Share

Takdir Cinta
Takdir Cinta
Author: Yetti S

Kepergian Amelia

“Nadya!” Indra berteriak memanggil anak sulungnya untuk segera menghadapnya. Pria paruh baya itu terlihat marah dan tangannya yang sedang memegang sepucuk surat terlihat bergetar. Wajahnya terlihat merah padam.

“Iya, Papa. Ada apa?” tanya Nadya dengan napas yang memburu karena dia berlari untuk memenuhi panggilan orangtuanya.

“Baca ini!” seru Indra. Dia lalu menyerahkan sepucuk surat yang ada di tangannya.

Nadya meraih sepucuk surat itu dan membacanya dengan seksama. Matanya seketika membulat setelah membaca surat yang ternyata dari adiknya, Amelia.

Surat itu berisi tentang permintaan maaf dari Amelia kepada keluarganya karena dia telah pergi untuk menjalani hidup dengan kekasihnya, Reza. Amelia meminta supaya keluarganya tidak mencarinya karena dia tidak ingin kembali, dia ingin hidup mandiri dengan pujaan hatinya.

“Papa percaya dengan surat ini?” tanya Nadya. Dia memicingkan mata serta melipat surat itu, lalu dimasukkannya kembali ke dalam amplop.

“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Indra. Pria paruh baya itu mengernyitkan dahinya, merasa bingung dengan pertanyaan putri sulungnya itu.

“Ini jelas bukan Amelia yang menulis, Pa. Papa tahu sendiri kalau Amelia itu anaknya manja, sehingga tidak mungkin dia pergi begitu saja dari rumah.” Nadya mengemukakan penilaiannya sendiri yang membuat Indra terdiam memikirkan ucapan anaknya itu yang terdengar masuk akal.

Nadya adalah anak sulung dari keluarga Darmawan yang dikenal karena kecantikan dan kepintarannya. Karena itu ayahnya, Indra Darmawan menjadikan Nadya sebagai wakil di perusahaan yang dia pimpin. Indra memang menyiapkan Nadya sebagai penggantinya kelak apabila dia sudah memasuki masa pensiun.

Indra sering bertukar pikiran dengan Nadya untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang datang silih berganti. Seperti saat ini saat Indra menemukan surat dari anak bungsunya yang sudah pergi dari rumah.

Perilaku Nadya sangat berbeda dengan adiknya, Amelia. Amelia adalah seorang anak yang cantik tapi manja, sehingga kadang membuat kesulitan bagi orangtuanya. Seperti saat ini dia pergi dari rumah yang membuat orangtua mereka panik.

Nadya mengernyitkan dahinya. Dia memikirkan sesuatu yang dapat menjadi bahan pertimbangan Indra untuk melakukan tindakan selanjutnya.

“Kalau Papa tidak keberatan, aku akan mencari Amelia dengan bantuan seseorang.” Nadya mengemukakan idenya yang seketika membuat Indra menatapnya dengan tatapan tajam.

“Seseorang?” tanyanya tidak mengerti maksud dari perkataan Nadya.

“Aku akan mencari Amelia dengan didampingi seseorang dari perusahaan jasa keamanan yang akan aku sewa untuk mendampingi aku. Aku akan mencari Amelia sampai ketemu. Aku akan membawanya kembali pulang ke rumah.” Nadya menatap wajah Indra lekat, seolah minta persetujuan pria paruh baya itu untuk langkah yang akan dia ambil.

“Kenapa kamu tidak menyewa orang saja? dan suruh dia membawa Amelia pulang! jadi kamu tidak perlu ikut dalam pencarian.” Indra memberikan saran kepada putrinya itu, karena dia khawatir akan keselamatan Nadya.

“Aku ikut dalam pencarian karena aku ingin membujuk Amelia secara langsung, Pa.” Nadya menatap Indradengan tatapan penuh permohonan, agar diijinkan ikut serta secara langsung dalam pencarian Amelia.

Indra diam sesaat untuk mempertimbangkan permintaan putrinya itu. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya dia mengijinkan putrinya itu untuk ikut serta dalam pencarian Amelia.

“Lalu apa rencanamu untuk melakukan pencarian adikmu itu? harus diingat, kalau Papa tidak ingin berita perginya Amelia dengan pacarnya itu diketahui oleh publik. Papa tidak mau hal ini menjadi konsumsi publik yang bisa mencoreng nama baik keluarga.” Indra berkata dengan tegas sebelum melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerjanya meninggalkan Nadya seorang diri di sana.

“Baik, Pa,” ucap Nadya lirih.

***

Keesokan harinya, Nadya pergi ke kantor seperti biasanya seolah tidak terjadi sesuatu dalam keluarganya. Hal ini sudah biasa dilakukannya semenjak dia remaja. Kedua orangtuanya mengajarkan kepadanya dan Amelia untuk tidak pernah menunjukkan kesedihan mereka atau masalah mereka kepada orang lain. Kedua orangtuanya tidak ingin kalau masalah mereka sampai diketahui oleh publik dan menjadi perbincangan di mana-mana. Mereka hanya boleh menceritakan tentang kebahagiaan mereka di depan umum. Kedua orangtuanya ingin menunjukkan kalau keluarga mereka adalah keluarga yang harmonis.

Nadya menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya di kantor. Kemudian dipanggilnya asisten pribadi Indra yang merangkap asistennya juga. Tak lama Andi, sang asisten memasuki ruangannya dengan langkah yang lebar menuju tempat Nadya duduk saat ini.

“Ada apa, Bu Nadya? ada yang bisa saya bantu?” tanya Andi sopan.

“Kamu tahu tentang perusahaan jasa keamanan terbaik di Jakarta? bisa diinformasikan kalau kamu tahu tentang perusahaan itu?” Nadya berkata dengan raut wajah yang serius.

“Ibu mau menyewa seorang bodyguard?” tanya Andi memastikan keinginan Nadya.

“Bisa diartikan seperti itu.” Nadya menjawab sambil tersenyum tipis.

“Saya tahu, Bu. Nama perusahaannya PT. Jasa Utama. Kalau nomor teleponnya nanti saya kirim melalui pesan.” Andi kemudian mencari sebuah nomor yang telah tersimpan di telepon genggamnya.

Ting.

Bunyi notifikasi pesan masuk di telepon genggam Nadya, membuat wanita itu meraih benda pipih yang tergeletak di atas meja. Nadya kemudian membuka pesan itu yang ternyata dari Andi. Kemudian dia simpan nomor itu untuk dia gunakan dalam rangka mencari adiknya dengan menggunakan jasa bodyguard.

“Ada lagi yang bisa saya bantu, Bu?” tanya Andi.

Nadya menggelengkan kepalanya seraya berucap, “Tidak ada. Terima kasih atas bantuannya, Ndi.”

Andi kemudian pamit untuk pergi dari hadapan Nadya setelah wanita cantik itu menggelengkan kepalanya.

Sepeninggal Andi, Nadya termenung memandang nomor yang bisa dihubungi untuk membantunya menemukan Amelia.

Ditekannya tombol nomor sesuai dengan yang tertera di telepon genggamnya. Dalam hitungan detik panggilan teleponnya diangkat. Kemudian terdengar suara bariton di seberang sana, yang seketika membuat Nadya teringat seseorang di masa lalunya.

Nadya memejamkan mata dan menangkup wajahnya, mencoba menghilangkan bayangan seseorang dari masa lalunya.

“Devan,” gumam Nadya bermonolog.

Tiba-tiba matanya berkaca-kaca saat menyebut nama itu. Nama itu yang sudah dua tahun lamanya tidak pernah terucap dari bibirnya. Dan kini di saat dia ada masalah, Nadya merindukan seseorang yang memiliki nama tersebut.

[Halo...halo...halo!] sapa seseorang dari seberang sana. Dan membuat Nadya tersadar dari lamunannya, bahwa saat ini dia sedang melakukan panggilan telepon dengan seseorang.

“I-iya, halo. Ini dengan PT. Jasa Utama?” tanya Nadya tergagap ketika menjawab sapaan seseorang dari seberang sana.

[Iya, benar. Ada yang bisa dibantu?] tanya orang yang ada di seberang sana, yang membuat Nadya kembali fokus pada tujuannya menelepon kantor itu.

“Saya ingin menyewa jasa bodyguard untuk menjaga saya dan adik saya.” Nadya sedikit berbohong karena sebelum mencapai kesepakatan, dia tidak mau mengungkapkan masalah sebenarnya pada orang lain yang belum dia kenal.

[Oh baik, kalau begitu silakan datang ke kantor kami agar dapat berbincang langsung di sini. Nanti saat anda sudah tiba di kantor kami, katakan kalau anda ingin bertemu dengan Pak Devan. Dia yang akan menangani masalah operasional.]

Ucapan orang di seberang sana membuat tubuh Nadya membeku. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Dia segera melanjutkan kembali pembicaraannya dengan orang di telepon itu.

“Baik saya akan datang ke kantor anda siang ini, setelah jam makan siang,” ucap Nadya tegas, menunjukkan kesungguhan hatinya.

[Baik kami tunggu kedatangan anda siang ini.] sahut orang yang ada di seberang sana.

Setelah panggilan telepon berakhir, Nadia termenung. Dia memikirkan ucapan orang tadi.

“Devan, apakah itu kamu?” ujarnya bermonolog.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status