Share

3. Anakku Dihina

Sore ...." Suara seorang lelaki yang memasuki rumah. "Wah, lagi pada ngumpul ni. Padahal, aku bawa Pizza buat Mbak Mel sama Alea," sahut Dilan, adik dari Alan, sambil menunjukkan dua dus pizza berukuran Large.

 

"Sini bagi Kakak, Lan! Kakak gak kebagian makan, tau!" Lian berdecak sembari berdiri dan melirik dengan tajam ke arah Melly.

 

"Ini yang satu buat Kakak sama Mami, satu dus lagi buat kakak iparku yang cantiiik." 

 

"Melly gak usah, Lan. Dia udah makan banyak tadi. Ya, kan, Mel?" Rosa, mertuanya, menunggu jawaban "ya" dari Melly.

 

Melly hanya mengangguk segan. Pasalnya, selama berumah tangga dengan Alan, belum pernah sekali pun diajaknya makan di luar atau sesekali membelikan makanan enak. Baru saja ada yang membawakan makanan enak, ia malah harus mengalah dan menahannya. Melly pun haya bisa meneguk air liurnya dalam-dalam.

 

Belum habis makanan di piring, Melly merasa mual. Ia mencoba menahannya, tetapi dorongan yang sudah di ujung kerongkongan itu tak dapat ditahan lagi. Ia segera berlari kecil ke kamar mandi dan memuntahkan semua yang sudah masuk.

 

Setelah kembali dari kamar mandi, Alan dengan penasaran bertanya, "Kamu masih kurang sehat?"

 

"Iya. Mas. Aku disuruh banyak istirahat sama Dokter."

 

"Ya, udah. Setelah makan kamu langsung tidur. Piring kotornya dibersihkan besok aja, ya," ucap Alan.

 

Padahal, aku berharap dia akan membantu mencuci piring. Dasar suami gak peka! Melly menggerutu dalam hatinya.

 

"Melly, kamu belum bayar listrik? Ini, kok, bisa ada tagihan terlambat?"

 

"Aku gak ada uang, Mbak. Tolong dibayarkan dulu, ya? Nanti aku bilang Mas Alan supaya gantiin uang Mbak."

 

"Masa gak ada uang! Emang uang dari Alan kamu kemanain? Jangan-jangan kamu pake foya-foya? Kamu pake shopping, ya? Ngaku kamu!"

 

"Astaghfirullah, Mbak. Aku, tuh, dikasih uang gak banyak sama mas Alan. Mbak, kan, tau aku masak buat dua keluarga. Boro-boro ada buat kebutuhan aku, buat keperluan dapur juga aku ngutang sama Bu Minah."

 

"Alaaah …  alesan aja kamu!" sanggah Lian yang tidak mempercayainya.

 

"Terserah Mbak aja! Kalo Mbak gak mau talangin juga gak apa-apa, paling nanti aliran listriknya dicabut!" pekik Melly mengancam Lian.

 

Lian diam selama beberapa detik, lantas berjalan ke kamarnya untuk mengambil ponsel baru yang tergeletak di meja kecil. Tak lama terdengar suara sambungan telepon.

 

"Halo, Mi. Mami, ini masa Melly gak bayar tagihan listrik sampe ada teguran dari pihak PLN, kalo listrik dicabut gimana, Mi?"

 

Bergantian suara maminya yang berbicara, Melly pun tak dapat mendengarnya. Kemudian, terdengar jawaban dari Lian. "Mi, suruh si Alan ceraikan wanita itu aja, Mi. Aku kesel lama-lama kalau dia di sini."

 

"Loh, gak kebalik? Ini sebenernya Lian itu kakak atau madunya Alan, sih? Kok, aku jadi ngerasa kaya istri tua yang mau ditendang mertua, ck" gumamnya.

 

Kalo aku beneran ditendang, gimana dengan Alea? Aku gak punya tabungan untuk menetap di tempat lain. Aku harus cari kerja! Tapi siapa yang mau ngasih kerjaan ke ibu rumah tangga tanpa pengalaman kerja? batinnya dengan bingung.

 

Segera Melly pergi ke kamarnya dan tak lupa menutup pintu. Ia mengambil  ponsel dan mencari-cari referensi atau sesuatu yang bisa menjadi nilai jual.

 

Ia coba men-d******d aplikasi belanja online di ponsel android miliknya keluaran tahun 2012. "Duuh, memorinya gak cukup."  

 

Ia terpaksa menghapus beberapa aplikasi permainan yang biasa dimainkan putrinya. "Maaf, ya, Nak. Bunda hapus dulu, semoga secepatnya bunda bisa sukses dan beli Hp baru."

 

Selama satu menit setelah menghapus beberapa games, akhirnya Melly bisa men-d******d aplikasi online shop yang dipilihnya.

 

Setelah berhasil memverifikasi pendaftaran dirinya. Ia terus menggerakkan jemarinya menggeser layar ke atas, ke bawah, dan matanya langsung tertuju pada salah satu produk perawatan kecantikan.

 

"Sepertinya, ini cocok. Banyak sekali jumlah pembelinya, rating-nya juga sangat bagus. Tapi, aku gak punya modal. Hmmm …?"

 

Tak lama bunyi pesan masuk terdengar. Ternyata sebuah pesan dari aplikasi menawarkan pembelanjaan dengan sistem bayar setiap akhir bulan. Matanya seketika memancarkan binar melihat kesempatan emas itu.

 

Teknologi saat ini canggih, ya? Aku mau coba sistem dropship sambil ngumpulin modal sedikit demi sedikit. "Bismillah," ucapnya dengan perasaan penuh harap.

Ia meminta izin pada penjual untuk menjadi seorang reseller supaya diberi harga miring. Setelah disetujui seller, ia menyalin gambar produk serta meng-copy paste deskripsi produk. 

 

Ia masukkan beberapa jenis produk di galeri tokonya, "Semoga ada yang beli."

 

“Melly—!" Teriakan wanita yang membencinya terdengar sangat nyaring. Baru saja Melly berharap pada jualan pertamanya itu, tetapi semangatnya kembali melonggar.

 

Ia pun bergegas keluar kamar supaya tidak membangunkan Alea yang sudah terlelap selama satu jam.

 

"Kamu belum masak makan siang?! Kita udah pada kelaparan tau, gak!"

 

Tanpa membalas semburan iparnya, Melly segera pergi ke dapur membersihkan lauk, menanak nasi, dan memasak. Hatinya sedang tak ingin berdebat. Ia hanya sedang berdoa sambil berharap semoga ada pesanan masuk dari produk yang baru di unggahnya itu.

 

Tiga puluh menit sudah ia selesai memasak menu yang simpel karena hati tak sabar ingin cepat-cepat melihat notifikasi di ponselnya.

 

"Cepet banget masaknya, kamu mau pergi?!"

 

"Cepet salah, lambat juga salah! Serba salah, kan, jadi aku, Mbak?!" Melly menghardik tanpa menoleh pada Lian.

 

"Kamu ada di sini aja udah salah, Melly! Jangan-jangan kamu kasih racun makanannya!"

 

"Ya, udah, gak usah dimakan kalo gak mau mati, Mbak!" tantangannya membuat Lian tercengang dan membelalak.

 

Melly lantas menarik langkah ke kamarnya sambil terkekeh setelah menyerang Lian seperti itu. Baru kali ini Melly merasa senang bisa merisak iparnya itu.

 

Ia memasuki kamarnya yang berukuran empat kali empat meter dan segera menggaet ponsel jadulnya. Satu pesan dari aplikasi belanja online memberitahu ada pesanan masuk. Raut wajahnya berubah girang sekali meskipun hanya mendapat satu pesanan.

Pasalnya, hal itu baru pertama kali dilakukannya.

Orderan diterima, ia memesan kembali produknya dengan sistem dropship ke distributor yang sudah ia hubungi sebelumnya.

 

"Oke, estimasi barang diterima dua sampai tiga hari!" pungkasnya sambil mengangkat ponsel ke atas dan menaikkan kedua sudut bibirnya. Melly bahagia bukan kepalang sambil berjoget meliukk-liukkan badannya.

 

Setelah lama memainkan ponselnya, Melly pun tampak memejamkan mata di samping putrinya yang masih terlelap. Sampai Alea tergugah dan membangunkan bundanya.

 

"Alea udah bangun, Sayang?" 

 

"Alea ... mau maakaaan, Buun?" Alea merajuk seraya mengucek kedua matanya.

 

"Ayo, Sayang," ajak wanita berdaster panjang itu sambil merapikan kerudungnya. Ia menggendong Alea ke luar kamar menuju meja tempat semua masakannya tersaji.

 

Melly membuka tudung saji dan tiba-tiba membelalak. Betapa kagetnya Melly mendapati lauknya hanya tersisa untuk satu porsi. Ia menghela napas sambil menggeleng tidak percaya, perasaan bahagianya langsung turun seketika itu juga.

 

"Dasar! Ususnya sebesar apa, sih, sampe ngabisin jatah orang, ck ...! Yang penting cukup untuk Alea makan, deh." 

 

Lian keluar dari kamarnya untuk memandikan Rachel.

 

"Mbak masih hidup?" Melly menyindir kepada iparnya itu.

 

Lian sontak melirik dan mengerlingkan matanya sambil terus berjalan ke kamar mandi tak menghiraukan sindiran Melly.

 

Melly lantas menyipitkan mata melihat tingkah iparnya dan terbahak tanpa suara. Ia merasa puas karena berhasil merisak iparnya itu.

 

Sepiring nasi beserta lauknya dibawa Melly sambil menuntun Alea ke teras rumah, menyuapi Alea sambil bercerita, dan menemaninya bermain sepeda di teras yang cukup luas.

 

Tiba-tiba Rachel yang sudah rapi setelah mandi, menghampiri Alea dan ingin mengambil paksa sepedanya. Alea mencoba mengalah. Ia hendak turun dari sepedanya, tetapi kalah cepat saat Rachel sudah memegang kendali sepeda, lalu membuat Alea tersungkur ke lantai yang berpori kasar dan menangis.

 

"Innalillahi!" teriak Melly. Tak disangka, Alea langsung mendepak ban depan sepedanya sebelum Melly datang menghampiri. Ia merasa kesal atas perlakuan sepupunya itu. Tindakannya spontan putri kecil itu membuat sepeda yang ditumpangi Rachel tergelincir meluncur di terasnya yang miring dan ….

 

Rachel pun menabrak pagar, kemudian terjungkal bersama sepedanya. Melly yang melihat hal itu sontak terbahak dan lekas menolong Rachel sambil menggendong Alea.

 

"Kamu apain Rachel, Mellyyyy!" terdengar suara wanita yang dikenalnya sedang mengeraskan pita suara. Cepat-cepat Melly menolong Rachel sebelum kakak iparnya datang.

 

"Aku gak ngapa-ngapain, Mbak. Rachel tahu-tahu merebut sepeda waktu lagi dimainkan Alea," pungkasnya sambil menahan tawa.

 

"Kamu diapain sama mereka, Rachel?! Kamu gak apa-apa? Mana yang luka? Mana yang sakit?"

 

"Kaki Ahel saakiit, Maa, Ahel didorong sama Alea!" Anak itu mengeluh pada mamanya yang sudah mengatur napas kencang dan memelototi Alea.

 

"Alea, kamu gak sopan, ya, sama Rachel yang lebih tua dari kamu. Dasar Anak Bego!" Tangannya sudah siap menjewer telinga Alea. Namun, Melly menangkisnya dengan cepat.

 

"Didik anak kamu yang benar, Mel, supaya gak nyelakain orang! Paham!”

 

 

Bersambung

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status