แชร์

4. Rencana Baru

ผู้เขียน: Zidney Aghnia
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-12-16 16:10:40

Mel, didik anak kamu yang benar supaya gak nyelakain orang!" hardiknya.

 

Melly menatap wanita itu geram, menahan kekesalannya yang selama ini ditahan. Ia merapatkan mata sesaat, membayangkan sedang mengacak-ngacak rambut wanita itu, lalu menjungkirbalikkan tubuhnya dan melempar ke tempat pembuangan akhir. Setelah puas, ia kembali membuka matanya.

 

"Ngapain kamu merem-merem?! Mau nangis lagi, hah! Dasar Cengeng!" 

 

Melly lantas menjejakkan kakinya di lantai dan menggeram bak kucing yang siap berkelahi dengan lawannya, lalu meninggalkan Lian dan masuk ke kamarnya.

 

Sebenarnya, ia tidak tahan ingin melakukan apa yang baru saja dibayangkan. Jika saja itu bukan kakak iparnya, dia pasti sudah menelannya mentah-mentah walaupun rasanya pasti getir.

 

Melly terus berjalan bolak-balik di kamarnya. Ia merapatkan mata sembari mendinginkan kepala. 

Mendadak notifikasi ponselnya berbunyi. Segera ia mengambil ponselnya dari meja dan membuka kunci layar. Ia terperangah dan terperanjat ketika matanya melihat ada dua puluh orderan masuk. Seketika perasaannya berubah kembali girang dan wajahnya berseri-seri. Dengan mata berbinar-binar dan kedua sudut bibir yang terus menjulang tinggi, ia semangat menangani pesanannya itu sambil menemani Alea bermain boneka. 

 

Satu bulan kemudian, Melly berhasil meraih untung sebesar dua puluh juta rupiah. Ia tidak membayangkan usahanya akan selancar ini dan uang itu akan ia gunakan sebagai perputaran modal.

 

Saat itu Melly membutuhkan seseorang untuk mengelola produknya karena ia tidak bisa menjadikan rumahnya sebagai tempat penyimpanan, mengingat kelakuan iparnya yang unik. Dia akan menyembunyikannya sementara waktu sampai sukses berada dalam genggamannya.

 

Ia ingat seseorang yang bisa dipercaya, yaitu Lisa, sahabatnya. Lisa sudah menikah, akan tetapi ia belum dikaruniai seorang anak dan sedang tidak ada kegiatan khusus apa pun yang ia lakukan. Tanpa menunggu lama, Melly segera menghubungi sahabat lamanya itu.

 

"Halo, assalamu'alaikum, Lis?"

 

"W*'alaikumussalam, iya Mel. Ada apa, Say, tumben telepon?"

 

"Iya, aku mau ketemuan sama kamu siang ini bisa?"

 

"Bisa banget, Mel. Aku udah kangen sama kamu. Ngomong-ngomong ketemuannya di mana?"

 

"Di coffeeshop yang baru buka di Jalan Melati, gimana?"

 

"Oke, Mel. Aku siap-siap dulu, ya," sahut teman semasa SMA-nya itu.

 

Melly langsung duduk di depan cermin untuk berhias dan bersiap-siap pergi setelah mengakhiri sambungan telepon. 

 

Selama dia berjualan produk perawatan kulit, selama itu juga ia mencobanya dan ternyata efeknya sangat cocok di kulitnya. 

 

Saat itu, Melly pergi berdandan tak seperti biasanya: memakai kulot putih, tunik berwarna coklat susu, dan kerudung bercorak senada pakaiannya. Tak lupa selop dengan hak tahu yang ia beli sebelum menikah.

 

Tak lupa juga ia mendandani Alea dengan dress berwarna pink dan mengikat rambut pendeknya menjadi dua bagian, lalu ia menutup dahi putrinya dengan poninya yang hitam lebat.

 

"Bunda cantik," ujar putri kecilnya itu.

 

"Alea lebih cantik dari Bunda, Sayang." Sembari menyentuh ujung hidung Alea dengan jari telunjuknya. Melly sudah siap pergi bersama Alea.

 

"Mau ke mana kamu!" sentak Lian yang sedang menemani Rachel bermain di ruang keluarga.

 

"Aku ada urusan di luar," sahut Melly.

 

"Kelihatannya ada yang berubah dari penampilan kamu!" ujarnya sembari menatap Melly dan Alea dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Jangan-jangan mau ketemuan sama lelaki lain di luar!" Lian mencoba memfitnah Melly dengan alasan yang ia buat-buat sendiri.

 

"Astaghfirullahal 'adzhiim, Mbak. Jangan suka su'udzon, dosa!" timpal Melly.

 

"Mana aku tau, kan? Awas, ya, nanti aku aduin kamu ke Alan sama Mami."

 

"Silakan!" tantang Melly dengan tegas. Ia melanjutkan langkahnya ke luar. Sebelum sampai di teras, Melly dipanggil dengan teriakan melengking yang begitu nyaring ketika didengar.

 

"Melly! Kamu masak dulu! Nanti orang rumah makan apa?!"

 

"Orang rumah siapa, ya, Mbak? Alan di kantor, hmm ... aku sama Alea pergi. Jadi, gak ada keluargaku yang di rumah, tuh!"

 

"Terus aku apa Mel ... Mel! 

 

"Mbak siapa? Aku enggak tau. Seingetku, aku cuma dianggap pembantu di rumah ini dan keberadaanku di sini juga udah salah. Itu yang aku gak salah dengar, sih, waktu itu," sahut Melly sambil menyipitkan kedua matanya dan berpura-pura mengingat apa yang pernah diucapkan iparnya beberapa waktu lalu.

Lian tersentak mendengar jawaban Melly, "Aku gak mau tau, kamu masak dulu sekarang sebelum pergi!" 

 

"Mbaaak ... Mbak, kan, dikasih uang belanja sama Mas Roby, Mbak pakai aja buat belanja bahan makanan. Kalau Mbak sayang duitnya, di kulkas ada beberapa bahan yang bisa dimasak. Mbak bisa masak sendiri, sekali-kalilah nyenengin Mas Roby. Masa suaminya makan masakan adik iparnya?" sindir Melly sambil bergegas meninggalkan rumah dan terbahak selama perjalanan. Ia mengingat raut wajah Lian saat tersentak dengan ucapannya tadi.

 

Suara lonceng terdengar saat membuka pintu sebuah kafe bernama Jasmine Coffeeshop and Bakery. Interior dan propertinya bernuansa khas bohemian.

 

"Melly ...." Suara panggilan yang tidak asing didengar berasal dari seseorang yang berdiri sudut kafe.

 

"Aaahh Lisa, aku kangen bangeeet!"

 

Mereka bertatap muka lantas berpelukan. Sudah lebih dari tiga tahun ia tidak bertemu dengan sahabat lamanya itu karena Melly sibuk dengan pekerjaan rumahnya yang berat ditambah ia tidak punya sedikit pun uang untuk sekedar cuci mata.

 

"Melly, kok, berubah, sih. Iih tambah cantik aja. Udah gak dikurung di sangkar besi, ya?" ledeknya pada Melly.

 

"Aah, bisa aja. Gimana kabar kamu sama Dimas?" tanya Melly yang bahagia bisa bertemu sahabatnya lagi.

 

"Baik, Sist. Oh ya, gimana-gimana? Tumben-tumbenan ngajak ketemu. Pasti ada hal yang penting, deh. Cerita-cerita, doong!" sahut Lisa yang tidak sabar mendengar cerita Melly.

 

"Aku mau nanya dulu, kamu sibuk apa sekarang, Lis?"

 

"Aku, ya gini aja. Cuma sibuk ngabisin duit laki, ha-ha-ha!" 

 

"Mau gak jadi partnerku?" ujarnya pelan sambil memperhatikan Alea yang sedang makan es krim dan roti cokelatnya.

 

"Wiih, udah sukses kamu, Mel!" jawab Lisa terperangah.

 

"Ssstt, jangan berisik!" ujar Melly seraya memberi kode telunjuk yang menutup mulutnya. "Tapi kamu jangan cerita ke siapa-siapa, ya, karena belum ada yang tau soal ini," bisiknya.

 

Lisa mengangguk setuju.

 

"Okee, jadi gini … aku sekarang jadi agen produk skincare, tapi aku gak bisa simpen barang-barangnya di rumah. Kamu tau alasannya, kan?" tanya Melly yang dijawab dengan anggukan Lisa.

 

"Terus nanti, barang aku kirim ke rumahmu. Kamu cuma perlu packing paket dan kirim ke ekspedisi. Semua datanya biar aku yang urus dari rumah. Aku kasih kamu komisi setiap minggu. Gimana?"

 

"Gitu doang? Maulah, Mel. Itung-itung ngisi waktu luang aku. Boring di rumah terus gak ada kesibukan."

 

"Oke, kamu setuju, ya?" ujar Melly coba meyakinkan Lisa.

 

"Siap, Mel, atur aja. Aku tunggu semuanya di rumah."

 

"Oke." 

 

Sudah banyak waktu mereka habiskan dengan mengobrol di kafe karena lama tak bersua sampai tak terasa kalau waktu sudah menunjukkan pukul 4.30 sore.

 

"Lis, aku pulang ya, udah sore. Taulaaah nanti ada nyap-nyap," sahutnya.

 

 

B

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   35. Kekesalan Alan yang Menggebu-gebu

    Sementara itu, ponsel di dalam kantong gamisnya bergetar. Melly mengambilnya dan memeriksa sebuah pesan singkat yang masuk.[Selamat kembali miskin, Melly. Hahaha]Melly tercengang dengan isi pesan tersebut. Apalagi setelah melihat nama si pengirim yang terpampang dengan jelas tertulis nama “Mbak Lian”. Pandangannya beredar mencari sosok Lian. Apa dia yang menyebabkan kebakaran rumahnya tersebut? “Kurang ajar! Masih berani unjuk gigi dia!” Melly tersulut emosi.Beruntung kebakaran tak mengenai rumah tetangga di sekitarnya karena jarak bangunan rumah Melly tak terlalu dekat ke dinding pembatas. Tepatnya, rumah Melly berada di tengah-tengah ruang lingkup lahan di antara taman-taman kecil.“Dia harus bertanggung jawab atas semuanya!” Melly meremas ponselnya sambil mencari-cari batang hidung kakak iparnya.“Kamu kenapa?” tanya Alan yang bingung melihat tingkah laku Melly.“Kamu pasti gak percaya ini, Yank.”“Soal a

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   34. Kebakaran di Rumah Melly

    Pukul empat dini hari, ponsel Alan terus bergetar. Alan dan Melly terlalu lelah hingga tak merasakan getaran di kasur yang berasal dari ponselnya. Enam panggilan tak terjawab muncul di layar ponsel.“Bunda ....” Alga terbangun, memanggil dengan suara mungilnya. Ia merangkul perut Melly, menginginkan asupan ASI karena merasa lapar. “Bunda ....?” panggilnya lagi.Melly terbangun setelah Alga merengek-rengek manja. “Iya, Sayang.”Alga kembali memejamkan mata setelah Melly menyusuinya. Sepuluh detik kemudian, ia baru merasakan ponsel Alan yang bergetar tanpa nada. Di sampingnya, Alan tampak sangat pulas.Tak tega membangunkan Alan, Melly meraih ponsel yang sudah membuatnya terganggu malam-malam. Namun, ia penasaran karena nama Mala yang muncul di layar panggilan.“Halo. Kena—“Kakaaaak! Kak, Mel, halo!” Suara Mala sedikit berteriak, nadanya terdengar cemas. Suasana di telepon juga sangat riuh dan sayup-sayup terdengar orang-orang yan

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   33. Kembalinya Melly ke Rumah

    "Saya gak sangka polisi sampai mencari ke sana, Pak?" tanya Alan."Bukan kami, Pak. Ada orang yang membawanya kemari tadi pagi."Mata mereka saling beradu tatap keheranan. Semuanya bertanya-tanya akan siapa menggelandang Siska ke kantor polisi."Siapa membawa dia ke sini, Pak?" tanya Lisa ingin tahu.Mata polisi itu seperti mencari seseorang di ruangan yang luas itu. Kemudian, seorang pria dan seorang wanita memasuki ruangan."Itu dia orangnya!" sahut Polisi Deri, menunjuk orang yang baru saja masuk dengan menggunakan kacamata hitam bersama seorang lelaki di belakangnya.Lisa, Mala, dan Alan serempak menoleh ke arah yang ditunjuk Pak Deri. Semuanya makin tersentak ketika melihat kedua orang yang berjalan mendekati mereka itu.Sementara itu, Siska malah mengerlingkan mata dengan sudut mulut mencibir. Tanpa menoleh pun ia sudah tahu siapa yang datang. "Melly?" ujar Lisa."Kak Bima?" sahut Mala.Melly

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   32. Tertangkapnya Siska

    "Permisi ...," ujar dua perawat datang menggantikan pakaian Alea dengan kain polos berwarna putih.Suasana haru memenuhi ruangan. Alan sudah menghubungi kedua orang tua dan mertuanya untuk mempersiapkan segala sesuatunya di rumah duka.Semua sudah bersiap pergi. Namun, Melly belum boleh pulang karena keadaannya yang belum pulih total dengan lengan dan kepala yang masih dibebat perban. Mala ingin menemaninya di rumah sakit. Akan tetapi, Melly tidak memperbolehkannya.Saat itu ia hanya ingin menyendiri, mengingat masa-masa terakhir bersama putrinya. Pada hari kecelakaan adalah hari di mana ia benar-benar merasa paling bahagia sebelum akhirnya berujung duka.***Ambulance sudah sampai di rumah Alan. Terlihat orang-orang yang mengurus jenazah sudah siap di sana bersama para tamu yang akan memberikan ucapan duka.Pukul 14.30 jenazah Alea sudah siap dimakamkan setelah selesai disalati. Seluruh keluarga beriringan mengantar jenazah ke t

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   31. Sakit yang Hilang

    “Shoot!"Dokter Dimas menggunakan alat pacu jantung lagi! Lalu, seorang perawat meletakkan defibrilator ke tempatnya semula.Dokter Dimas melakukan CPR lagi dengan satu telapak tangannya. Satu kali, dua kali, tiga kali, empat kali—Tiba-tiba … terdengar suara ventilator berbunyi normal lagi."Alhamdulillah," sahut Dokter Dimas diikuti semua orang yang ada di ruangan."Tekanannya sudah normal semua, Dok," jelas salah satu perawat seraya melepas tabung ventilasi manual dan menggantinya dengan dengan mesin.Alan menyungkurkan dirinya di lantai, saling berpelukan dan menangis bersama istrinya."Dokter ... terima kasih banyak, Dok. Terima kasih ....""Sudah jadi tugas saya, Pak. Nanti perawat akan mengontrol kondisinya selama enam jam ke depan. Tolong diawasi terus, ya, Pak. Saya permisi dulu."Dokter Dimas keluar ruangan bersama dua perawatnya yang membawa mesin defibrilator.Sementara, Melly berjalan d

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   30. Code Blue

    “Enggak ... itu kesalahan aku, Yaaang! Pak Cahyadi … Alea … jadi begini karena aku ...." Ia menangis sesenggukan sampai terdengar ke luar ruangan. "Tenang dulu ya, Bunda. Pak Cahyadi udah diurus sama Mala. Dia juga udah mewakilkan belasungkawa untuk keluarganya."Melly terdiam. Tangisnya berangsur mereda. Ia lebih tenang dalam pelukan suaminya. Segera ia menghampiri putrinya yang masih terpejam tak sadarkan diri dengan meraba-raba sekitar kamar sampai akhirnya bisa menyentuh Alea.Melly mencari posisi wajah putrinya, memindahkan sentuhannya ke bagian atas kepalanya yang dibalut perban. Ia merendahkan dirinya mendekati wajah Alea ingin mencium, tetapi terhalang selang ventilator. Ia hanya bisa memandang dalam angan-angan melalui sentuhannya.Ia mencoba naik ke ranjang putrinya untuk tidur berdampingan seperti yang biasa mereka lakukan di rumah. Salah satu tangannya berpindah ke atas tubuh Alea. Ia ingin merasakan memeluk dan menggendongnya lagi se

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status