Nadya tiba di kantor penyedia jasa keamanan tepat pukul dua siang. Dia melangkah anggun kearah meja resepsionis.
"Mbak, saya mau bertemu dengan Pak Devan. Nama saya Nadya Darmawan, saya sudah ada janji dengan beliau." Nadya tersenyum menatap resepsionis itu.
"Sebentar, Bu. Silakan duduk dulu!" ujar resepsionis itu ramah.
"Terima kasih," ucap Nadya. Dia kemudian melangkah ke arah kursi tunggu yang disediakan di dekat meja resepsionis. Dia menunggu sambil memainkan telepon genggamnya. Sesekali dia melirik ke arah resepsionis untuk melihat wanita muda itu yang sedang melakukan penggilan telepon dengan seseorang.
Beberapa menit kemudian, resepsionis itu datang menghampirinya.
"Ibu, Pak Devan sedang meeting. Sekretarisnya bilang, Ibu diminta untuk menunggu di ruangan Pak Devan, di lantai lima. Mari saya antar, Bu!" ajak resepsionis itu kemudian mengarahkan Nadya untuk menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai lima.
Nadya dan resepsionis itu akhirnya sampai di lantai lima tempat ruangan Devan berada. Mereka disambut oleh Shila, sekretaris Devan.
"Ibu Nadya, kenalkan saya Shila, sekretaris Pak Devan. Bapak sedang meeting, tapi sebelumnya beliau berpesan agar meminta Ibu untuk menunggunya di ruangan beliau," ucap Shila. Dia lalu membukakan pintu untuk Nadya.
"Terima kasih," sahut Nadya ramah.
Nadya duduk di sofa yang ada di tengah ruangan. Ruangan itu tidak jauh berbeda dengan ruangannya di Darmawan Group. Hanya saja ada perbedaan antara ruangan Devan dengan ruangannya. Ruangan Devan sama sekali tidak ada foto di sana. Sedangkan ruangannya ada beberapa foto dirinya terpajang di meja kerjanya.
Nadya memainkan telepon genggamnya untuk mengisi waktu luang sambil menunggu kedatangan Devan.
Dia melihat foto dirinya dan Amelia, adiknya yang sekarang tidak diketahui keberadaannya. Hatinya perih saat mengetahui adiknya pergi dari rumah demi seorang laki-laki.
Nadya menghela napas panjang memikirkan keberadaan adiknya saat ini yang entah ada di mana dan bagaimana keadaannya pun, dia tidak tahu. Memikirkan hal itu membuat kepalanya pening.
Sementara itu di ruang lainnya, tampak seorang laki-laki memperhatikan Nadya dari layar CCTV yang tersambung di laptopnya. Dia menatap layar CCTV di sela-sela meeting yang sedang dia ikuti, dengan mata yang tak berkedip.
‘Nadya.’ batin laki-laki itu.
Laki-laki itu adalah Devan Airlangga, Wakil Direktur PT Jasa Utama yang bergerak di bidang penyedia jasa keamanan. Dia menatap tamu cantik yang kini sedang ada di dalam ruangannya, duduk dengan anggun yang membuat Devan terpesona. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan wanita itu kembali.
Devan memperbesar layar laptopnya untuk memperjelas sosok tamu cantiknya itu. Dia menikmati sosok wanita itu yang memiliki wajah yang cantik khas wanita blasteran. Tubuh ramping yang dibalut setelan kerja yang pas di tubuhnya membuat wanita itu tampil elegan. Rambut lurusnya tergerai sampai bahu yang ujungnya sedikit ikal menambah nilai tersendiri bagi wanita itu.
Devan menghela napas saat menyadari wanita itu kini sudah memiliki suami. Dan seketika dia langsung menutup tampilan CCTV di layar laptopnya. Dia beranggapan, wanita itu sudah bersuami maka sangat tidak pantas apabila dia memperhatikan wanita itu.
Setelah berlangsung selama kurang lebih dua jam, meeting itu akhirnya selesai. Devan segera berjalan ke arah ruangannya dengan langkah lebar.
“Tamu Bapak sudah menunggu di ruangan sejak tiga puluh menit yang lalu.” Shila memberitahukan tentang keberadaan Nadya saat dilihatnya atasannya itu akan memasuki ruangan.
“Iya, terima kasih,” sahut Devan. Dia kemudian memutar handle pintu untuk membuka pintu ruangannya.
“Selamat siang! Maaf telah menunggu lama,” sapa Devan pada tamunya sopan. Dia pura-pura belum mengetahui identitas tamu tersebut.
Nadya lalu menoleh ke arah sumber suara. Dan betapa terkejutnya Nadya saat dilihatnya seorang pria yang sangat dia kenal. Dan sampai saat ini masih mengisi relung hatinya.
“Mas Devan,” ucap Nadya.
“Hai Nad! apa kabar?” sapa Devan ramah.
Devan langsung mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan dengan Nadya.
Nadya langsung menerima uluran tangan Devan seraya berkata, “Kabarku baik, Mas Devan. Kamu juga baik kan, Mas?” tanya Nadya dengan menampilkan senyum manisnya, yang membuat hati Devan seketika berdesir melihat senyuman yang selama dua tahun ini dia rindukan.
“Seperti yang kamu lihat. Alhamdulillah kabarku baik, Nad, dan aku senang bisa bertemu lagi denganmu,” ucap Devan.
Dia lalu berjalan ke arah meja kerjanya untuk menaruh beberapa berkas, juga laptopnya di atas meja itu. Kemudian dia melangkah dan duduk di sofa berhadapan dengan Nadya.
“Ah, kamu rupanya membiarkan teh hangat ini menjadi dingin. Silakan diminum!” ujar Devan ramah.
“Terima kasih. Hal ini karena masalah yang sedang kami hadapi, membuat aku lupa kalau ada teh hangat di meja,” Sahut Nadya. Dia lalu menyeruput teh yang sudah dingin itu.
Devan memperhatikan Nadya yang minum teh itu dengan perlahan. Gerakannya sangat anggun yang membuat dia kembali teringat masa lalunya yang indah bersama dengan wanita itu.
“Jadi tujuan aku kemari adalah ingin meminta bantuan, karena adikku hilang.” Nadya memulai pembicaraan akan maksud kedatangannya ke kantor itu siang ini.
Devan seketika terkejut mendengar ucapan Nadya. Dia mengerutkan keningnya seraya berkata, “Adikmu hilang? apa dia diculik?” Devan kemudian menegakkan tubuhnya. “Apa mereka sudah mengirimkan pesan untuk meminta uang tebusan? apa keluargamu sudah melaporkan ke pihak yang berwajib?”
“Tidak, kejadian sebenarnya tidak seperti itu. Amelia, melakukannya sesuai dengan keinginannya,” ucap Nadya dengan suara perlahan.
“Maksudmu?” tanya Devan bingung.
“Maksud aku, Amelia pergi dari rumah dengan kekasihnya.” Nadya akhirnya dapat bernapas lega setekah mengucapkan hal yang sebenarnya.
Devan mengerutkan dahinya dan menghela napas panjang.
“Kami tidak melapor ke pihak berwajib karena tidak mau perihal perginya Amelia dari rumah diketahui oleh publik, yang bisa mencoreng nama baik keluarga. Karena itu aku kesini meminta bantuan agar adikku dapat kembali dalam keadaan sehat dan aman.” Nadya mulai mengungkapkan tujuannya datang ke kantor pria itu.
Devan menganggukkan kepalanya. Dia mulai mengerti inti permasalahan yang sedang dialami oleh wanita cantik yang sedang duduk di hadapannya. Dan dia sebagai seorang profesional di bidangnya bersedia membantu. Dia akan mengerahkan segenap kemampuannya agar dapat membawa adik Nadya kembali ke rumah dengan selamat tanpa kurang satu apapun.
Di saat bersamaan, pintu ruangan Devan diketuk seseorang.
Tok...tok...tok.
“Masuk,” ucap Devan.
Pintu itu lalu terbuka dan menampilkan sosok seorang pria yang juga berpostur sama dengan Devan, tinggi dan tegap.
“Hai, Don. Sudah selesai urusannya?” tanya Devan yang diangguki oleh pria itu, yang kini duduk di samping Devan.
Pria itu kemudian menatap Nadya dan seulas senyum terbit dari bibir pria yang bernama Doni.
“Selamat siang, Bu Nadya. Perkenalkan, saya Doni. Saya yang tadi berbicara dengan Ibu di telepon. Dan saya telah meminta Pak Devan untuk membantu Ibu,” ucap Doni. Dia kini mengulurkan tangannya kepada Nadya.
Nadya menerima uluran tangan Doni seraya berucap, “Selamat siang, Pak Doni. Terima kasih sudah mengarahkan saya untuk bertemu dengan Pak Devan. Selanjutnya saya tinggal menunggu kalian untuk segera bergerak mencari adik saya.”
Doni tertegun. Dia lalu menatap ke arah Devan seraya bertanya, “Apa masalahnya, Dev?”
Devan lalu menceritakan masalah yang dialami oleh adik Nadya, secara rinci dan jelas yang membuat pria itu menganggukkan kepalanya.
Doni kemudian menatap Nadya lekat seraya berkata, “Bisa diberikan keterangan secara detail saat terakhir adik Anda berada di rumah? Apa dia menunjukkan tingkah laku yang aneh menurut Anda? yang membuat dia kabur dari rumah?” tanya Doni.
Nadya terdiam sejenak, mencoba untuk mengingat keadaan adiknya saat terakhir kali. Sebelum dia pergi meninggalkan rumah.
Nadya mengingat terakhir kali dia berinteraksi dengan adiknya. Saat itu dia sedang menginap di rumah orangtuanya, karena ada acara keluarga di sana. Dia memang sudah dua tahun ini pindah ke apartemen. Dan itu disebabkan karena orangtuanya yang telah ikut campur dalam urusan pribadinya.Malam itu Nadya melihat adiknya yang dikenal sebagai orang yang periang tiba-tiba berubah menjadi pendiam. Nadya yang melihat perubahan itu, tentu saja penasaran dengan sikap adiknya yang berubah seratus delapan puluh derajat.Saat itu, Amelia mengatakan kalau dia merasa tertekan. Tapi, dia tidak mengatakan penyebabnya. Dan akhirnya, adiknya itu lebih memilih pergi dari rumah untuk hidup bersama dengan kekasihnya.Kini Nadya hanya bisa termenung memikirkan adiknya yang entah ada di mana keberadaannya saat ini."Bagaimana Bu Nadya? Apa anda sudah ingat terakhir anda berinteraksi dengan adik anda?" tanya Doni lagi.Nadya menganggukkan kepalanya. Lalu dia meraih telepon genggamnya yang tergeletak di atas m
Nadya dan Devan segera tersadar ketika terdengar suara Doni yang membuyarkan lamunan mereka. Devan segera mengusap wajahnya, kasar. “Jelaskan skenario yang telah kamu buat,” ucap Devan mengalihkan pandangannya ke arah Doni. “Aku membuat skenario untuk perjalanan kalian, bahwa nanti kalian akan berperan sebagai pasangan suami istri,” tukas Doni dengan menatap wajah Nadya dan Devan secara bergantian. “Hah! Apa?!” seru Devan dan Nadya secara bersamaan. “Aku membuat skenario ini untuk memudahkan perjalanan kalian nanti. Kita kan tidak tahu di mana saat ini Amelia berada. Jadi kita masih menerka-nerka keberadaan Amelia. Hal itu pastinya akan memakan waktu yang lama, karena kalian akan selalu berpindah tempat. Dan itu memerlukan status kalian yang selalu pergi bersama di beberapa tempat. Skenario yang paling tepat untuk kalian adalah dengan menjadikan kalian pasangan suami istri untuk melengkapi perjalanan kalian,” jelas Doni lagi yang membuat Devan dan Nadya terdiam. Mereka sibuk denga
London, saat musim semi.Seorang gadis muda belia yang sangat cantik berjalan tergesa-gesa menuju kampusnya pagi itu. Dia hari ini ada kuliah pagi dan sekarang sudah terlambat sekitar lima belas menit lamanya. Tapi, karena dia berjalan tergesa-gesa, gadis itu tidak melihat kalau ada seorang pria yang sedang mengikutinya semenjak dia keluar dari apartemennya. Tepat saat gadis itu akan menyeberang jalan, laki-laki itu menyambar tas milik gadis muda nan cantik yang seketika menjerit saat seorang laki-laki tak dia kenal menyambar tasnya.Jeritan gadis itu menarik perhatian orang yang ada di sekitar sana, tak terkecuali seorang pemuda tampan bertubuh tinggi tegap yang saat itu memakai seragam tentara. Pemuda itu segera meraih tubuh laki-laki yang akan berlari dengan membawa hasil rampasannya. Lalu di pukulnya tubuh laki-laki itu dengan sangat keras yang membuatnya terhempas di atas trotoar.Diambilnya tas milik gadis muda itu kemudian diserahkan ke pemiliknya.“Thank you, Si
“Lalu apa rencanamu kini untuk menemukan keberadaan Amelia?” tanya Doni berusaha mengalihkan perhatian Devan dari masa lalunya.“Besok pagi aku akan ke rumah sakit tempat kekasih Amelia itu bekerja. Dari sana aku akan berusaha mencari tahu asal usul pria itu dan mencari alamatnya. Kalau sudah dapat, dan bisa diperkirakan mereka ada dimana, aku akan informasikan ke Nadya untuk siap-siap melakukan perjalanan,” sahut Devan. Dia kemudian berdiri dan melangkah ke arah pintu. Belum sempat Devan memutar handle pintu, Doni tiba-tiba memanggilnya.“Devan! Jangan pulang dulu!” seru Doni menghentikan langkah Devan.“Ada apa, Don?” tanya Devan kembali mendekati sahabatnya yang masih duduk di sofa.“Kita makan malam bareng, yuk!” ajak Doni dengan tatapan penuh permohonan pada sahabatnya itu. “Sekalian membahas tentang rencana kamu itu.”“Aku sih tidak masalah, tapi bagaimana dengan istri kamu?” tanya Devan yang kemudian duduk kembali di sofa.“Aku akan telepon dia dan ijin pulang malam. Dia pasti
Ping.Suara notifikasi pesan masuk terdengar dari telepon genggam Nadya. Gadis itu mengabaikan sejenak pesan tersebut, karena dia sedang ada meeting dengan jajaran direksi siang ini. Senyum Nadya mengembang dari bibirnya, ketika dia akhirnya melihat pesan yang masuk ke dalam telepon genggamnya, pesan dari Devan. Dia langsung membuka dan membaca pesan yang Devan kirimkan beberapa menit yang lalu. Pesan itu hanya memberitahu Nadya, bahwa Devan sudah mengetahui perkiraan keberadaan Amelia dan kekasihnya saat ini.Nadya kemudian menelepon Devan untuk segera mengetahui rencana pria itu selanjutnya. Dia tekan tombol angka untuk menghubungi mantan kekasihnya itu. Dan dalam hitungan ketiga, panggilan telepon Nadya akhirnya diangkat oleh Devan.“Halo, Nad,” sapa Devan di seberang sana.“Halo, Mas. Bagaimana, sudah dapat informasi yang lengkap mengenai Amelia dan kekasihnya itu?” tanya Nadya di telepon.“Iya, masih sedikit informasi yang sudah aku dapatkan. Tapi, aku sudah tahu perkiraan kebera
Nadya memandang ke arah pria yang dimaksud oleh Keisha dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia melihat saat ini Keisha tersenyum simpul saat memandang pria tampan itu mulai duduk di kursi yang berjarak tidak jauh dari mejanya. Seketika ada perasaan tidak rela saat sahabatnya ini memuja pria itu yang ternyata adalah Devan, mantan kekasihnya.Nadya terus menatap Devan. Hingga akhirnya tatapan mereka bertemu ketika secara tak sengaja, Devan menoleh ke arah tempat Nadya duduk.Devan tersenyum kala melihat Nadya yang ternyata juga ada di tempat yang sama dengan dirinya. Dia lalu beranjak dari kursi dan berjalan ke arah wanita cantik yang telah menghuni hatinya."Hai, Nad!" sapa Devan ramah ketika dia sudah sampai di meja Nadya."Hai, Mas!" balas Nadya menyapa Devan.Interaksi mereka berdua sontak membuat Keisha membulatkan matanya, apalagi saat ini Devan terlihat sangat ramah terhadap Nadya. Sikap Devan terlihat sangat jauh berbeda ketika bertemu dengan dirinya beberapa waktu yang lalu di
Devan sudah selesai berdiskusi dengan temannya ketika dia melihat Nadya dan Keisha masih ada di mejanya. Dia lalu mendekati wanita itu untuk berdiskusi tentang rencana kepergian mereka. “Nad! besok pagi kamu siap-siap, ya. Kita mulai melakukan perjalanan. Aku akan pesan tiket pesawat untuk besok dan aku akan menjemput di rumah kamu besok pagi,” ucap Devan saat dia sudah berada di meja Nadya. “Aku sekarang tinggal di apartemen, tidak tinggal di rumah orangtua lagi, Mas.” Nadya menjelaskan sambil melirik sekilas ke arah Keisha yang mencuri pandang ke arah Devan . Senyum mengembang dari bibir Devan, saat mengetahui kalau Nadya sudah tidak tinggal bersama dengan orangtuanya lagi. Dia sebenarnya malas kalau harus menjemput Nadya ke rumah orangtuanya dan bertemu dengan orangtua Nadya. Tapi, rupanya keberuntungan masih berpihak padanya karena ternyata Nadya sudah tinggal sendiri saat ini. “Aku akan info alamat apartemenku melalui pesan ya, Mas,” ujar Nadya yang diangguki oleh Devan. Pi
Mereka sampai di Hotel A tiga puluh menit kemudian. Devan dan Nadya berjalan menuju meja resepsionis, untuk meminta kunci kamar yang telah Doni pesan untuk mereka.“Mbak, saya mau kasih informasi kalau Pak Doni sudah memesan kamar atas nama Devan di hotel ini. Dan sekarang saya mau check in kamar yang sudah di pesan oleh beliau, ini kartu identitas saya,” ucap Devan. Dia lalu meletakkan kartu identitasnya di atas meja resepsionis itu.“Oh, Pak Devan. Kemarin memang Pak Doni telah memesan kamar paket bulan madu untuk Bapak dan Istri. Ini kunci kamarnya, Pak. Selamat menikmati fasilitas yang ada di hotel kami ini dan selamat berbulan madu,” tukas resepsionis itu dengan tersenyum ramah.Devan dan Nadya saling berpandangan. Mereka lalu tersenyum dan kemudian melangkahkan kaki ke kamar yang telah Doni pesan untuk mereka.Sesampainya di kamar, mereka kembali dikejutkan oleh suasana kamar yang terkesan romantis. Kamar itu dihiasi oleh beraneka macam bunga yang tersebar di lantai dan di atas