“Nadya!” Indra berteriak memanggil anak sulungnya untuk segera menghadapnya. Pria paruh baya itu terlihat marah dan tangannya yang sedang memegang sepucuk surat terlihat bergetar. Wajahnya terlihat merah padam.
“Iya, Papa. Ada apa?” tanya Nadya dengan napas yang memburu karena dia berlari untuk memenuhi panggilan orangtuanya.
“Baca ini!” seru Indra. Dia lalu menyerahkan sepucuk surat yang ada di tangannya.
Nadya meraih sepucuk surat itu dan membacanya dengan seksama. Matanya seketika membulat setelah membaca surat yang ternyata dari adiknya, Amelia.
Surat itu berisi tentang permintaan maaf dari Amelia kepada keluarganya karena dia telah pergi untuk menjalani hidup dengan kekasihnya, Reza. Amelia meminta supaya keluarganya tidak mencarinya karena dia tidak ingin kembali, dia ingin hidup mandiri dengan pujaan hatinya.
“Papa percaya dengan surat ini?” tanya Nadya. Dia memicingkan mata serta melipat surat itu, lalu dimasukkannya kembali ke dalam amplop.
“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Indra. Pria paruh baya itu mengernyitkan dahinya, merasa bingung dengan pertanyaan putri sulungnya itu.
“Ini jelas bukan Amelia yang menulis, Pa. Papa tahu sendiri kalau Amelia itu anaknya manja, sehingga tidak mungkin dia pergi begitu saja dari rumah.” Nadya mengemukakan penilaiannya sendiri yang membuat Indra terdiam memikirkan ucapan anaknya itu yang terdengar masuk akal.
Nadya adalah anak sulung dari keluarga Darmawan yang dikenal karena kecantikan dan kepintarannya. Karena itu ayahnya, Indra Darmawan menjadikan Nadya sebagai wakil di perusahaan yang dia pimpin. Indra memang menyiapkan Nadya sebagai penggantinya kelak apabila dia sudah memasuki masa pensiun.
Indra sering bertukar pikiran dengan Nadya untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang datang silih berganti. Seperti saat ini saat Indra menemukan surat dari anak bungsunya yang sudah pergi dari rumah.
Perilaku Nadya sangat berbeda dengan adiknya, Amelia. Amelia adalah seorang anak yang cantik tapi manja, sehingga kadang membuat kesulitan bagi orangtuanya. Seperti saat ini dia pergi dari rumah yang membuat orangtua mereka panik.
Nadya mengernyitkan dahinya. Dia memikirkan sesuatu yang dapat menjadi bahan pertimbangan Indra untuk melakukan tindakan selanjutnya.
“Kalau Papa tidak keberatan, aku akan mencari Amelia dengan bantuan seseorang.” Nadya mengemukakan idenya yang seketika membuat Indra menatapnya dengan tatapan tajam.
“Seseorang?” tanyanya tidak mengerti maksud dari perkataan Nadya.
“Aku akan mencari Amelia dengan didampingi seseorang dari perusahaan jasa keamanan yang akan aku sewa untuk mendampingi aku. Aku akan mencari Amelia sampai ketemu. Aku akan membawanya kembali pulang ke rumah.” Nadya menatap wajah Indra lekat, seolah minta persetujuan pria paruh baya itu untuk langkah yang akan dia ambil.
“Kenapa kamu tidak menyewa orang saja? dan suruh dia membawa Amelia pulang! jadi kamu tidak perlu ikut dalam pencarian.” Indra memberikan saran kepada putrinya itu, karena dia khawatir akan keselamatan Nadya.
“Aku ikut dalam pencarian karena aku ingin membujuk Amelia secara langsung, Pa.” Nadya menatap Indradengan tatapan penuh permohonan, agar diijinkan ikut serta secara langsung dalam pencarian Amelia.
Indra diam sesaat untuk mempertimbangkan permintaan putrinya itu. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya dia mengijinkan putrinya itu untuk ikut serta dalam pencarian Amelia.
“Lalu apa rencanamu untuk melakukan pencarian adikmu itu? harus diingat, kalau Papa tidak ingin berita perginya Amelia dengan pacarnya itu diketahui oleh publik. Papa tidak mau hal ini menjadi konsumsi publik yang bisa mencoreng nama baik keluarga.” Indra berkata dengan tegas sebelum melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerjanya meninggalkan Nadya seorang diri di sana.
“Baik, Pa,” ucap Nadya lirih.
***
Keesokan harinya, Nadya pergi ke kantor seperti biasanya seolah tidak terjadi sesuatu dalam keluarganya. Hal ini sudah biasa dilakukannya semenjak dia remaja. Kedua orangtuanya mengajarkan kepadanya dan Amelia untuk tidak pernah menunjukkan kesedihan mereka atau masalah mereka kepada orang lain. Kedua orangtuanya tidak ingin kalau masalah mereka sampai diketahui oleh publik dan menjadi perbincangan di mana-mana. Mereka hanya boleh menceritakan tentang kebahagiaan mereka di depan umum. Kedua orangtuanya ingin menunjukkan kalau keluarga mereka adalah keluarga yang harmonis.
Nadya menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya di kantor. Kemudian dipanggilnya asisten pribadi Indra yang merangkap asistennya juga. Tak lama Andi, sang asisten memasuki ruangannya dengan langkah yang lebar menuju tempat Nadya duduk saat ini.
“Ada apa, Bu Nadya? ada yang bisa saya bantu?” tanya Andi sopan.
“Kamu tahu tentang perusahaan jasa keamanan terbaik di Jakarta? bisa diinformasikan kalau kamu tahu tentang perusahaan itu?” Nadya berkata dengan raut wajah yang serius.
“Ibu mau menyewa seorang bodyguard?” tanya Andi memastikan keinginan Nadya.
“Bisa diartikan seperti itu.” Nadya menjawab sambil tersenyum tipis.
“Saya tahu, Bu. Nama perusahaannya PT. Jasa Utama. Kalau nomor teleponnya nanti saya kirim melalui pesan.” Andi kemudian mencari sebuah nomor yang telah tersimpan di telepon genggamnya.
Ting.
Bunyi notifikasi pesan masuk di telepon genggam Nadya, membuat wanita itu meraih benda pipih yang tergeletak di atas meja. Nadya kemudian membuka pesan itu yang ternyata dari Andi. Kemudian dia simpan nomor itu untuk dia gunakan dalam rangka mencari adiknya dengan menggunakan jasa bodyguard.
“Ada lagi yang bisa saya bantu, Bu?” tanya Andi.
Nadya menggelengkan kepalanya seraya berucap, “Tidak ada. Terima kasih atas bantuannya, Ndi.”
Andi kemudian pamit untuk pergi dari hadapan Nadya setelah wanita cantik itu menggelengkan kepalanya.
Sepeninggal Andi, Nadya termenung memandang nomor yang bisa dihubungi untuk membantunya menemukan Amelia.
Ditekannya tombol nomor sesuai dengan yang tertera di telepon genggamnya. Dalam hitungan detik panggilan teleponnya diangkat. Kemudian terdengar suara bariton di seberang sana, yang seketika membuat Nadya teringat seseorang di masa lalunya.
Nadya memejamkan mata dan menangkup wajahnya, mencoba menghilangkan bayangan seseorang dari masa lalunya.
“Devan,” gumam Nadya bermonolog.
Tiba-tiba matanya berkaca-kaca saat menyebut nama itu. Nama itu yang sudah dua tahun lamanya tidak pernah terucap dari bibirnya. Dan kini di saat dia ada masalah, Nadya merindukan seseorang yang memiliki nama tersebut.
[Halo...halo...halo!] sapa seseorang dari seberang sana. Dan membuat Nadya tersadar dari lamunannya, bahwa saat ini dia sedang melakukan panggilan telepon dengan seseorang.
“I-iya, halo. Ini dengan PT. Jasa Utama?” tanya Nadya tergagap ketika menjawab sapaan seseorang dari seberang sana.
[Iya, benar. Ada yang bisa dibantu?] tanya orang yang ada di seberang sana, yang membuat Nadya kembali fokus pada tujuannya menelepon kantor itu.
“Saya ingin menyewa jasa bodyguard untuk menjaga saya dan adik saya.” Nadya sedikit berbohong karena sebelum mencapai kesepakatan, dia tidak mau mengungkapkan masalah sebenarnya pada orang lain yang belum dia kenal.
[Oh baik, kalau begitu silakan datang ke kantor kami agar dapat berbincang langsung di sini. Nanti saat anda sudah tiba di kantor kami, katakan kalau anda ingin bertemu dengan Pak Devan. Dia yang akan menangani masalah operasional.]
Ucapan orang di seberang sana membuat tubuh Nadya membeku. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Dia segera melanjutkan kembali pembicaraannya dengan orang di telepon itu.
“Baik saya akan datang ke kantor anda siang ini, setelah jam makan siang,” ucap Nadya tegas, menunjukkan kesungguhan hatinya.
[Baik kami tunggu kedatangan anda siang ini.] sahut orang yang ada di seberang sana.
Setelah panggilan telepon berakhir, Nadia termenung. Dia memikirkan ucapan orang tadi.
“Devan, apakah itu kamu?” ujarnya bermonolog.
Nadya tiba di kantor penyedia jasa keamanan tepat pukul dua siang. Dia melangkah anggun kearah meja resepsionis."Mbak, saya mau bertemu dengan Pak Devan. Nama saya Nadya Darmawan, saya sudah ada janji dengan beliau." Nadya tersenyum menatap resepsionis itu."Sebentar, Bu. Silakan duduk dulu!" ujar resepsionis itu ramah."Terima kasih," ucap Nadya. Dia kemudian melangkah ke arah kursi tunggu yang disediakan di dekat meja resepsionis. Dia menunggu sambil memainkan telepon genggamnya. Sesekali dia melirik ke arah resepsionis untuk melihat wanita muda itu yang sedang melakukan penggilan telepon dengan seseorang.Beberapa menit kemudian, resepsionis itu datang menghampirinya."Ibu, Pak Devan sedang meeting. Sekretarisnya bilang, Ibu diminta untuk menunggu di ruangan Pak Devan, di lantai lima. Mari saya antar, Bu!" ajak resepsionis itu kemudian mengarahkan Nadya untuk menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai lima.Nadya dan resepsionis itu akhirnya sampai di lantai lima tempat ruang
Nadya mengingat terakhir kali dia berinteraksi dengan adiknya. Saat itu dia sedang menginap di rumah orangtuanya, karena ada acara keluarga di sana. Dia memang sudah dua tahun ini pindah ke apartemen. Dan itu disebabkan karena orangtuanya yang telah ikut campur dalam urusan pribadinya.Malam itu Nadya melihat adiknya yang dikenal sebagai orang yang periang tiba-tiba berubah menjadi pendiam. Nadya yang melihat perubahan itu, tentu saja penasaran dengan sikap adiknya yang berubah seratus delapan puluh derajat.Saat itu, Amelia mengatakan kalau dia merasa tertekan. Tapi, dia tidak mengatakan penyebabnya. Dan akhirnya, adiknya itu lebih memilih pergi dari rumah untuk hidup bersama dengan kekasihnya.Kini Nadya hanya bisa termenung memikirkan adiknya yang entah ada di mana keberadaannya saat ini."Bagaimana Bu Nadya? Apa anda sudah ingat terakhir anda berinteraksi dengan adik anda?" tanya Doni lagi.Nadya menganggukkan kepalanya. Lalu dia meraih telepon genggamnya yang tergeletak di atas m
Nadya dan Devan segera tersadar ketika terdengar suara Doni yang membuyarkan lamunan mereka. Devan segera mengusap wajahnya, kasar. “Jelaskan skenario yang telah kamu buat,” ucap Devan mengalihkan pandangannya ke arah Doni. “Aku membuat skenario untuk perjalanan kalian, bahwa nanti kalian akan berperan sebagai pasangan suami istri,” tukas Doni dengan menatap wajah Nadya dan Devan secara bergantian. “Hah! Apa?!” seru Devan dan Nadya secara bersamaan. “Aku membuat skenario ini untuk memudahkan perjalanan kalian nanti. Kita kan tidak tahu di mana saat ini Amelia berada. Jadi kita masih menerka-nerka keberadaan Amelia. Hal itu pastinya akan memakan waktu yang lama, karena kalian akan selalu berpindah tempat. Dan itu memerlukan status kalian yang selalu pergi bersama di beberapa tempat. Skenario yang paling tepat untuk kalian adalah dengan menjadikan kalian pasangan suami istri untuk melengkapi perjalanan kalian,” jelas Doni lagi yang membuat Devan dan Nadya terdiam. Mereka sibuk denga
London, saat musim semi.Seorang gadis muda belia yang sangat cantik berjalan tergesa-gesa menuju kampusnya pagi itu. Dia hari ini ada kuliah pagi dan sekarang sudah terlambat sekitar lima belas menit lamanya. Tapi, karena dia berjalan tergesa-gesa, gadis itu tidak melihat kalau ada seorang pria yang sedang mengikutinya semenjak dia keluar dari apartemennya. Tepat saat gadis itu akan menyeberang jalan, laki-laki itu menyambar tas milik gadis muda nan cantik yang seketika menjerit saat seorang laki-laki tak dia kenal menyambar tasnya.Jeritan gadis itu menarik perhatian orang yang ada di sekitar sana, tak terkecuali seorang pemuda tampan bertubuh tinggi tegap yang saat itu memakai seragam tentara. Pemuda itu segera meraih tubuh laki-laki yang akan berlari dengan membawa hasil rampasannya. Lalu di pukulnya tubuh laki-laki itu dengan sangat keras yang membuatnya terhempas di atas trotoar.Diambilnya tas milik gadis muda itu kemudian diserahkan ke pemiliknya.“Thank you, Si
“Lalu apa rencanamu kini untuk menemukan keberadaan Amelia?” tanya Doni berusaha mengalihkan perhatian Devan dari masa lalunya.“Besok pagi aku akan ke rumah sakit tempat kekasih Amelia itu bekerja. Dari sana aku akan berusaha mencari tahu asal usul pria itu dan mencari alamatnya. Kalau sudah dapat, dan bisa diperkirakan mereka ada dimana, aku akan informasikan ke Nadya untuk siap-siap melakukan perjalanan,” sahut Devan. Dia kemudian berdiri dan melangkah ke arah pintu. Belum sempat Devan memutar handle pintu, Doni tiba-tiba memanggilnya.“Devan! Jangan pulang dulu!” seru Doni menghentikan langkah Devan.“Ada apa, Don?” tanya Devan kembali mendekati sahabatnya yang masih duduk di sofa.“Kita makan malam bareng, yuk!” ajak Doni dengan tatapan penuh permohonan pada sahabatnya itu. “Sekalian membahas tentang rencana kamu itu.”“Aku sih tidak masalah, tapi bagaimana dengan istri kamu?” tanya Devan yang kemudian duduk kembali di sofa.“Aku akan telepon dia dan ijin pulang malam. Dia pasti
Ping.Suara notifikasi pesan masuk terdengar dari telepon genggam Nadya. Gadis itu mengabaikan sejenak pesan tersebut, karena dia sedang ada meeting dengan jajaran direksi siang ini. Senyum Nadya mengembang dari bibirnya, ketika dia akhirnya melihat pesan yang masuk ke dalam telepon genggamnya, pesan dari Devan. Dia langsung membuka dan membaca pesan yang Devan kirimkan beberapa menit yang lalu. Pesan itu hanya memberitahu Nadya, bahwa Devan sudah mengetahui perkiraan keberadaan Amelia dan kekasihnya saat ini.Nadya kemudian menelepon Devan untuk segera mengetahui rencana pria itu selanjutnya. Dia tekan tombol angka untuk menghubungi mantan kekasihnya itu. Dan dalam hitungan ketiga, panggilan telepon Nadya akhirnya diangkat oleh Devan.“Halo, Nad,” sapa Devan di seberang sana.“Halo, Mas. Bagaimana, sudah dapat informasi yang lengkap mengenai Amelia dan kekasihnya itu?” tanya Nadya di telepon.“Iya, masih sedikit informasi yang sudah aku dapatkan. Tapi, aku sudah tahu perkiraan kebera
Nadya memandang ke arah pria yang dimaksud oleh Keisha dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia melihat saat ini Keisha tersenyum simpul saat memandang pria tampan itu mulai duduk di kursi yang berjarak tidak jauh dari mejanya. Seketika ada perasaan tidak rela saat sahabatnya ini memuja pria itu yang ternyata adalah Devan, mantan kekasihnya.Nadya terus menatap Devan. Hingga akhirnya tatapan mereka bertemu ketika secara tak sengaja, Devan menoleh ke arah tempat Nadya duduk.Devan tersenyum kala melihat Nadya yang ternyata juga ada di tempat yang sama dengan dirinya. Dia lalu beranjak dari kursi dan berjalan ke arah wanita cantik yang telah menghuni hatinya."Hai, Nad!" sapa Devan ramah ketika dia sudah sampai di meja Nadya."Hai, Mas!" balas Nadya menyapa Devan.Interaksi mereka berdua sontak membuat Keisha membulatkan matanya, apalagi saat ini Devan terlihat sangat ramah terhadap Nadya. Sikap Devan terlihat sangat jauh berbeda ketika bertemu dengan dirinya beberapa waktu yang lalu di
Devan sudah selesai berdiskusi dengan temannya ketika dia melihat Nadya dan Keisha masih ada di mejanya. Dia lalu mendekati wanita itu untuk berdiskusi tentang rencana kepergian mereka. “Nad! besok pagi kamu siap-siap, ya. Kita mulai melakukan perjalanan. Aku akan pesan tiket pesawat untuk besok dan aku akan menjemput di rumah kamu besok pagi,” ucap Devan saat dia sudah berada di meja Nadya. “Aku sekarang tinggal di apartemen, tidak tinggal di rumah orangtua lagi, Mas.” Nadya menjelaskan sambil melirik sekilas ke arah Keisha yang mencuri pandang ke arah Devan . Senyum mengembang dari bibir Devan, saat mengetahui kalau Nadya sudah tidak tinggal bersama dengan orangtuanya lagi. Dia sebenarnya malas kalau harus menjemput Nadya ke rumah orangtuanya dan bertemu dengan orangtua Nadya. Tapi, rupanya keberuntungan masih berpihak padanya karena ternyata Nadya sudah tinggal sendiri saat ini. “Aku akan info alamat apartemenku melalui pesan ya, Mas,” ujar Nadya yang diangguki oleh Devan. Pi