Share

Pemberian Raja

Raja Qin, Pangeran Xiao Lin dan Chao Xing duduk di gazebo di tengah taman ditemani suasana senja. Sepoci teh dan hidangan kecil menemani perbincangan mereka.

“Adik Chao, saat perjalanan ke Kota Liu, kakak menemukan buku cerita yang sedang sangat populer di sana.” Xiao Lin mengeluarkan sebuah buku dari balik jubahnya.

“Terima kasih Kak Xiao.” Ucap Chao Xing menerima pemberian dari kakaknya.

Xiao Lin selalu mengingat Chao Xing kemanapun ia berkelana. Ia selalu membawa beberapa buku bacaan untuk Chao Xing saat mengunjungi setiap kota. Walaupun berbentuk sebuah hadiah, tapi hal lebih terdengar seperti sebuah penebusan rasa bersalah.

“Aku tidak tahu apakah kau menyukainya. Tapi karena adik Chao sangat gemar membaca, mungkin bisa menjadi hiburan di waktu senggang.” Lanjut Xiao Lin.

Chao Xing tersenyum memandang buku di tangannya. “Chao Xing selalu memiliki waktu luang kakak.”

Xiao Lin seketika terdiam mendengar ucapan Chao Xing. Walaupun penuh senyuman, tapi perkataan adiknya ini lebih seperti memohon sebuah pertolongan. Dalam hati terdalamnya Xiao Lin sangat ingin membawa adiknya melihat dunia luar. Tapi titah ayahnya tidak bisa dilanggar. Terlebih ini demi kebaikan masa depan Chao Xing dan seluruh rakyat Negara Qin.

“Chao Xing…. Apakah ada sesuatu yang kamu inginkan? Ayah akan meminta kasim Lan membawakan untukmu.” Ujar Raja Qin.

Setiap kedatangan Raja Qin, ia akan memberikan hal yang diinginkan Chao Xing. Sebagai Putri yang terkurung tentu Chao Xing tidak akan meminta uang atau harta benda yang berlebih. Seluruh pelayan dan penjaganya tidak pernah meninggalkan kediamannya. Hanya Liang Mei yang setiap dua minggu diizinkan pergi ke pasar karena permintaan bahan pangan Chao Xing yang cukup rumit ditemukan.

“Ayahanda, kali ini Chao Xing akan menerima apapun yang Ayahanda kirimkan. Selama ini Chao Xing hanya tinggal di kediaman dengan kelimpahan.” Ucap Chao Xing.

“Bahkan sekarang sudah ada bacaan baru yang dibawakan kak Xiao Lin.” Sambungnya.

Raja Qin mengangguk kecil sembari berfikir. Tanpa bergeming ia menyeduh tehnya.

“Baiklah. Ayah akan mengirimkan hadiah yang berkesan untukmu.” Ujar Raja Qin.

Hari sudah semakin gelap, percakapan mereka juga usai. Raja Qin dan Pangeran Xiao Lin meninggalkan kediaman Chao Xing beserta para pelayannya.

“Tuan Putri, kenapa Tuan Putri tidak minta mantel Rubah atau selimut sutera seperti di buku cerita?” Bisik Liang Mei saat pintu kediaman ditutup.

“Tuan Putri, aku pernah sekilas melihat orang yang menggunakkan yang mirip mantel rubah, terlihat sangat hangat.” Lanjut Liang Mei.

Bukannya Chao Xing tidak menginginkan sesuatu hal. Ia hanya terlalu mengenal ayahnya.

“Ayah hanya sedang melakukan ujian lagi padaku.” Chao Xing menjawab sederet ocehan Liang Mei. Pelayannya itu hanya menunjukkan raut wajah tak mengerti ucapan tuannya.

Bukan tanpa alasan Negara Qin menjadi negara yang sangat besar dan dikagumi. Sosok Raja yang cerdas, bijaksana dan disegani rakyat melekat pada ayahnya. Semakin banyak hal yang ia minta, semakin ayahnya akan curiga bahwa selama ini Chao Xing tidak pernah sekedar diam membaca buku cerita.

Chao Xing hanya tidak ingin membahayakan para pelayan dan penjaganya, terutama Liang Mei. Bisa saja ia mengatakan bahwa pengetahuannya berasal dari buku yang dibawa kakaknya, tapi lagi-lagi ia kalah dengan perasaan tulus kakaknya. Gadis itupun menghela nafas.

Waktu yang sangat disukai Chao Xing akhirnya tiba. Energinya mulai terkumpul saat bulan naik menggantikkan matahari. Setelah makan malam, ia segera menyuruh seluruh pelayannya istirahat.

“Tuan Putri, kenapa Liang Mei merasa Tuan Putri semakin segar menjelang malam. Apakah Tuan Putri baik-baik saja?” Ujarnya membereskan kamar Chao Xing.

“Tentu saja, kita baru saja makan sup yang sangat segar.” Jawab Chao Xing membuat Liang Mei percaya begitu saja.

Setelah berpamitan, Liang Mei menuju kamarnya untuk beristirahat. Chao Xing kemudian duduk dan mulai bermeditasi di kamarnya sembari menunggu seluruh pelayannya beristirahat. Kali ini ia sudah bisa lebih akurat mendengarkan setiap gerakan disekitarnya.

Seluruh kediamannya telah hening. Suara desiran angin menyapu dedaunan bercampur dengan kicauan hewan malam. Chao Xing membuka matanya dan mulai berjalan keluar. Ia membuat perisai menyelubungi seluruh kediamannya.

“Chiiaaa…. Chiiaaaaa….” Teriakannya berpadu dengan suara pedang menebas rintangan di depannya. Ia kemudian mengerahkan seluruh kekuatannya memijak di batang pohon, berlari dan terbang menembus dahan-dahan rimbun.

“Wah…. Tidak sia-sia latihan malam ini.” Nafasnya yang tersenggal tak terasa setelah melihat seluruh pemandangan dari puncak pohon di tamannya.

Chao Xing akhirnya bisa mencapai puncak setelah beberapa latihan kerasnya. Perasaan bangga bercampur haru berkecambuk dalam hati.

“Ibunda, apa ini Negara Qin yang selalu Ayah banggakan?” Gumamnya saat melihat pemandangan lampu-lampu yang tak terlalu jelas.

Walaupun terlihat sekilas dan jauh, tapi ia bisa merasakan bahwa itu adalah Negara Qin yang sangat dibanggakan Ayahnya. Ramai penuh dengan lampu kota yang gemerlap di malam hari. Melihat ke arah lain ia bertemu dengan beberapa gedung megah. Tentu saja, Istana Ayahandanya.

Bisa terlihat bahwa kediaman Chao Xing merupakan tempat pengasingan. Berada paling belakang dari seluruh Istana. Bahkan harus melewati sebuah jembatan panjang untuk menuju kediamannya.

“Betapa jauhnya perjalanan Liang Mei setiap kali keluar.”

Chao Xing merenung beberapa saat menikmati pemandangan yang sangat indah. Setelah beberapa saat ia akhirnya turun dan beristirahat. Perisai diturunkan dan ia mulai terlelap.

“Tuan Putri…. Tuan Putri.” Suara Liang Mei sangat khas menusuk telinga Chao Xing.

“Liang Mei, biarkan aku tidur sebentar lagi.” Ujar Chao Xing lirih.

“Bangunlah Tuan Putri, hadiah dari Raja telah tiba.”

Seketika Chao Xing membuka mata dan beranjak dari tempat tidur. Ia bergegas keluar kamar melihat kiriman istimewa Ayahnya. Sebuah kereta penuh dengan barang telah sampai di kediamannya.

“Tuan Putri, ini mantel rubah yang aku katakan kemarin.” Liang Mei menunjukkan sepotong mantel dengan antusias.

Chao Xing seketika terdiam, merasa ada yang janggal. Jelas kemarin hanyalah omong kosong Liang Mei tentang mantel rubah. Apakah ada seorang mata-mata yang dikirim ke kediamannya?

Chao Xing mendekati Liang Mei dan kereta pemberian Ayahnya itu. Ada sebuah surat di balik mantel itu.

“Chao Xing, ini adalah hadiah dari kakak. Ini adalah mantel rubah. Kamu pasti sudah sering membacanya di buku cerita. Dari kakakmu, Xiao Lin.” Bunyi surat itu.

“Wahh…. Sepertinya Pangeran lebih mengerti isi pikiran Tuan Putri.” Celetuk Liang Mei.

“Lebih tepatnya, isi pikiranmu.” Jawab Chao Xing segera memeriksa hadiah asli dari Ayahnya.

Seperti yang diharapkan, beberapa potong pakaian baru, accesories, dan barang-barang mewah lain yang sebenarnya tidak ia butuhkan. Tidak ada raut kecewa, hanya saja ia sudah menebak dan tebakkannya benar. Mungkin ini yang disebut ikatan batin antara orang tua dan anak.

“Liang Mei, kamu bantu aku simpankan semua barang-barang ini.” Pintah Chao Xing yang langsung dilakukan Liang Mei.

Seluruh pemberian Raja telah masuk ke perbendaharaan. Chao Xing menuju gazebo dengan buku ditangannya. Ia mulai membaca beberapa lembar yang belum ia selesaikan, sambil sesekali meneguk teh di hadapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status