Share

5. Mertua Pilih Kasih

Penulis: Zidney Aghnia
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-16 16:11:44

Duuh yang abis senang-senang. Jalan-jalan sama siapa, tuuh …?!" sindir wanita yang tidak menyukai Melly setelah Melly memasuki teras depan rumah.

Melly melihat suaminya sudah pulang dan sedang duduk sambil melihat acara televisi.

 

“Kasian tu laki, pulang kerja gak ada yang masakin!" 

Melly tak menggubris sindiran wanita itu.

 

"Lan, ceraikan aja dia! Udah main seenaknya, gak tahu waktu, ngabisin duit suami, gak becus ngurus suami pula." Lian terus mengoceh tanpa lelah.

 

Melly acuh tak acuh. Ia menarik salah satu kursi makan dan meminta suaminya duduk, lalu ia mengeluarkan sekotak beefstrudle dan satu cup ice cappucino. Lian tercengang melihat apa yang dikeluarkan Melly dari paperbag.

 

"Kamu punya uang buat beli ini?" tanya suaminya.

 

"Ini dibeliin Lisa, Yang." Melly sedikit berbohong agar tak ketahuan bahwa ia sudah menghasilkan uang sendiri.

 

"Karena udah lama gak ketemu, dia bawain oleh-oleh untuk Alea. Enak gak, Yang?" tanya Melly dengan nada tinggi untuk membuat iri kakak iparnya yang sedari tadi memperhatikan mereka agar bisa sedikit mencicipi.

 

Alan mengangguk, "Hmm, enak, Yang."

 

"Ya, udah abisin, yaaa ... jangan sampe ter—si—sa. Oke, Yang!" ujarnya dengan sengaja memanas-manasi.

 

"Alaah, dia alesan aja, tuh, Lan! Dia pasti ketemuan sama laki-laki lain terus dibeliin oleh-oleh."

Melly tak menampik tuduhannya karena ia merasa tidak melakukan hal yang dinyatakan iparnya itu.

 

"Melly tadi video call Alan, Kak,. Terus Alan juga sempet ngobrol sama Lisa," jawab Alan dengan sopan.

 

Lian pun mengerlingkan mata, merasa kalah sambil menggerutu. Segera ia melangkahkan kaki ke kamarnya seraya menutup pintu dengan tendangan kakinya.

 

Melly terkekeh, padahal ingin sekali ia tertawa terbahak-bahak kalau saja tidak ada Alan di sampingnya.

 

Seperti biasa, Melly menjalani hari-harinya dengan pekerjaan rumah yang tiada habisnya, makan dengan hasil uang pemberian dari suaminya yang sebenarnya tidak mencukupi, dan merasakan telinganya panas mendengar cemoohan wanita yang tinggal serumah dengannya.

 

Ketika sedang menyiapkan sarapan, ia mendengar ada suara mobil yang masuk ke teras rumahnya. 

 

"Omaaa ...." Rachel dan Alea dan berteriak memanggil.

 

"Assalamu'alaikum ... cucu oma lagi ngapain?"

 

"Lagi main sama Alea, Oma."

 

Melly melihat Hakim membawa sesuatu di tangannya.

 

"Opa, bawa sini, Opa," sahut Rosa pada suaminya. "Niih, coba liat Oma bawa apa buat cucu Oma," katanya pada cucunya, entah cucu yang mana.

 

"Yeey, assiik, Ma! Ahel dibeliin mainan sama Oma," seru rachel yang kegirangan mendapat satu set mainan miniatur rumah barbie lengkap dengan properti dan bonekanya.

 

Melly memperhatikan sorot mata putri cantiknya yang begitu ingin dibelikan mainan yang sama. Tak mengeluh, Alea pun hanya diam memainkan mainan lamanya. Sementara, Rachel sibuk mendekorasi mainan barunya.

 

"Oma gak beliin buat Alea, ya, Oma," ujar Lian dengan intonasi menyindir.

 

"Beli, kok. Ini buat Alea. Alea, kan, mainannya udah banyak, ya," ucap omanya sembari memberikan satu set mainan dokter-dokteran yang harganya tidak ada persepuluhnya dibandingkan dengan yang diberikannya pada Rachel. Beberapa waktu lalu Lian yang menuduh Melly perhitungan, nyatanya kini mereka yang lebih perhitungan.

 

Sabar, Aleaku Sayang. Nanti Bunda belikan mainan yang lebih bagus dari itu.

 

Hakim mengambil mainan dari tangan Rosa dan memberikan mainan langsung pada Alea. "Ayo, Alea main sama Opa, yuk?”

 

“Alea jadi dokter Opa, mau?" Cucu keduanya itu mengangguk tersenyum.

 

Memang hanya dua wanita itu di keluarga Alan yang tidak menyukainya karena ia tidak berpendidikan dan berasal dari keluarga sederhana.

 

"Bagaimana mau berpendidikan. Selesai SMA, Mas Alan langsung ingin meminangku. Tapi perlakuannya padaku tidak mencerminkan sikap kepedulian yang besar terhadap orang yang dicintainya." Melly menggerutu.

 

Telepon genggam Melly berdering, ia lantas menggeser bulatan hijau yang muncul di layarnya ke arah kanan.

 

"Halo, assalamu'alaikum, Mi."

 

"W*'alaikumussalam, Mel. Cepat siap-siap ikut Mami ke mall sama Lian."

 

"Iya, Mi."

 

Tanpa basa basi lagi, Rosa memutus sambungan teleponnya begitu saja.

 

"Meel! Teriak Lian dari luar kamar. "Cepaat ... Mami udah jemput!"

 

Melly keluar kamar menggunakan kulot berwarna coklat susu, tunik merah, dan pasmina warna polos senadanya bajunya, dan tak lupa sneakers putihnya.

 

Ia melangkahkan kaki dengan anggun sambil menuntun Alea ke mobil Rosa. Lian termangu menatap penampilan adik iparnya yang akhir-akhir ini berbeda, ia sempat terdiam beberapa saat karena ada rasa terpukau dengan penampilan Melly yang semakin berbeda.

 

"Mbak, jadi, gak? Tadi teriak-teriak, sekarang malah bengong."

 

"Hai, Mbak Mel, cantik baanget hari ini," goda Dilan yang duduk di kursi pengemudi. "Ayo masuk, Mbak," ajaknya sambil membukakan pintu depan.

 

Melly disalip Lian dengan gerakan sigap agar lebih dulu duduk di kursi depan. Ia hanya menggelengkan kepala atas tingkah kekanakkan iparnya itu.

 

"Lian, kamu di  sini sama Mami!" 

 

"Tapi, Mi—"

 

Lian menghentikan ucapannya karena ekspresi wajah maminya sedang menunjukkan sikap tidak suka.

 

"Mami gak mau berdampingan sama Melly. Biar aja dia di depan."

 

"Emang kenapa sama Mbak Mel, Mi? Dia cantik, kok. Kakak aja kalah cantik sama Mbak Mel, ha-ha-ha!" Melly hanya terkekeh mendengar pujian Dilan. Sementara itu, ia melihat sorot mata Lian yang kesal atas ucapan Dilan melalui kaca spion.

 

Lina dan Lian berkeliling di sebuah mal terbesar di Kota Jakarta, melihat-lihat beberapa produk fashion dan memasuki beberapa butik baju. Lian dan maminya berkali-kali masuk ke ruang fittingroom mencoba berbagai model baju kekinian dan membeli beberapa helai dengan brand yang beragam. Lalu, mereka memasuki toko sepatu dan menjajalnya satu demi satu. 

 

"Mbak Mel, gak ikut mereka? Mbak pilih aja mana yang suka, nanti Dilan yang bayar," ujar Dilan menawarkan pada kakak ipar wanita satu-satunya itu.

 

"Gak, Lan. Mbak nggak tertarik,"

 

Setelah puas berbelanja, mereka memberikan semua kantong belanjaan pada Melly. Seperti biasa, jika mertua dan iparnya berbelanja maka Melly hanya bagian membawakan barang belanjaan mereka.

 

"Kamu gak beli Mel? Ups, lupa. Kamu, kan, gak punya duit, ya?"

 

"Kalaupun punya, aku gak akan habiskan uang Mas Alan dengan berfoya-foya, Mbak. Mending aku masak buat Mas Alan, jelas dapet pahala, kan?" ujar Melly menyindir Lian karena selama ia tinggal di rumah Melly tak pernah sekali pun memasak untuk suaminya.

 

Pantas saja kalau cicilan rumahnya tak terbayar, uang belanja habis dipakai membeli makanan siap saji setiap harinya berbelanja pun tak karuan.

 

"Yaah ... dia malah ceramah, Mi, ck!"

 

Dilan terbahak mendengar percakapan antara kakak dan iparnya itu.

 

"Sekarang kita makan dulu, yuk, Mi?" ajak Lian pada maminya.

 

Mereka masuk ke salah satu restoran Jepang dan memesan beberapa menu. 

 

"Melly, udah tau belum mau pesan apa. Kamu, kan, udik. Nanti kamu salah pesan yang ada malah malu-maluin kita lagi.”

 

"Mbak fokus aja sama pesanan Mbak. Biar aku yang urus punyaku," jawabnya tegas.

 

Dilan hanya tersenyum simpul dan melirik ke arah mereka berdua.

 

Setelah pesanannya datang, mereka makan bersama, tetapi hanya Rosa dan Lian yang asyik bercengkrama, sedangkan Melly sibuk menyuapi Alea. Setelah makan Lian memanggil seorang waitress

 

"Mbak, bonnya pisah, ya, dengan mereka!" ujarnya pada seorang pelayan wanita seraya menunjuk pada Dilan dan Melly.

 

Melly tidak kaget. Biasanya ia tidak makan karena tidak bisa membayarnya. Namun, tidak dengan saat itu.

 

"Dilan, kamu tunggu di sini. Aku titip Alea sebentar."

 

Dilan mengangguk. "Mau ke mana, Mbak Mel?" 

 

 

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Masita ta
sampe dsni aku pusing sbnarnya nama Omanya Rosa atau Lina sih ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   35. Kekesalan Alan yang Menggebu-gebu

    Sementara itu, ponsel di dalam kantong gamisnya bergetar. Melly mengambilnya dan memeriksa sebuah pesan singkat yang masuk.[Selamat kembali miskin, Melly. Hahaha]Melly tercengang dengan isi pesan tersebut. Apalagi setelah melihat nama si pengirim yang terpampang dengan jelas tertulis nama “Mbak Lian”. Pandangannya beredar mencari sosok Lian. Apa dia yang menyebabkan kebakaran rumahnya tersebut? “Kurang ajar! Masih berani unjuk gigi dia!” Melly tersulut emosi.Beruntung kebakaran tak mengenai rumah tetangga di sekitarnya karena jarak bangunan rumah Melly tak terlalu dekat ke dinding pembatas. Tepatnya, rumah Melly berada di tengah-tengah ruang lingkup lahan di antara taman-taman kecil.“Dia harus bertanggung jawab atas semuanya!” Melly meremas ponselnya sambil mencari-cari batang hidung kakak iparnya.“Kamu kenapa?” tanya Alan yang bingung melihat tingkah laku Melly.“Kamu pasti gak percaya ini, Yank.”“Soal a

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   34. Kebakaran di Rumah Melly

    Pukul empat dini hari, ponsel Alan terus bergetar. Alan dan Melly terlalu lelah hingga tak merasakan getaran di kasur yang berasal dari ponselnya. Enam panggilan tak terjawab muncul di layar ponsel.“Bunda ....” Alga terbangun, memanggil dengan suara mungilnya. Ia merangkul perut Melly, menginginkan asupan ASI karena merasa lapar. “Bunda ....?” panggilnya lagi.Melly terbangun setelah Alga merengek-rengek manja. “Iya, Sayang.”Alga kembali memejamkan mata setelah Melly menyusuinya. Sepuluh detik kemudian, ia baru merasakan ponsel Alan yang bergetar tanpa nada. Di sampingnya, Alan tampak sangat pulas.Tak tega membangunkan Alan, Melly meraih ponsel yang sudah membuatnya terganggu malam-malam. Namun, ia penasaran karena nama Mala yang muncul di layar panggilan.“Halo. Kena—“Kakaaaak! Kak, Mel, halo!” Suara Mala sedikit berteriak, nadanya terdengar cemas. Suasana di telepon juga sangat riuh dan sayup-sayup terdengar orang-orang yan

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   33. Kembalinya Melly ke Rumah

    "Saya gak sangka polisi sampai mencari ke sana, Pak?" tanya Alan."Bukan kami, Pak. Ada orang yang membawanya kemari tadi pagi."Mata mereka saling beradu tatap keheranan. Semuanya bertanya-tanya akan siapa menggelandang Siska ke kantor polisi."Siapa membawa dia ke sini, Pak?" tanya Lisa ingin tahu.Mata polisi itu seperti mencari seseorang di ruangan yang luas itu. Kemudian, seorang pria dan seorang wanita memasuki ruangan."Itu dia orangnya!" sahut Polisi Deri, menunjuk orang yang baru saja masuk dengan menggunakan kacamata hitam bersama seorang lelaki di belakangnya.Lisa, Mala, dan Alan serempak menoleh ke arah yang ditunjuk Pak Deri. Semuanya makin tersentak ketika melihat kedua orang yang berjalan mendekati mereka itu.Sementara itu, Siska malah mengerlingkan mata dengan sudut mulut mencibir. Tanpa menoleh pun ia sudah tahu siapa yang datang. "Melly?" ujar Lisa."Kak Bima?" sahut Mala.Melly

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   32. Tertangkapnya Siska

    "Permisi ...," ujar dua perawat datang menggantikan pakaian Alea dengan kain polos berwarna putih.Suasana haru memenuhi ruangan. Alan sudah menghubungi kedua orang tua dan mertuanya untuk mempersiapkan segala sesuatunya di rumah duka.Semua sudah bersiap pergi. Namun, Melly belum boleh pulang karena keadaannya yang belum pulih total dengan lengan dan kepala yang masih dibebat perban. Mala ingin menemaninya di rumah sakit. Akan tetapi, Melly tidak memperbolehkannya.Saat itu ia hanya ingin menyendiri, mengingat masa-masa terakhir bersama putrinya. Pada hari kecelakaan adalah hari di mana ia benar-benar merasa paling bahagia sebelum akhirnya berujung duka.***Ambulance sudah sampai di rumah Alan. Terlihat orang-orang yang mengurus jenazah sudah siap di sana bersama para tamu yang akan memberikan ucapan duka.Pukul 14.30 jenazah Alea sudah siap dimakamkan setelah selesai disalati. Seluruh keluarga beriringan mengantar jenazah ke t

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   31. Sakit yang Hilang

    “Shoot!"Dokter Dimas menggunakan alat pacu jantung lagi! Lalu, seorang perawat meletakkan defibrilator ke tempatnya semula.Dokter Dimas melakukan CPR lagi dengan satu telapak tangannya. Satu kali, dua kali, tiga kali, empat kali—Tiba-tiba … terdengar suara ventilator berbunyi normal lagi."Alhamdulillah," sahut Dokter Dimas diikuti semua orang yang ada di ruangan."Tekanannya sudah normal semua, Dok," jelas salah satu perawat seraya melepas tabung ventilasi manual dan menggantinya dengan dengan mesin.Alan menyungkurkan dirinya di lantai, saling berpelukan dan menangis bersama istrinya."Dokter ... terima kasih banyak, Dok. Terima kasih ....""Sudah jadi tugas saya, Pak. Nanti perawat akan mengontrol kondisinya selama enam jam ke depan. Tolong diawasi terus, ya, Pak. Saya permisi dulu."Dokter Dimas keluar ruangan bersama dua perawatnya yang membawa mesin defibrilator.Sementara, Melly berjalan d

  • Tak Kusangka Istriku Presdir   30. Code Blue

    “Enggak ... itu kesalahan aku, Yaaang! Pak Cahyadi … Alea … jadi begini karena aku ...." Ia menangis sesenggukan sampai terdengar ke luar ruangan. "Tenang dulu ya, Bunda. Pak Cahyadi udah diurus sama Mala. Dia juga udah mewakilkan belasungkawa untuk keluarganya."Melly terdiam. Tangisnya berangsur mereda. Ia lebih tenang dalam pelukan suaminya. Segera ia menghampiri putrinya yang masih terpejam tak sadarkan diri dengan meraba-raba sekitar kamar sampai akhirnya bisa menyentuh Alea.Melly mencari posisi wajah putrinya, memindahkan sentuhannya ke bagian atas kepalanya yang dibalut perban. Ia merendahkan dirinya mendekati wajah Alea ingin mencium, tetapi terhalang selang ventilator. Ia hanya bisa memandang dalam angan-angan melalui sentuhannya.Ia mencoba naik ke ranjang putrinya untuk tidur berdampingan seperti yang biasa mereka lakukan di rumah. Salah satu tangannya berpindah ke atas tubuh Alea. Ia ingin merasakan memeluk dan menggendongnya lagi se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status