Share

4. Rencana Baru

Mel, didik anak kamu yang benar supaya gak nyelakain orang!" hardiknya.

 

Melly menatap wanita itu geram, menahan kekesalannya yang selama ini ditahan. Ia merapatkan mata sesaat, membayangkan sedang mengacak-ngacak rambut wanita itu, lalu menjungkirbalikkan tubuhnya dan melempar ke tempat pembuangan akhir. Setelah puas, ia kembali membuka matanya.

 

"Ngapain kamu merem-merem?! Mau nangis lagi, hah! Dasar Cengeng!" 

 

Melly lantas menjejakkan kakinya di lantai dan menggeram bak kucing yang siap berkelahi dengan lawannya, lalu meninggalkan Lian dan masuk ke kamarnya.

 

Sebenarnya, ia tidak tahan ingin melakukan apa yang baru saja dibayangkan. Jika saja itu bukan kakak iparnya, dia pasti sudah menelannya mentah-mentah walaupun rasanya pasti getir.

 

Melly terus berjalan bolak-balik di kamarnya. Ia merapatkan mata sembari mendinginkan kepala. 

Mendadak notifikasi ponselnya berbunyi. Segera ia mengambil ponselnya dari meja dan membuka kunci layar. Ia terperangah dan terperanjat ketika matanya melihat ada dua puluh orderan masuk. Seketika perasaannya berubah kembali girang dan wajahnya berseri-seri. Dengan mata berbinar-binar dan kedua sudut bibir yang terus menjulang tinggi, ia semangat menangani pesanannya itu sambil menemani Alea bermain boneka. 

 

Satu bulan kemudian, Melly berhasil meraih untung sebesar dua puluh juta rupiah. Ia tidak membayangkan usahanya akan selancar ini dan uang itu akan ia gunakan sebagai perputaran modal.

 

Saat itu Melly membutuhkan seseorang untuk mengelola produknya karena ia tidak bisa menjadikan rumahnya sebagai tempat penyimpanan, mengingat kelakuan iparnya yang unik. Dia akan menyembunyikannya sementara waktu sampai sukses berada dalam genggamannya.

 

Ia ingat seseorang yang bisa dipercaya, yaitu Lisa, sahabatnya. Lisa sudah menikah, akan tetapi ia belum dikaruniai seorang anak dan sedang tidak ada kegiatan khusus apa pun yang ia lakukan. Tanpa menunggu lama, Melly segera menghubungi sahabat lamanya itu.

 

"Halo, assalamu'alaikum, Lis?"

 

"W*'alaikumussalam, iya Mel. Ada apa, Say, tumben telepon?"

 

"Iya, aku mau ketemuan sama kamu siang ini bisa?"

 

"Bisa banget, Mel. Aku udah kangen sama kamu. Ngomong-ngomong ketemuannya di mana?"

 

"Di coffeeshop yang baru buka di Jalan Melati, gimana?"

 

"Oke, Mel. Aku siap-siap dulu, ya," sahut teman semasa SMA-nya itu.

 

Melly langsung duduk di depan cermin untuk berhias dan bersiap-siap pergi setelah mengakhiri sambungan telepon. 

 

Selama dia berjualan produk perawatan kulit, selama itu juga ia mencobanya dan ternyata efeknya sangat cocok di kulitnya. 

 

Saat itu, Melly pergi berdandan tak seperti biasanya: memakai kulot putih, tunik berwarna coklat susu, dan kerudung bercorak senada pakaiannya. Tak lupa selop dengan hak tahu yang ia beli sebelum menikah.

 

Tak lupa juga ia mendandani Alea dengan dress berwarna pink dan mengikat rambut pendeknya menjadi dua bagian, lalu ia menutup dahi putrinya dengan poninya yang hitam lebat.

 

"Bunda cantik," ujar putri kecilnya itu.

 

"Alea lebih cantik dari Bunda, Sayang." Sembari menyentuh ujung hidung Alea dengan jari telunjuknya. Melly sudah siap pergi bersama Alea.

 

"Mau ke mana kamu!" sentak Lian yang sedang menemani Rachel bermain di ruang keluarga.

 

"Aku ada urusan di luar," sahut Melly.

 

"Kelihatannya ada yang berubah dari penampilan kamu!" ujarnya sembari menatap Melly dan Alea dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Jangan-jangan mau ketemuan sama lelaki lain di luar!" Lian mencoba memfitnah Melly dengan alasan yang ia buat-buat sendiri.

 

"Astaghfirullahal 'adzhiim, Mbak. Jangan suka su'udzon, dosa!" timpal Melly.

 

"Mana aku tau, kan? Awas, ya, nanti aku aduin kamu ke Alan sama Mami."

 

"Silakan!" tantang Melly dengan tegas. Ia melanjutkan langkahnya ke luar. Sebelum sampai di teras, Melly dipanggil dengan teriakan melengking yang begitu nyaring ketika didengar.

 

"Melly! Kamu masak dulu! Nanti orang rumah makan apa?!"

 

"Orang rumah siapa, ya, Mbak? Alan di kantor, hmm ... aku sama Alea pergi. Jadi, gak ada keluargaku yang di rumah, tuh!"

 

"Terus aku apa Mel ... Mel! 

 

"Mbak siapa? Aku enggak tau. Seingetku, aku cuma dianggap pembantu di rumah ini dan keberadaanku di sini juga udah salah. Itu yang aku gak salah dengar, sih, waktu itu," sahut Melly sambil menyipitkan kedua matanya dan berpura-pura mengingat apa yang pernah diucapkan iparnya beberapa waktu lalu.

Lian tersentak mendengar jawaban Melly, "Aku gak mau tau, kamu masak dulu sekarang sebelum pergi!" 

 

"Mbaaak ... Mbak, kan, dikasih uang belanja sama Mas Roby, Mbak pakai aja buat belanja bahan makanan. Kalau Mbak sayang duitnya, di kulkas ada beberapa bahan yang bisa dimasak. Mbak bisa masak sendiri, sekali-kalilah nyenengin Mas Roby. Masa suaminya makan masakan adik iparnya?" sindir Melly sambil bergegas meninggalkan rumah dan terbahak selama perjalanan. Ia mengingat raut wajah Lian saat tersentak dengan ucapannya tadi.

 

Suara lonceng terdengar saat membuka pintu sebuah kafe bernama Jasmine Coffeeshop and Bakery. Interior dan propertinya bernuansa khas bohemian.

 

"Melly ...." Suara panggilan yang tidak asing didengar berasal dari seseorang yang berdiri sudut kafe.

 

"Aaahh Lisa, aku kangen bangeeet!"

 

Mereka bertatap muka lantas berpelukan. Sudah lebih dari tiga tahun ia tidak bertemu dengan sahabat lamanya itu karena Melly sibuk dengan pekerjaan rumahnya yang berat ditambah ia tidak punya sedikit pun uang untuk sekedar cuci mata.

 

"Melly, kok, berubah, sih. Iih tambah cantik aja. Udah gak dikurung di sangkar besi, ya?" ledeknya pada Melly.

 

"Aah, bisa aja. Gimana kabar kamu sama Dimas?" tanya Melly yang bahagia bisa bertemu sahabatnya lagi.

 

"Baik, Sist. Oh ya, gimana-gimana? Tumben-tumbenan ngajak ketemu. Pasti ada hal yang penting, deh. Cerita-cerita, doong!" sahut Lisa yang tidak sabar mendengar cerita Melly.

 

"Aku mau nanya dulu, kamu sibuk apa sekarang, Lis?"

 

"Aku, ya gini aja. Cuma sibuk ngabisin duit laki, ha-ha-ha!" 

 

"Mau gak jadi partnerku?" ujarnya pelan sambil memperhatikan Alea yang sedang makan es krim dan roti cokelatnya.

 

"Wiih, udah sukses kamu, Mel!" jawab Lisa terperangah.

 

"Ssstt, jangan berisik!" ujar Melly seraya memberi kode telunjuk yang menutup mulutnya. "Tapi kamu jangan cerita ke siapa-siapa, ya, karena belum ada yang tau soal ini," bisiknya.

 

Lisa mengangguk setuju.

 

"Okee, jadi gini … aku sekarang jadi agen produk skincare, tapi aku gak bisa simpen barang-barangnya di rumah. Kamu tau alasannya, kan?" tanya Melly yang dijawab dengan anggukan Lisa.

 

"Terus nanti, barang aku kirim ke rumahmu. Kamu cuma perlu packing paket dan kirim ke ekspedisi. Semua datanya biar aku yang urus dari rumah. Aku kasih kamu komisi setiap minggu. Gimana?"

 

"Gitu doang? Maulah, Mel. Itung-itung ngisi waktu luang aku. Boring di rumah terus gak ada kesibukan."

 

"Oke, kamu setuju, ya?" ujar Melly coba meyakinkan Lisa.

 

"Siap, Mel, atur aja. Aku tunggu semuanya di rumah."

 

"Oke." 

 

Sudah banyak waktu mereka habiskan dengan mengobrol di kafe karena lama tak bersua sampai tak terasa kalau waktu sudah menunjukkan pukul 4.30 sore.

 

"Lis, aku pulang ya, udah sore. Taulaaah nanti ada nyap-nyap," sahutnya.

 

 

B

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status