Setelah beberapa hari pulang dari rumah sakit, keadaan Jessie sepertinya mulai sedikit membaik. Bahkan hari ini ia meminta Arkan untuk mengantarnya berbelanja.
Arkan menggandeng tangan istrinya, mereka berjalan masuk ke supermarket mengambil keranjang belanjaan serta langsung menuju stand buah.
"Buah apa yang ingin kamu beli?" tanya Arkan seraya mengamati buah-buahan segar yang terpajang di rak buah.
"Ini," jawab Jessie menunjuk buah berwarna merah keunguan berbentuk bulat dengan ujung seperti sebuah tunas.
"Buah apa ini?" Arkan memperhatikan buah yang dipegang istrinya.
"Buah Bit, aku baca di internet buah ini banyak manfaatnya. Mengandung kalsium untuk mencegah osteoporosis pada ibu hamil, karena wanita yang sedang hamil asupan kalsium yang masuk akan terbagi dengan janin yang di dalam. Jadi, aku perlu asupan kalsium lebih untuk diriku juga bayi kita." Jessie menjelaskan panjang lebar.
<Siang itu Arkan terlihat berpikir di ruang kerjanya, membuat Dodi sampai keheranan dengan apa yang dilakukan oleh atasannya itu."Ar, tumben banyak melamun!" sindir Dodi dari tempat kerjanya."Aku lagi mikir." Arkan menoleh pada asistennya yang tengah fokus dengan layar laptop."Hmmm ... nggak kelihatan," timpal Dodi yang sekilas menoleh pada Arkan, ia kemudian kembali fokus pada pekerjaan.Arkan tidak menanggapi ucapan Dodi, ia malah terlihat mengetuk-ngetuk meja dengan jemarinya."Jessie pengin ke Belanda," kata Arkan tiba-tiba.Dodi langsung menoleh begitu mendengar kata Belanda."Bukannya kondisi istrimu tidak terlalu baik?" tanya Dodi.Arkan mengangguk, ia mengguyar rambut kebelakang menggunakan kedua tangan hingga kemudian menghempaskan punggung ke sandaran kursi."Aku juga bingung, tapi dia terlihat begitu ingin ke sana," jaw
Hari itu Arkan pergi ke rumah Alesha, ia ingin mengutarakan niatnya pergi ke Belanda."Kak, aku ingin meminta izin ke Belanda," kata Arkan pada kakaknya Alesha dan Alvin.Arkan tahu jika keadaan Jessie bisa memburuk setiap waktu, jadi dia berniat untuk segera memenuhi keinginan istrinya itu."Ngapain ke Belanda, Ar?" tanya Alesha bingung."Jessie ingin melihat taman bunga di sana," jawab Arkan, ia terlihat begitu berharap kedua kakaknya itu mengizinkannya ambil cuti untuk sementara waktu."Kondisi istrimu masih belum pulih, Ar! Kenapa tidak menungu sampai dia benar-benar sembuh?" Alvin menimpali.Arkan meremas lututnya, ia menatap kedua kakaknya itu dengan mata berkaca-kaca, kelopak matanya menggenang, ia tidak sanggup menutupi kesedihannya."A-ku, A-ku tidak yakin dia akan memiliki kesempatan untuk bisa benar-benar sembuh," ujar pria itu
"Aku tidak akan mengatakannya sekarang," ucap Jessie yang membuat Arkan sedikit kecewa.Jessie sadar akan hal itu, ia mengulas senyum seraya merangkulkan kedua lengannya di leher jenjang Arkan, menyentuhkan permukaan bibirnya ke bibir suaminya itu."Ar, bolehkah?" tanya Jessie ambigu."Apa?"Jessie tahu jika Arkan pasti menginginkan hubungan suami istri. Semenjak dirinya hamil, Arkan tidak berani menyentuhnya."Ini," jawab Jessie yang kemudian mencium bibir suaminya.Arkan membalas ciuman itu, ikut menautkan dalam-dalam hingga sesekali menyesap dan mengulum bibir istrinya.Tangan Jessie meraih tali bathrobe yang dikenakan Arkan, tapi dicegah oleh pria itu. Arkan melepas tautan bibirnya lalu menatap Jessie yang mengulas senyum untuknya."Jangan," ucap Arkan."Kenapa?""Ak
Setelah sarapan, Arkan mengajak Jessie ikut sebuah tour ke Keukenhof Castle, mereka ikut sebuah rombongan dengan pemandu wisata khusus untuk mengeksplore istana yang dibangun pada masa keemasan negara Belanda.Keukenhof Castle adalah rumah koleksi furniture dan potret penting termasuk lukisan terkenal karya pelukis abad ke-17, Nicoles Maes. Di sana juga terdapat porselen dari Cina dan Jepang.Jessie tampak menautkan jemarinya begitu erat pada jemari Arkan, mereka berjalan mengikuti para anggta rombongan yang melihat koleksi barang-barang di sana."Lukisannya sangat cantik," puji Jessie ketika mereka tengah mendengarkan pemandu wisata menjelaskan asal lukisan dan siapa yang membuatnya."Iya, sungguh mahakarya yang patut untuk dipuji," timpal Arkan.Jessie menoleh pada Arkan, ia mengulas senyum manis kearah suaminya itu. Akhirnya mereka melanjutkan langkah mengikuti rombongan mereka hingga akhir
Arkan duduk di selasar panjang menunggu dokter memeriksa keadaan Jessie. Ia terus berdoa agar istrinya bisa selamat, tidak akan rela jika dirinya ditinggal begitu saja."Kamu harus selamat atau aku tidak akan pernah memaafkanmu, Jes!"Arkan mengusap kasar wajahnya kemudian menghempaskan punggung ke sandaran kursi. Matanya memerah, buliran kristal bening masih luruh dari pelupuk mata. Arkan mengeluarkan ponselnya, ia mendial nomor kakaknya."Kak, Jessie kambuh tidak sadarkan diri!" ujar Arkan begitu panggilan itu dijawab kakaknya.---Di sisi Lain, Alesha sedang menyiapkan sarapan untuk suami dan putrinya, hingga Lala tampak menuruni anak tangga dengan berteriak memanggil ibunya."Mi! Om Arkan, Mi!" teriak Lala berlarian kecil menghampiri Alesha."Ya ampun, La! Pagi-pagi kok udah lari-larian!" Alesha langsung menangkap tubuh mungil putrinya."Om Arkan, Mi!" Lala menunjukkan ponsel Alesha di mana panggilan Arkan masih terus
Tempat itu terlihat putih, sejauh mata memandang hanya ada warna putih dengan cahaya yang begitu menyilaukan. Jessie menatap jauh ke arah depan, ia tidak melihat siapapun di sana kecuali perasaan damai dengan angin yang berembus menerpa wajahnya.Jemari kecil menggenggam tangan Jessie, membuat wanita itu menoleh dan melihat ke arah bawah. Seorang gadis kecil tersenyum hangat padanya, ia bisa melihat betapa miripnya gadis kecil itu dengan Arkan."Mami," sapanya.Mata Jessie terlihat berkaca, mendapat sebutan 'mami' membuatnya ingin menangis karena terharu. Ia pun berjongkok menatap gadis kecil itu, menyematkan helaian rambut yang menutupi wajah mungil gadis itu."Mami, papi minta agar Mami bangun," ucap gadis kecil itu.Jessie menggelengkan kepala, ia menepuk pelan kedua lengan gadis kecil itu dengan senyum getir di wajahnya."Tapi Mami harus ke sana!" Jessie menunjuk sebuah cahaya putih yang begitu menyilaukan mata, gadis kecil itu juga ikut menol
Alesha, Tian, dan Finlay langsung naik taksi menuju rumah sakit tempat Jessie dirawat begitu mereka mendarat di Amsterdam. Ketiganya butuh waktu hampir setengah jam untuk menuju rumah sakit.Sepanjang perjalanan tidak ada yang bisa duduk dengan tenang, mereka benar-benar mengkhawatirkan keadaan Jessie. Alesha terus menatap pada sisi jalanan di mana hamparan tanah lapang dengan beberapa bunga tumbuh liar di sana, sungguh perjalanan yang begitu memanjakan mata jika mereka datang dengan rasa bahagia. Namun, sayangnya mereka datang karena sebuah kesedihan dan kepedihan yang sedang melanda.Alesha berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit setelah mencari tahu kamar inap Jessie dari pihak customer service. Ia langsung membuka pintu yang dimaksud dan mendapati Arkan tengah menyuapi Jessie."Ar!"Arkan dan Jessie sama-sama menoleh ke arah pintu, mereka tersenyum bersama ketika melihat Alesha, Tian, dan juga Finlay ada di sana."Kak!" Arkan bangun dan me
Selama Jessie dirawat, Baik Arkan, Alesha, Tian, dan Finlay menjaganya secara bergantian. Mereka tidak membiarkan Jessie sendirian meskipun sedang tidur.Arkan memeras washlap, ia ingin membersihkan tubuh Jessie karena istrinya mengatakan jika merasa tidak nyaman. Dengan telaten Arkan mengusap wajah Jessie kemudian turun hingga leher, ia bahkan mengusap area dada hingga perut Jessie. Arkan menyentuh permukaan kulit Jessie dengan jemarinya, perut istrinya semakin membesar karena umur kandungan Jessie sudah memasuki umur tujuh bulan, ia melihat pergerakan kecil ketika jemarinya menyentuh garis halus di perut Jessie."Dia bergerak, Jes!" Arkan menatap Jessie dengan mata berbinar."Sepertinya dia sangat menyukaimu," ucap Jessie yang langsung disambut seulas senyum oleh Arkan.Arkan kembali mengusap dengan lembut tubuh Jessie sebelum akhirnya membantu istrinya berganti piyama. Ia duduk di tepian ranjang menatap wajah Jessie yang masih saja pucat meski kondis