Share

2. Lelaki Pembawa Pizza

Melly sangat terkejut mendapati hasil tes. Ternyata ia positif mengandung calon adik Alea.

 

"I-ini serius, Dok?" tanya Melly tak percaya.

 

"Iya, Bu. Ini hasil USG-nya dan usia kandungan Ibu sudah masuk minggu ketujuh."

 

"Terus kenapa saya demam, Dok?" 

 

"Sepertinya, karena kurang asupan atau kelelahan. Karena sekarang Bu Melly sudah berbadan dua, sebaiknya Ibu banyak istirahat di trimester pertama ini, ya." Dokter memberikan nasehat.

 

Benar, akhir-akhir ini pekerjaanku terlalu berat, ditambah sejak kemarin pagi aku tidak berselera makan, ucapnya dalam hati.

 

"Terima kasih, Dok, saya permisi."

 

Melly melamun dan memikirkan bagaimana ia akan menjaga asupan sehatnya? Sementara, ia harus bekerja ekstra, ditambah uang yang diberi Alan tidak cukup untuk membeli makanan bergizi untuk dua keluarga sekaligus.

 

Selama perjalan pulang, kepalanya dipenuhi banyak pikiran, entah harus merasa senang atau sebaliknya. Ia seperti memiliki beban yang sulit dipikul.  

 

"Assalamu'alaikum."

 

Tak ada jawaban dari siapa pun saat ia mengucap salam dari depan pintu. Kemudian, samar-samar ia mendengar suara tangisan putrinya. Firasatnya tidak enak. Segera Melly membuka pintu dan menghampiri Alea di ruang tengah yang sedang menangis sesenggukan.

 

"Alea, kenapa nangis, Sayang?" 

 

"Kuping Alea sakit, Ma. Ma-mainan Alea diambil Ahel," ucapnya sambil menunjuk mainan yang dipegang Rachel.

 

"Rachel Sayang, Tante pinjam mainannya sebentar boleh?" 

 

Tanpa menjawab, Rachel malah menangis dan berlari menghampiri Lian yang sedang berjalan menghampiri mereka.

 

"Kamu apakan anakku!" sentak Lian tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.

 

"Aku yang harusnya nanya kenapa Alea bisa nangis begini, Mbak?!"

 

"Oh, itu. Anak kamu itu pelit gak mau berbagi, jadi aku jewer sedikit. Makanya didik anak kamu yang benar, Mel!" hardiknya.

 

Gemuruh di dadanya mulai bersahutan. Pikiran yang satu belum selesai sudah timbul masalah baru. "Bukannya pelit, Mbak, tapi Alea gak pernah dapat giliran main. Kenapa Rachel gak dibelikan mainan aja, sih, Mbak? Jadinya gak perlu rebutan, kan, dan Mbak gak harus nyakitin Alea kaya gitu! Dia masih anak-anak, loh!"

 

"Sayang! Buang-buang duit aja!" decaknya tanpa rasa bersalah.

 

Lantas, Melly mengusap dan meniupi telinga Alea yang merah setelah dijewer iparnya itu. Dalam pelukan sang ibu, tangisan Alea berkurang. Melly pun menyapu linangan air mata di pipi Alea.

 

"Ya, kalo gitu jangan bilang Alea pelit, tapi Mbak yang pelit gak sayang anak sendiri! Sekarang gini, deh, apa Mba rela kalo Rachel aku jewer juga!" ujar Melly yang mulai geram.

 

Tamparan mendarat tepat di pipi kiri Melly. Wajahnya terlihat memerah penuh emosi, ubun-ubunnya serasa terbakar. Ia mengepalkan tangan dan berniat membalas tamparan iparnya tadi, tetapi ia mencoba menahannya walaupun hatinya merasa berat. Ia lantas menghampiri Lian dan sigap mengambil mainan yang dipegang Rachel.

 

Merasa mainannya direbut, Rachel pun berteriak dengan menangis kencang.

 

"Melly!" suara teguran dari ruang tamu.

Melly tersentak kaget melihat siapa yang datang dari belakangnya.

 

"Apa-apaan kamu!" Lina menghampiri Melly, "Kenapa kamu bikin cucuku nangis!"

 

"Mbak Lian yang bikin Alea nangis duluan, Mi." sanggah Melly pada mami mertuanya.

 

"Bohong! Alea yang gak mau berbagi mainannya sama Rachel, Mi. Terus Melly rebut mainan dari tangan Rachel gitu aja, makanya Rachel nangis gini." Lian berkelit coba membela diri dan menyalahkan Melly. 

 

"Kamu, tuh, gak boleh pelit sama saudara, Mel. Masa soal mainan anak-anak aja itung-itungan!" tuduh Rosa yang hanya mendengar sepihak dari Lian.

 

"Gimana gak itung-itungan, Mi? Mbak Lian udah numpang di rumah aku, makan tinggal makan gak modal, main mainan punya Rachel, terus Melly harus ngerjain semua kerjaan dia juga!" Emosi Melly memuncak sehingga dia meluapkan semua kekesalan yang telah lama dipendamnya.

 

"Apa? Rumah kamu? Ha-ha-ha ...." Lian terbahak. "Gak salah dengar? Ini rumah Alan kali!" Lian mengejek sambil melipat tangan di depan dada.

 

"Iya rumah Alan rumah aku juga. Kenapa Mbak gak minta rumah sama Mas Roby yang jadi kebanggaan itu, hah!"

 

"Kurang ajar kamu, ya! Gak ada sopan-sopannya sama kakak ipar, hah!" Lian sudah mengangkat tangan hendak menampar Melly lagi.

 

"Apa! Mbak mau tampar? Tampar aja, nih! Aku bisa usir Mbak dari rumah ini sekarang juga!"

 

Rosa menahan tangan putrinya yang hampir mengenai sasaran, "Melly jangan kurang ajar, ya! Nanti Mami suruh Alan ceraikan kamu, mau!"

 

"Benar, Mih! Ceraikan aja! Udah kumel, miskin, belagu lagi, pake ngaku-ngaku ini rumahnya segala!"

 

Melly yang sudah naik pitam, merasa tidak berguna berbicara dengan mereka karena pada akhirnya harus mengalah juga. Melly yang sudah tidak kuat membendung air matanya, lantas menggendong Alea masuk ke kamar seraya membanting daun pintu dan menguncinya.

 

"Hei, mainannya bereskan dulu!" teriak Lian dari luar kamar.

 

Melly tak menggubris, "Dasar Anak Manja!" Ia mencebik kesal.

 

Pertahanan air matanya tak terbendung lagi. Ia pun mengalirkan air mata dengan deras di kamarnya sambil menepuk-nepuk dada yang terasa sesak setelah berdebat dengan mertua dan iparnya.

 

Area sekitar mata Melly membengkak setelah menangis selama beberapa jam di kamarnya sampai tak terasa bahwa hari sudah menunjukkan pukul lima sore. Tubuhnya begitu lemas untuk menjalani aktivitas memasak, tetapi ia menghargai keberadaan Rosa dan mencoba menjadi menantu yang baik di matanya. 

 

"Kalau gak ada Mami, aku gak rela masak buat Lian si manja itu!" keluhnya sambil berjalan jinjit ke luar kamar karena khawatir membangunkan Alea yang sedang tertidur.

 

Di dapur ia menyiapkan segala kebutuhan memasak: mencuci sayuran segar dan lauk yang baru diambilnya dari lemari pendingin. Selama mengupas bumbu, Melly terus menerus terpikirkan ucapan mertuanya saat beradu mulut.

 

Gimana kalau mas Alan setuju untuk menceraikan aku? Apa yang akan terjadi denganku dan Alea? Aku tidak berani bilang pada Ibu dan Bapak karena kondisi Bapak yang sedang sakit-sakitan. Aku gak mau sampe terjadi hal yang buruk sama bapak. Ia menangis tanpa suara, hanya suara isakannya yang terdengar karena ia tidak mau terlihat lemah di hadapan keluarga Alan.

 

Keadaan di luar rumah masih mendung setelah siang harinya diguyur hujan deras. Roby sampai di rumah lebih dulu daripada Alan. Sementara itu, Melly belum selesai menyiapkan makanan.

 

"Kamu lama banget, dari tadi ngapain aja bukannya masak? Roby jadi telat makan, deh!"

 

Melly bergeming tak menghiraukan cibiran Lian. Ia yang memakai daster merah favoritnya dengan hijab instan rumahan itu kembali fokus memasak dan tak menganggap kehadiran ipar julidnya itu.

 

Rosa, Lian, dan Roby sudah bersiap di meja makan. Namun, Melly sengaja melambatkan aktivitas memasaknya sembari menunggu Alan pulang. Ia tidak mau sampai Alan mendapatkan makanan sisa mereka kalau dihidangkan lebih cepat, itu pun kalau mereka ingat.

 

"Assalamu'alaikum." Suara Alan yang membuka pintu.

 

"W*'alaikumussalam." Jawaban salam yang hanya dijawab oleh Melly dan Rosa. Lian, wanita berwajah bulat itu tak pernah sekali pun memberi atau membalas salam dari orang lain: termasuk salam maminya.

 

"Cuci tangan dulu, Mas, terus ganti baju, ya.”

 

"Aku mau langsung makan aja, ganti bajunya nanti, Yang."

 

Tanpa menunggu lagi, Melly segera menghidangkan masakan di meja makan. Ketika Lian memulai mengambil makan lebih dulu, Melly secepat kilat menyanggah tangannya. Lalu, Ia mengambilkan nasi dan lauk untuk Alan dulu. Baru kemudian, bergiliran Rosa dan Alea yang mengambil lauk, terakhir Melly.

 

Lian hanya menatap Melly dengan sinis ketika ia melihat piring Melly yang penuh dengan lauk tidak seperti biasanya. Semua itu Melly lakukan demi janin di rahimnya.

 

Melly terkekeh ketika melihat Lian berbagi makan dengan Rachel karena kehabisan lauk. Iparnya itu tidak melawan dan sepertinya masih memikirkan ucapan Melly saat berdebat.

 

Emang enak! Rasain apa yang gue rasain kemarin! ucap Melly dalam hati.

 

"Sore ...." Suara seorang lelaki yang memasuki rumah. "Wah, lagi pada ngumpul, nih? Padahal, aku bawa Pizza buat Mbak Mel sama Alea," ujar lelaki itu sambil menunjukkan dua dus pizza ukuran Large.

 

 

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tantan Nurdiansayah
bagus juga cerita nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status