Share

Pangeran Xiao Lin

“Yang Mulia, Pangeran Xiao Lin menghadap.”

Raja Qin yang sedang duduk di singhasana mengangguk mempersilahkan putra kebanggaannya memasukki istananya.

“Salam kepada Ayahanda. Semoga Ayahanda panjang umur.” Salam Pangeran Xiao Lin di hadapan Raja Qin.

“Berdirilah.” Pangeran Xiao Lin bangun dari posisinya.

Pangeran Xiao Lin adalah putra tunggal Raja Qin sekaligus putra mahkota penerus takhta Negara Qin. Posisinya sempat menjadi perdebatan karena ia adalah putra yang lahir dari seorang selir. Namun setelah kematian Permaisuri We Zi, kedudukan Permaisuri akhirnya dinobatkan kepada Selir.

Walaupun sejarah awalnya menjadi perdebatan para menteri Istana, kepribadian bijaksana dan tegas dari Pangeran Xiao Lin membuat seluruh rakyat mulai percaya padanya. Terlebih kecerdasan dalam mengatur strategi pertahanan negara membuatnya semakin disegani oleh para pejabat Negara Qin.

“Ananda membawa laporan dari Kota Liu.” Pangeran Xiao Lin membawa gulungan ke hadapan Raja yang segera diterima oleh Kasim Lan.

“Masalah saluran tanggul air di Kota Liu sudah diselesaikan sebelum tenggat waktu. Untuk musim hujan mendatang rakyat sudah tidak perlu lagi khawatir.” Jelas Pangeran.

Raja Qin yang mengamati laporan Pangeran Xiao Lin cukup terkesan dengan pekerjaannya kali ini yang terbilang sangat rapi dan cukup cepat. Namun Raja menemukan sesuatu yang membuat keningnya tiba-tiba mengernyit.

“Ada apa Yang Mulia?” Tanya Kasim Lan melihat ekpresi Raja yang tiba-tiba berubah.

“Xiao Lin, apa kau membangun pelabuhan di Kota Liu?” Tanya Raja dengan raut wajah serius.

“Secara teknis memang itu sebuah pelabuhan. Tapi fungsinya lebih pada jalur perdagangan di Kota Liu.”

Selama perjalaannnya ke Kota Liu, tugas utamanya adalah membenahi saluran tanggul air di kota itu. Musim hujan yang sudah mulai dekat membuat rakyat khawatir akan terjadi banjir besar di kota itu karena tanggul yang bermasalah. Bersama pasukannya, Pangeran Xiao Lin menetap selama dua bulan lebih satu minggu di sana.

Di awal kedatangannya, Pangeran menyadari bahwa kehidupan di Kota Liu terbilang cukup mengenaskan. Lokasi yang jauh dari ibukota membuat harga pangan di sana cukup tinggi. Setelah memutar otak, Pangeran Xiao Lin akhirnya menemukan titik terang.

Ia akhirnya membangun pelabuhan kecil dan mendatangkan beberapa kapal kecil ke sana. Rakyat dapat memanfaatkan kapal-kapal yang melewati pelabuhan untuk mendapatkan bahan pangan dari kota-kota lain. Tak hanya itu, rakyat Kota Liu juga dapat melakukan perdagangan melalui jalur air.

Potensi bagus yang dilihat oleh Pangeran Xiao Lin mendapat dukungan penuh dari rakyat Kota Liu. Bahkan mereka menyebut Pangeran Xiao Lin adalah Dewa yang dikirim oleh Kerajaan Langit.

“Itulah kenapa tugas Ananda bisa diselesaikan dengan cepat, karena bukan hanya pekerja yang sudah dipilih, tapi seluruh rakyat turut membantu.” Ujar Pangeran Xiao Lin menyelesaikan laporannya.

Raja Qin mengangguk memahami maksud hati dan pikiran mulia putranya. Sekali lagi Raja dikejutkan dengan pemikiran tanggap putranya. Entah mungkin karena usianya sudah tak semuda dulu, ia jadi tak bisa memikirkan inovasi terbaru untuk negaranya. Tapi Raja sangat bersyukur dengan karunia putranya yang sangat bijaksana dan sangat menyayangi rakyat.

“Baiklah, prestasimu kali ini sangat luar bisa. Harus diberi imbalan yang sangat besar.” Ujar Raja menutup gulungan di tangannya.

“Ananda berterima kasih kepada Raja.” Pangeran Xiao Linpun pamit dan meninggalkan Aula Istana.

“Kasim Lan.”

“Hamba hadir Yang Mulia.”

“Bagaimana kabar dari Chao Xing?”

“Putri Chao Xing hanya menghabiskan waktu dengan membaca buku cerita sepanjang hari, Yang Mulia.”

“Apakah tidak ada kegiatan yang lain?”

“Menurut para pelayan, terkadang Putri berlatih kaligrafi atau memasak.”

“Sepertinya memang kegemaran membacanya tidak pernah berubah. Baiklah, aku akan mengujungi Chao Xing setelah ini.”

“Baik Yang Mulia, hamba akan siapkan.” Ujar Kasim Lan.

••••••••••••••••••••••••••••••••

“Tuan Putri…. Tuan Putri….” Liang Mei berlari tergesa-gesa.

“Jangan berlari, nanti kau jatuh.” Ujar Chao Xing fokus menatap buku ceritanya.

Liang Mei yang lelah berlarian mengatur nafasnya yang terseggal-senggal. Chao Xing yang sudah biasa dengan tingkah pelayannya, hanya tersenyum tanpa mengalihkan perhatian dari bacaannya.

“Tuan Putri, Pangeran Xiao Lin sudah kembali.” Ujar Liang Mei setelah nafasnya kembali teratur.

“Hmmm… lalu?” Tanya Cho Xing santai disela bibirnya yang komat-kamit membaca.

“Kali ini Pangeran Xiao Lin membuat gagasan baru lagi dan memukau Raja.” Chao Xing tetap terdiam.

“Pangeran berhasil menyelesaikan permasalahan Kota Liu, sekaligus membuka jalur perdagangan di sana.” Jelas Liang Mei sangat antusias. Chao Xing masih tak menjawab.

“Tuan Putri, kau mendengarkanku?” Liang Mei berbalik mendapatkan tuannya yang kelewat fokus pada bukunya.

“Tuan Putri, harusnya Tuan Putri merasa bangga dengan pencapaian Pangeran Xiao Lin. Setidaknya Tuan Putri harus punya rasa persaudaraan.” Celoteh Liang Mei tak perduli jika Chao Xing tak mengindahkannya.

“Sepertinya baru saja ada yang mengatakan agar Tuan Putrinya bisa merebut takhta. Apakah sekarang sudah berbeda haluan?” Chao Xing akhirnya menurunkan bukunya dan menatap Liang Mei.

Liang Mei yang tertangkap malu menggaruk belakang kepalanya yang tak terasa gatal. Chao Xing yang melihat kekonyolan Liang Mei hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Iapun kembali menatap buku bacannya.

Hari mulai senja dan langit sudah tidak terik lagi. Chao Xing berjalan-jalan di sekitar taman melihat ke langit sambil memikirkan sesuatu. Sesekali ia tertarik dengan burung yang berterbangan dan hinggap di pohon. Iapun mulai memejamkan mata merasakan angin yang menyentuh kulitnya, membelai rambutnya dan mengibaskan gaunnya.

Pikiran Chao Xing mulai melayang. Ada perasaan dingin dan hangat dalam angin itu. Suara desiran, entah berasal murni dari angin itu atau karena gesekan dengan daun, pohon bahkan burung yang sedang berterbangan.

Tak ada yang peduli dengan suara angin. Mungkin itu sebabnya ia menghembus dedaunan kering membuat suara berisik. Menabrak pohon membuat dahannya saling bergesek, melawan sayap burung untuk membuat suara kepakan.

“Tapi bukannya ia sendiri yang tersiksa?” Gumam Chao Xing ditengah pemikirannya.

“Siapa yang tersiksa Tuan Putri?” Tiba-tiba suara yang familiar mengagetkan Chao Xing. Ia akhirnya membuka mata dan mendapati sosok dengan raut wajah bingung berdiri di hadapannya.

“Liang Mei!” Chao Xing sontak terkejut dengan jarak Liang Mei yang tak lebih dari dua jengkal dari wajahnya. Liang Mei terkekeh melihat ekspresi terkejut Chao Xing.

“Raja Qin datang!” Seru seorang kasim dari luar kediaman Chao Xing.

Seluruh penghuni kediaman seketika memberi salam saat melihat Raja Qin memasuki gerbang kediaman. Kedatangan Raja kali ini tidak seorang diri, melainkan ditemani putranya Pangeran Xiao Lin.

“Selamat untuk prestasi Pangeran Xiao Lin.” Chao Xing memberi salam kepada kakaknya dengan hormat. Liang Mei yang berada di belakangnya cukup terkejut ternyata Tuan Putrinya mendengarkan seluruh celotehannya.

“Adik Chao, sudah kubilang jangan panggil aku dengan sebutan pangeran. Di sini hanya ada kakak adik.” Ujar Xiao Lin dengan senyum ramah.

Chao Xing membalas senyum tulus kakaknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status