Dilan mengangguk. "Mau ke mana, Mbak Mel?""Mau ke toilet sebentar."Wanita berusia 25 tahun itu bergerak cepat menuju toilet karena merasa ada sesuatu yang akan keluar dari pencernaannya. Ia pun menepuk-nepuk dadanya agar mualnya bisa sedikit tertahan, menutup rapat-rapat mulut dengan telapak tangannya.Karena merasa mualnya sudah naik sampai kerongkongan, ia bergegas memasuki toilet wanita. Dengan sedikit tersungkur di depan watercloset, semua penganan yang ia santap sebelumnya, habis cepat terkuras.Tubuhnya gemetar dan kehabisan tenaga. Ia sejenak menyandarkan diri di dinding kamar mandi mall, mengatur napas perlahan-lahan demi mengumpulkan kembali energinya.Melly kembali melangkah dengan elok menuju tempat para waitress dan kasir berkumpul untuk menghampiri waitress yang tadi datang ke mejanya. Ia meminta total harga yang belum dibayar dan segera melunasi dengan kartu ATM-nya.Setelah kembali ke mejanya, tak lama waitress membawa
"Aaaaahhhhhh ....""Duuh, maaf-maaf, Mbak.""Rachel, hati-hati, ya, Sayaang. Minumannya jadi tumpah ke Mami, deh," kata Melly dengan nada sedikit menyindir. Ia tidak kuat menahan tawa. Dengan segera ia menyimpan nampan di coffeetable dan mengambil beberapa lembar tisu seraya membersihkan bajunya.Lian menangkis tangan Melly karena segan dibantu. Ia pun bangkit dari tempat duduknya. "Diam kamu! Gak usah sok sok perhatian! Kamu pasti sengaja, kan, numpahin minumannya!""Astagfirullah. Demi Allah enggak, Mbak. Kan, Mbak liat sendiri tadi Rachel yang nabrak aku.""Alasan aja kamu! Kamu pasti senang liat aku kaya kuyup gini!""Hmm ... Mbak mau jawaban jujur apa bohong?" tanya Melly dengan raut wajah sedikit memelas."Gak usah jawab, aku tau kamu mau jawab apa!" Lian berjalan ke kamarnya meninggalkan Melly sambil menghentakkan kakinya.Melly memindahkan gelas dan mencucinya. Lantas, masuk ke kamar dan menutup pintunya. Ia bersa
Melly menoleh ke belakang dan—“Hai, Mbak Mel.""Kamu, Lan. Ngagetin aja. Dari kapan di situ? Kok, gak kedengeran masuknya?" "Iya, Mbak. Aku mau ngagetin Mbak Mel.""Kamu udah makan belum? Kebetulan Mbak baru selesai masak. Tolong sekalian panggil anak-anak, ya."Sementara Melly menghidangkan masakannya di meja makan, Dilan, Alea, dan Rachel menarik kursinya masing-masing dari bawah meja makan."Tumben kamu ke sini siang-siang, Lan. Kerjaan kamu gimana?" tanya Melly khawatir Dilan meninggalkan pekerjaannya."Aku tadi abis tugas lapangan dekat sini, Mbak. Jadi mampir karena kangen Alea.""Ooh, gitu. Ya, udah makan dulu," Melly mengambilkan nasi dan lauk untuk Alea dan Rachel di piring yang berbeda."Siap, Mbak. Mbak, kok, bisa masakannya enak-enak. Belajar dari mana, Mbak?" tanya Dilan penasaran."Ini semua resep dari ibunya Mbak, Lan. Karena Mbak Mel anak perempuan paling besar, jadi mau gak m
Alan menunjukkan foto dari ponselnya tepat setelah Melly menunjukkan hasil USG kehamilannya. Foto yang tampak tak asing dan dejavu menurutnya.“Itu, kan, foto Dilan, adik kamu, Yang?""Tepat!" tegasnya seraya melempar ponsel ke tempat tidur.Ia berdiri sembari berkacak pinggang, "Kamu selingkuh sama Dilan, kan!""Astagfirullah, Mas, gak mungkin! Aku gak pernah bersentuhan sama siapa pun selain kamu, apa lagi sampai sejauh itu!""Siapa yang tahu kalau aku gak ada di rumah. Dilan sering main ke sini, kan?!""Iya, tapi enggak lama. Itu juga ada Alea sama Rachel, Yaang.""Mereka masih anak-anak dan gak ngerti apa-apa! Sekarang juga kamu gugurin anak itu!"Melly terhenyak dan tak percaya dengan apa yang dilontarkan suaminya. Bagaimana mungkin ia menggugurkan kandungannya, sudah jelas-jelas kalau itu anaknya. Kenapa dia harus percaya dengan orang lain dengan adanya foto itu."Astagfirullah, Mas, istigfar! Kamu uda
"Aku gak salah pilih kalian sebagai partner," tutur Melly.Senyum semringah tertarik dari kedua bibir partner yang duduk di hadapannya."Aku bisa menjalankan semua ide kalian, tapi aku akan pilih mana yang lebih dulu kita buat secara urut!"Lisa bengong berpangku pada satu tangannya, menatap sahabatnya."Lis?" Lisa tak bergeming ketika Melly memanggil.Melly pun menempelkan satu cup minuman dingin di pipinya."Hhhhh, dingin, Mel."“Kamu bengong mikir apa?"Lisa tiba-tiba bertepuk tangan pelan, "Ckckck ... aku kagum sama kamu yang sekarang, Mel," ujarnya."Iya, gak, Mala? Aku gak nyangka kakakmu bisa sehebat. Ini udah pantes banget jadi CEO, tapi tetep gak sombong," lanjutnya sambil menyenggol tangan Mala di sampingnya.Seseorang tiba-tiba menghantam meja dengan telapak tangannya tepat di hadapan Melly."Assik, ya. Ketawa-ketawa, haha-hihi! Pan—tas aja kamu minta ART. Ternyata biar bisa sering-se
"Alaan, sini-sini. Kenalin ini temen Kakak. Dia masih single, looh," seru Lian dengan semangat memperkenalkan adiknya dengan kerabat yang sedang bersamanya.Melly tak mendengar jawaban dari suaminya. Mungkin ia hanya tersenyum untuk menghargai seorang tamu."Siska ...," sapa wanita itu."Oooohh ... Siska namanya." Melly meracau sendiri sambil tersenyum geli."Alan," katanya membalas sapaan temannya Lian."Oooh, Aalaan ... ya, ya. Ckckck.""Gimana ... cantik, kan, teman Kakak, Lan?""Preet ... cantikkan juga istrinya kali. Apa lagi kalo lagi berduaan di kamar, tiada tanding, ha-ha-ha," ujarnya memuji diri sendiri."Oh, ya. Dia kerja di perusahaan logistik, looh. Jabatannya udah tinggi. Nah, itu mobil merah yang di luar punya Siska, Lan," paparnya mencoba memuji dan menaikkan derajat temannya."Ooh, jadi maksudnya ini tuh perkenalan untuk menjodohkan suami aku dengan horang kaya. Liaan ... Liaan ... rumpu
"Siapa Siska!" bentak Pak Hakim yang tidak tahu apa-apa.Melly terkesiap. Ia lupa kalau papinya terlampau sayang dengan menantu perempuannya."Emm, te-teman Lian, Pi.""Ada perlu apa teman wanita kamu sampai ngajak Alan ketemu!" hardiknya.Pak Hakim orang yang tegas, tetapi baik pada orang yang memang perlu diperlakukan dengan baik. Ia tak segan memarahi orang lain, sekalipun itu anaknya sendiri."C-cuma mau ketemuan aja, kok, Pi. Beneran …." sahut Lian meyakini papinya."Tidak boleh! Kamu, kan, tau Alan udah beristri dan punya dua anak. Gak pantas ketemuan sama wanita lain berduaan, baik dia masih sendiri ataupun udah menikah. Bisa jadi fitnah buat mereka! Kamu sebagai seorang kakak harusnya berperilaku bijak, bukan malah menghakimi ipar kamu terus!""I-iya, Pi," jawab Lian seraya menundukkan kepala dan merapatkan bibirnya."Atau jangan-jangan kamu mau jodoh-jodohin Alan? Iya?!""Eng-enggak, Pi.”
"Selamat siang," ucapnya sambil membuka pintu. Ia menohok melihat yang ada di ruangan itu. Seorang bayi yang sedang bermain di atas stroller-nya."Mohon maaf, saya baru dari toilet. Itu keponakan saya,” ucapnya. "Silakan duduk," lanjut seorang wanita muda masuk dan duduk di kursi."Terima kasih," ucap pelamar bernama Siska itu.Lima belas menit proses wawancara selesai. Semua pelamar yang masuk kriteria akan mulai bekerja pekan depan. Dari dua puluh lima orang pelamar hanya tujuh orang yang diterima bekerja di cabang dekat rumahnya."Mala, gimana permintaan Kakak tadi?" tanya Melly."Beres, Kak. Mala udah kerjain seperti yang Kakak minta.""Dia kamu terima di bagian apa?""Accounting, Kak," jawab Mala."Oke, bagus," sahutnya.Setelah jam makan siang Melly pulang bersama anak-anaknya diantar oleh sebuah mobil sport hitam sampai depan rumahnya. Lalu, ia masuk sembari menggendong Alga dan menuntun Alea di