak-ngacak rambut wanita itu, lalu menjungkirbalikkan tubuhnya dan melempar ke tempat pembuangan akhir. Setelah puas, ia kembali membuka matanya."Ngapain kamu merem-merem?! Mau nangis lagi, hah! Dasar Cengeng!"Melly lantas menjejakkan kakinya di lantai dan menggeram bak kucing yang siap berkelahi dengan lawannya, lalu meninggalkan Lian dan masuk ke kamarnya.Sebenarnya, ia tidak tahan ingin melakukan apa yang baru saja dibayangkan. Jika saja itu bukan kakak iparnya, dia pasti sudah menelannya mentah-mentah walaupun rasanya pasti getir.Melly terus berjalan bolak-balik di kamarnya. Ia merapatkan mata sembari mendinginkan kepala. 
Duuh yang abis senang-senang. Jalan-jalan sama siapa, tuuh …?!" sindir wanita yang tidak menyukai Melly setelah Melly memasuki teras depan rumah.Melly melihat suaminya sudah pulang dan sedang duduk sambil melihat acara televisi.“Kasian tu laki, pulang kerja gak ada yang masakin!"Melly tak menggubris sindiran wanita itu."Lan, ceraikan aja dia! Udah main seenaknya, gak tahu waktu, ngabisin duit suami, gak becus ngurus suami pula." Lian terus mengoceh tanpa lelah.Melly acuh tak acuh. Ia menarik salah satu kursi makan dan meminta suaminya duduk, lalu ia mengeluarkan sekotakbeefstrudledan satucup ice cappucino. Lian tercengang melihat apa yang dikeluarkan Melly daripaperbag."Kamu punya uang buat beli ini?" tanya suaminya."Ini dibeliin Lisa, Yang.
Dilan mengangguk. "Mau ke mana, Mbak Mel?""Mau ke toilet sebentar."Wanita berusia 25 tahun itu bergerak cepat menuju toilet karena merasa ada sesuatu yang akan keluar dari pencernaannya. Ia pun menepuk-nepuk dadanya agar mualnya bisa sedikit tertahan, menutup rapat-rapat mulut dengan telapak tangannya.Karena merasa mualnya sudah naik sampai kerongkongan, ia bergegas memasuki toilet wanita. Dengan sedikit tersungkur di depan watercloset, semua penganan yang ia santap sebelumnya, habis cepat terkuras.Tubuhnya gemetar dan kehabisan tenaga. Ia sejenak menyandarkan diri di dinding kamar mandi mall, mengatur napas perlahan-lahan demi mengumpulkan kembali energinya.Melly kembali melangkah dengan elok menuju tempat para waitress dan kasir berkumpul untuk menghampiri waitress yang tadi datang ke mejanya. Ia meminta total harga yang belum dibayar dan segera melunasi dengan kartu ATM-nya.Setelah kembali ke mejanya, tak lama waitress membawa