LOGIN"Nad?" Sapa seseorang sesaat Nadia sampai dan hendak menurun kan putri nya dari boncengan.
"Eh,, Sarah ya?" Tanya Nadia yang sedikit terkejut itu saat bertemu dengan teman lama nya dari kampung. "Iya aku Sarah, gimana kabar kamu sekarang?" Tanya Sarah dan mereka pun cipika cipiki, sedang kan Mira gadis kecil itu hanya terdiam melihat interaksi ke dua wanita dewasa yang kini berada di depan nya. "Baik banget, tapi ya begitulah,," Ujar Nadia dengan meringis. "Ini anak kamu ya? Cantik banget kaya ibu nya. Nama kamu siapa cantik?" Tanya Sarah dengan mencolek gemas dagu Mira. "Namira tante." Jawab Namira dengan tersenyum menunjuk kan deretan gigi nya yang putih dan rapi. "Kamu sekarang tinggal di sini Sar?" Tanya Nadia dengan mengajak putri nya duduk di dalam warung bakso tersebut, kemudian ia pun memesan 3 bakso untuk mereka. "Iya, aku ikut suami ku disini." "Loh udah nikah, kapan? Kok gak ngabarin sih?" Tanya Nadia yang memang tidak tahu jika kini Sarah sudah menikah. Bahkan suami nya masih satu kampung dengan rumah nya. "Aku udah ngabarin kamu di f******k, tapi seperti nya kamu jarang buka ya. Aku juga udah nanya nomor mu ke teman teman kampung tapi kata nya kamu udah ganti, dan gak ada yang kamu kabarin kalau ganti nomor." Jawab Sarah dengan mendengus kesal. "Hehe,, iya sih maaf ya aku emang jarang buka f******k lagi, gak ada kuota soalnya!" Seru Nadia dengan nyengir kuda. "Seperti nya kamu dapat suami kaya ya dan hidup mu terjamin. Kamu makin cantik dan terlihat terawat gitu." Puji Nadia yang melihat teman nya itu terlihat lebih terawat di bandingkan dengan dia yang dulu di kampung. "Iya alhamdulilah Nad suami aku baik dan pengertian. Tapi suami ku juga cuma pekerja buruh pabrik kok. Gajinya juga UMR dan dapat gaji gede juga kalau ada lemburan." Jawab Sarah dengan meracik bakso nya dengan sambal dan kecap. "Serius kerja di pabrik?" Tanya Nadia yang sedikit tak percaya. "Iya di pabrik garment dekat jalan raya itu." Jawab Sarah dengan mengangguk. "Mas Arman juga kerja di sana. Tapi hidup kita kok terlihat berbeda ya padahal gaji suami kita sama." Ucap Nadia lirih dengan mengerucut kan bibir nya. "Kenapa? Karena aku sekarang terlihat lebih cantik dan bisa pakai emas emasan ini?" Tanya Sarah yang tersenyum melihat muka masam teman lama nya itu. Nadia pun hanya mengangguk menjawab nya. Mereka kini duduk di meja paling ujung, dan siang ini warung memang agak sepi dari biasa nya. "Coba deh cerita gimana perjalanan hidup mu setelah menikah." Ujar Sarah. Akhir nya Nadia pun menceritakan garis besar kehidupan nya setelah menikah. Mulai dari Arman yang berubah menjadi pelit, dan perlakuan keluarga suami nya itu termasuk ibu mertua nya. "Aku turut prihatin Nad dengan hidup mu yang makin blangsak gini. Jadi gak tega aku sama putri mu. Kenapa kalian gak KB aja kalau kamu tau kelakuan suami mu seperti itu?" Tanya Sarah yang kini sedikit iba dengan kehidupan teman lama nya. "Aku dulu gak mikir sejauh itu Sar, aku pikir mas Arman akan berubah dan sedikit melunak ketika ada anak di rumah tangga ku. Tapi semua dugaan ku salah, ia semakin menjadi. Ya meski ia masih memikir kan masa depan putri ku, tak menutup kemungkinan ia juga masih perhitungan dengan kebutuhan nya." Jawab Nadia dengan mendesah kasar. "Nad, nama suami mu Arman Yuliono bukan?" Tanya Sarah yang sedikit ragu. "Iya, kok kamu tau Sar? Kamu kenal sama mas Arman?" Tanya Nadia yang memang terkejut, bagaimana bisa Sarah tau nama suami nya? "Suami ku punya atasan namanya Arman Yuliono. Awal nya dia juga bagian produksi tetapi beberapa bulan yang lalu ia sudah naik jabatan menjadi kepala team." Jawab Sarah dengan sedikit ragu. "Benar kah? Apakah Arman yang kamu maksud adalah mas Arman suami ku?" "Aku kurang tau Nad karena aku juga tidak tahu ciri cirinya seperti apa, tetepi jika suami mu memang naik jabatan apakah ia tak memberi tahu mu?" Tanya Sarah yang kini mulai bingung sendiri. Nadia pun hanya menggeleng lemah. Ia langsung teringat dengan isi dompet mas Arman tadi pagi. Banyak sekali uang nya mungkin ada sekitar satu jutaan. "Apakah itu?" Tanya Nadia dengan mengirim kan foto nya dengan sang suami ke nomor W******p Sarah. Tadi mereka sempat betukar nomor. "Nanti coba aku tanya sama mas Bima ya." Jawab Sarah dan Nadia pun hanya mengangguk lemas. Sarah yang melihat teman lama nya seperti itu pun ia semakin tak tega. "Nad mau aku kasih tips biar dapet uang banyak gak?" Tanya Sarah dengan antusais. Nadia hanya mengernyit kan dahi nya, bingung dan akhirnya dia hanya mengangguk saja. "Aku bisa seperti sekarang karena aku juga punya penghasilan sendiri, bahkan lebih besar dari gaji suami aku." "Hah serius? Kamu kerja apa? Gak jual diri kan?" Tanya Nadia yang ceplas ceplos. Pletakk!! "Aduh sakit gila!" Seru Nadia yang dahi nya kini memerah akibat sentilan Sarah yang memang kencang. "Ibu gak papa?" Tanya Mira dengan menatap tajam ke arah Sarah. Sarah yang di tatap seperti itu pun jadi salah tingkah dan cengar cengir. "Maaf ya sayang, hanya becanda saja tadi sama ibu mu." Jawab Sarah yang jadi tak enak hati. "Tapi kan gak usah kaya gitu tante. Tuh dahi ibu aku kan jadi merah!" Seru gadis kecil itu, sedang kan Nadia kini malah mengiyakan nya saja dengan memasang muka memelas. Sarah pun kini terlihat jengah dengan tingkah anak dan ibu itu. "Iya deh tante minta maaf ya, Nad?" Ujar Sarah dengan tersenyum yang terlihat sekali jika di paksakan dan menggertak kan gigi nya. "Iya, ibu maafin. Gak boleh di ulangi lagi ya!" Jawab Nadia dengan mejulur kan lidah nya meledek, dan Sarah pun hanya mencebik. "Jabatan tangan dong bu kalau sudah baikan!" Seru Mira. Akhir nya ke dua wanita dewasa itu saling tersenyum dan berjabatan tangan, seperti permintaan Mira barusan. "Ya sudah, back to topik! Kamu mau gak punya penghasilan sendiri kaya aku?" Tanya Sarah yang kini sudah memasang wajah yang serius. "Ya mau lah Sar, siapa sih yang gak mau punya uang sendiri." Jawab Nadia dengan mencebik. "Aku sekarang jadi penulis online!" Seru nya dengan bangga dan mendongak kan kepala nya. "Hah penulis online?" Tanya Nadia yang sedikit tak percaya.**** "Sayang, kamu udah lama nunggu?" Tanya Maya, kini ia sudah berada di sebuah cafe tempat dimana ia dan Viki janjian. "Oh enggak kok, aku juga baru sampai. Kamu pesen dulu aja sana, aku mau vanilla latte sama pasta ya, aku laper banget ini." Ujar Viki yang menyuruh Maya untuk memesan. "Lah tadi kenapa gak sekalian pesan kata nya laper?" Tanya Maya yang seperti nya mulai kesal, karena setiap kali bertemu pasti maya lah yang akan membayar semua pesanan mereka. "Aku lupa, tadi langsung duduk di spot ini karena bisa lihat view sunset nanti, kalau aku pesan ke sana takut nanti ditempatin orang lain." Tidak masuk akal sekali bukan alasan si mokondo? Tapi dengan bodoh nya Maya menuruti nya meski dengan perasaan yang sedikit dongkol. Mungkin karena Viki adalah pria idaman nya semenjak duduk di bangku SMP dulu, dan ia baru bisa mendapat kan hati nya sekarang ini. Jadi ia merasa tak keberatan meski harus menghemat u
****"Dasar waita sinting! Bisa bisa nya dia mempermalukan aku di depan banyak orang!" Gerutu bu Warni sembari berjalan memasuki rumah. Setelah perdebatan tadi dengan sang menantu dan di saksikan langsuung oleh para tetangga, kini bu Warni sudah pulang ke rumah nya sendiri dengan rasa malu. Malu karena menuduh dan menjelek jelek kan Nadia tanpa alasan yang jelas dan bukti yang kuat. Terlebih Arman tadi juga tak membelanya.Setelah menaik kan motor ke teras rumah, dengan santai Maya memasuki rumah dengan mata yang masih terfokus pada layar ponselnya."Lihat bu, ada yang memvideo ibu tadi saat ribut sama mbak Nadia dan memposting nya di story whatsapp!" Seru Maya dengan menunjuk kan video tersebut ke hadapan sang ibu."Huft, biarin aja biar orang orang tau kelakuan menantu durhaka itu! Sekalian aja biar mereka tahu siapa menantu ku itu! Kurang ajar, mulutnya pedas kayak sambal ulek!” Mendengar jawaban sang ibu Maya tersenyum miring.“Ya gimana, Bu. Itu kan menantu pilihan ibu sendiri. D
****"Ibu mertua mu memang udah gak waras ya Nad. Bisa bisa nya dia jelek jelekin menantunya sendiri di depan banyak orang!" Seru mbak Indah yang ikutan kesal, kini Nadia dan putri nya memilih ngungsi ke rumah mbak Indah dan seperti biasa mereka nongkrong di bawah pohon rambutan dengan di temani mendoan dan es teh jumbo yang barusan di beli mbak Indah. Nadia pun memilih untuk keluar rumah karena tak mau memperpanjang pertengkaran tadi dengan sang mertua."Huft,, aku juga gak ngerti mbak kenapa ibu bisa sebenci itu sama aku. Apa karena aku yatim piatu dan miskin kali ya jadi gak ada yang bisa ibu banggain dari aku." Ujar Nadia dengan tersenyum getir meratapi nasib nya.Ini bukan kali pertama mereka bertengkar, tapi bagaimana pun juga, Nadia juga menginginkan kehidupan yang normal seperti orang orang yang ia temui selama ini."Sebenar nya aku juga capek mbak kalau ribut terus tiap ketemu sama ibu. Apalagi mas Arman, mana ada dia membela ku. Tadi saja dia malah membentak ku saat aku mena
****"Armann!!" Pekik bu Warni sembari memasuki rumah putra nya itu. Semua orang yang berada di rumah pun sontak langsung berjalan tergopoh gopoh ke ruang tamu karena teriakan itu."Ibu, kenapa? Ada apa bu?" Tanya Maya yang kini sudah duduk di sebelah ibu nya itu."Ambil kan ibu segelas air!" Seru nya dengan nafas yang masih ngos ngosan. Sedangkan Nadia kini sedang berkumpul di spot favorit nya dengan para ibu ibu di bawah pohon rambutan."Pasti sebentar lagi bakal ada drama." Ujar Nadia dengan mendengus kesal."Lagian tumben ibu mertua mu datang pagi pagi gini?" Tanya bu Leli yang sedikit penasaran."Dia kaya jelangkung, tamu yang tak di undang dan tak pernah ku harap kan, huft." Ujar Nadia dengan nafas berat."Orang kalau udah bau tanah pasti gitu Nad, bakal nyebelin. Kaya almarhumah ibu ku dulu juga gitu, gak lama meninggal." Ujar mbak Indah yang membuat semua orang tertawa."Gak boleh doain yang jelek jelek mbak nanti balik ke kita loh, tapi kalau sama Tuhan di percepat ya gak pap
Pagi ini Nadia bangun sedikit terlambat dari biasa nya, karena hari ini adalah hari minggu. Mungkin ia juga merasa lelah setelah mengekori putri dan suami nya yang semalam berjalan kesana kemari melihat wahana dan permainan.Meski semalam ia tak mendapat apa apa, tetapi ia cukup senang melihat putri nya yang bisa tertawa bahagia meski hanya dengan hal hal kecil.Minggu pagi ini matahari bersinar lembut, udara terasa hangat tapi tidak menyengat, suara burung dari pohon depan rumah terdengar menenangkan. Nadia berdiri di dapur, menyiapkan sarapan nasi goreng dengan telur ceplok."Mira masih tidur mas?" Tanya Nadia dengan menata piring di meja makan sederhana."Hemm, sepertinya masih tidur." Jawab Arman yang masih fokus menonton TV.Bergegas Nadia berjalan ke kamar Namira, dan mata nya langsung tertuju pada tubuh mungil putri nya yang masih terlelap di bawah selimut. Nadia langsung masuk begitu saja, membuka jendela kayu dengan lebar dan menyibak kan gorden membiarkan matahari pagi memas
**** "Wahh, aku mau naik kora kora bu!" Seru gadis kecil itu. Kini mereka sudah berada di parkiran pasar malam, meski wajah Arman terlihat sangat masam, Nadia tak menghirau kan nya. Suara musik dari wahana komidi putar menggema di udara, bercampur dengan tawa anak anak dan aroma jagung bakar yang manis. Malam itu, langit tampak cerah. Bulan menggantung bulat di atas, seperti ikut menonton keramaian di pasar malam. "Serem ih, ibu gak berani naik yang lain aja ya!" Jawab Nadia yang memang takut untuk menaiki wahana tersebut. “Ibu, ayah, lihat! Itu ada balon yang bentuknya kelinci!” katanya sambil menunjuk ke arah penjual balon di dekat gerbang pasar malam. Arman tersenyum tipis melihat wajah riang anak nya. Meski kini pikiran nya sedang melayang layang membayangkan berapa nominal yang akan ia habis kan malam ini. Ia menggandeng tangan kecil Mira di sisi kanan, seadngkan Nadia hanya mengekori ke dua nya itu dari belakang. Mereka bertiga melangkah pelan masuk ke keramaian pasa







