“Mas Gilang, mau kemana?” tanya Elvira saat mereka baru sampai di kamar hotel super deluxe hadiah pernikahan dari Aprilia untuk berbulan madu di Pulau Bali.
“Aku ada sedikit urusan penting,” ucap Gilang usai menerima panggilan telepon dari seseorang, saat mereka baru saja tiba di hotel.“Urusan penting?” tanya Elvira memandang aneh ke arah Gilang, seorang lelaki yang baru kemarin menyandang status sebagai suaminya.“Ya, aku jalan dulu,” ucap Gilang tanpa menoleh kearah Elvira di saat hari pertama bulan madu mereka.“Mas, kita baru menikah dan kamu udah tinggalin aku?!” keluh Elvira dengan nada tinggi.BLAM!Tak ada jawaban yang didengar oleh Elvira. Yang terdengar hanya langkah kaki dari lelaki yang baru menikahinya dan bunyi pintu yang ditutup keras oleh Gilang kala meninggalkan dirinya sendirian di kamar pengantin mereka. Sama sekali tidak ada sedikit pun respons dari Gilang atas apa yang dikatakan Elvira.Gilang telah menghilang dari dalam kamar itu, meninggalkan pengantin wanita yang menunggu keromantisan yang tertunda sejak kemarin malam.Tak ada yang bisa dikatakan oleh Elvira. Ia hanya termenung di sebuah kursi kayu panjang persis di depan tempat tidur mereka atas apa yang dialaminya. Bahkan Gilang tidak memberitahukannya, urusan penting apa yang dilakukan di Bali? Padahal, saat mereka akan ke Bali tidak ada sedikit pun Gilang menyinggung tentang urusan penting di Bali, karena tujuan mereka memang hanya untuk menikmati bulan madu.Dikeluarkan pakaian dalam koper Elvira. Diambilnya pakaian tidur nan seksi pemberian dari sahabatnya. Ulfa memberikan dua set lingerie. Dielusnya pakaian tidur tipis berbahan satin warna putih dan pink, yang seharusnya dipakai kemarin malam pada saat malam pertama. Namun, ditundanya hingga mereka berada di Bali untuk menikmati surgawi dunia, saat akan melepaskan masa lajang mereka.“Ulfa, kayaknya baju tidur elo kagak hoki banget. Sekarang aja gue ditinggal laki gue. Ternyata nikah itu kagak enak,” selorohnya sendirian seraya mengelus baju tidur nan seksi itu dengan wajah kecewa.Dipandanginya ranjang pengantin yang telah ditata indah oleh pihak hotel dengan membuat sepasang angsa dari handuk berwarna pink dan putih dan dibentuk menyerupai hati. Kelopak bunga mawar berwarna putih bercampur dengan melati putih kecil bertebaran di atas tempat tidur. Membuat tempat tidur itu demikian semerbak.Di sisi kanan dan kiri tempat tidur khusus pengantin, ada rangkaian bunga segar dengan ucapan ‘selamat berbahagia’. Serta ada juga bunga sedap malam yang ditempatkan pada sebuah pot bening kaca.Elvira kembali mengingat-ingat perjalanan mereka hingga sampai menuju pernikahan. Hanya selama 3 bulan mereka saling mengenal satu dan lainnya. Mungkin rasa cinta diantara mereka tidak sebanyak orang yang berpacaran selama setahun bahkan tiga tahun.Selama tiga bulan perkenalan hingga menuju pernikahan, hanya satu kali saja Gilang mencium dirinya dan itu pun pada bagian kening, saat mereka melangsungkan ijab kabul.“Hmmm, sekalinya ketemu lelaki dan mau ngajak nikah, kok yaa kelewat banget jaga kehormatan gue yaa.? Tapi, kalau sampai cium bibir gue aja kagak berani, apa emang begitu prinsipnya Gilang? Apes amat dah nasib gue. Pengen ngerasain untuk yang pertama aja susahnya kayak gini,” gerutu Elvira bermonolog saat memandang dirinya di cermin dan berbicara pada dirinya sendiri.Mengingat semua yang baru disadarinya selama tiga bulan ini, membuat bulu kuduknya bangun. Pikiran negatifnya kini bermain di otak kirinya, Elvira takut kalau lelaki yang dikenalnya selama 3 bulan, bukanlah lelaki tulen. Elvira berpikir, kalau Gilang adalah seorang lelaki pencinta sejenis. Hal itu jelas membuat kegelisahan dalam kalbunya teramat sangat kuat.“Apa Mas Gilang homo yaa? Kenapa selama tiga bulan masa pendekatan, dia terlihat sangat sopan? OMG ... gimana kalau dugaan gue benar? Aduh, gue harus bagaimana?” seketika Elvira panik, seraya menutup matanya membayangkan hal buruk sembari memijat-mijat kepalanya yang dirasa mulai pening memikirkan hal diluar dugaan dan duduk di depan cermin memandang wajah cantiknya.Elvira kembali mengingat kejadian di rumah mamanya. Kamar pengantin yang telah disiapkan oleh Aprilia, untuk dirinya saat akan melepas masa lajang sama sekali tidak tersentuh di malam itu. Saat itu, Gilang beralasan lelah ingin tidur lebih awal sebelum mereka pergi ke Bali.“Gila! Kok gue baru merasa ada yang aneh sama Gilang yaa? Masa sih sebagai lelaki normal, dia kuat menahan diri untuk nggak tidur sama gue di malam pertama waktu di rumah, hemm, sekarang gue curhat sama siapa nih? Kalau gue ngomong ke Ulfa, nanti malah dia bocor ke nyokap gue. Aduh, nikah bukannya kagak ada masalah, malah tambah masalah! Sebel banget dah kalau udah begini!”Kejanggalan yang dirasa oleh Elvira kembali dirasakan hari ini. Sebagai lelaki normal, seharusnya Gilang telah melakukan kewajibannya sebagai lelaki, apalagi telah tertunda lebih dari satu hari. Namun, hari ini Elvira kembali menelan pil kekecewaan, saat Gilang lebih memilih urusan penting yang tak diketahuinya dibanding menuntaskan kewajibannya sebagai suami.Di depan cermin Elvira pun menunjuk ke arah diri sendiri seraya berucap, “Ini semua gara-gara elo terlalu pegang prinsip! Coba kalau pikiran elo bebas kayak cewek lain yang pacarannya bebas, mungkin elo udah nikah dari dulu. Nyesel kan, elo sekarang?!"Elvira terus saja merenung dan mengupas satu persatu kejanggalan yang terjadi selama tiga bulan ini, hingga mereka sampai ke Bandara. Pikiran Elvira pun mengembara mengingat kejadian di Bandara. Baru disadarinya kalau Gilang sama sekali tidak romantis layaknya pengantin baru.Jemari tangannya saja tidak pernah digenggamnya, kecuali saat mereka melakukan ijab kabul. Selama ini fokus Elvira hanya pada gimana secepatnya ia menikah dan melepas predikat ‘Perawan Tua’.Elvira yang bingung pada sikap Gilang dan perilakunya membuat ia hanya mampu mondar-mandir di dalam kamar tanpa ada yang bisa dilakukan. Sampai akhirnya, telepon hotel di dekat nakas ranjangnya berdering kuat hingga membuat terkejut.“Ya selamat siang, Mbak, kenapa yaa?” tanya Elvira saat mendengar sapaan dari seorang resepsionis diujung telepon.“Maaf Buu, tadi ada pesan dari Pak Gilang yang meminta pada kami untuk menanyakan makan siang yang akan ibu pesan,” ucap seorang wanita bagian resepsionis.“Makan? Uhm, sepertinya saya belum lapar Mbak. Apa ada lagi yang disampaikan suami saya?” tanya Elvira singkat.“Bapak hanya pesan untuk mengingatkan makan siang Ibu saja,” tutur wanita bagian resepsionis itu kembali.“Oh, baik Mbak, nanti kalau saya lapar akan saya hubungi, terima kasih.”Percakapan pun berakhir. Lalu, Elvira yang tak sanggup memikirkan sendiri perihal keraguan pada diri Gilang pun, menghubungi sahabatnya, Ulfa.“Ulfa ...,” sapanya ragu.“Wah, pengantin baru mau cerita pengalaman apa nih?” tanya Ulfa saat menjawab sapaan sahabatnya.“Uhm ... Ulfa, sepertinya pernikahan gue dalam masalah deh,” suara Elvira sangat pelan saat akan mengutarakan kejanggalan yang ada dalam pikirannya.“Apa?!” teriakan Ulfa sangat keras diujung telepon. “Gue kagak salah denger? Ya Allah ... ada masalah apa, Vira ...? Hey, baru dua hari nih, elo kawin."Elvira menghela napas kasar dan terdiam tanpa bisa mengutarakan semua yang terjadi. Hingga Ulfa sampai menegurnya dari ujung telepon, saat tak kunjung pula didengar tanggapan atas pertanyaannya.“Vira ... Hello!”“Hmmm, gini Faa ... masalahnya, laki gue sampai sekarang kagak nyentuh gue sama sekali, aneh kan?” ungkap Elvira meluncur dari bibirnya dan minta pendapat sahabatnya.“Emang waktu di rumah mama elo, kagak jadi malam pertamanya? Elo nggak nanya ke dia, kenapa kagak tuntasin kewajiban dia?” tanya Ulfa memberikan saran yang juga ikut terbawa suasana dengan menarik napas.“Gue malu laah, Faa, dia itu laki-laki, harusnya kan, lebih tau dan pengalaman. Aneh aja, kok bisa dia kagak nafsu sama gue? Menurut elo, apa dia homo? Soalnya selama pacaran dia cuma cium pipi gue. Satu kali pun dia kagak pernah cium bibir gue,” Elvira melampiaskan semuanya pada Ulfa tentang kejanggalan Gilang yang selama pacaran tidak pernah diumbar pada siapa pun.“OMG ... Vira ..! Napa elo baru cerita sama gue? Sekarang apa tindakan elo?” tanyanya.“Faa, tunggu ya, ada notifikasi pesan dari Gilang. Jangan tutup teleponnya. Gue mau baca pesannya dulu,” pinta Elvira, membuka menu pesan pada ponsel tanpa menutup teleponnya.[Pesan masuk Gilang : Vira ... kamu mandi yang bersih dan wangi yaa, pakai baju tidur seksi, sebentar lagi aku balik. Oh ya, Uhm, aku orangnya pemalu. Bisa kamu pakai penutup mata waktu aku datang ke kamar kita? Aku malu kalau kamu sampai lihat tubuh polosku. Apa bisa kamu lakukan untukku? Mungkin itu akan aku lakukan sampai aku merasa nyaman dan nggak malu lagi]Membaca pesan singkat dari Gilang membuat Elvira menelan salivanya. Jantungnya berdebar kuat. Ia bingung harus membalas apa. Sampai akhirnya teriakan suara dari Ulfa mengingatkannya pada panggilan yang ditunda dari ponselnya.“Hello!! Vira! Hello!” teriak Ulfa.“Hello ... ya Ulfa, sorry,” ucapnya.Lalu, Elvira memberitahukan pesan yang dikirim oleh Gilang.“Oh, gitu ... berarti dugaan elo salah dong. Mungkin memang dia itu orangnya pemalu banget. Ya udah elo ikutin aja maunya. Nanti juga, lama-lama jadi biasa dan kagak malu lagi,” ucap Ulfa. “Ya udah elo siap-siap yaa. Besok telepon gue lagi, gimana rasanya melewati hari pertama begituan, enak apa kagak barang laki elo. Hahahhahaha.”Setelah bercanda dan melepas keraguan yang telah disebar pada sahabat baiknya, hubungan telepon antara mereka pun berakhir dan Elvira pun membalas pesan dari Gilang.[Pesan keluar Elvira : Ya, untuk penutup matanya kamu yang beli, apa sekarang aku yang beli?]Beberapa detik kemudian, Gilang kembali membalas pesan Elvira.[Pesan masuk Gilang : Aku udah bawa penutup mata untuk kamu dan aku taruh di laci meja rias. Kalau kamu udah siap, tolong kamu kirim pesan]Usai membaca pesan singkat suaminya, Elvira beranjak dari kursi panjang di depan tempat tidurnya menuju laci pada meja rias. Dicarinya penutup mata yang telah di siapkan oleh Gilang. Dengan tersenyum, Elvira memandang ke arah cermin dan bermonolog.“Kira’in cewek aja yang malu untuk lakuin yang pertama kali, ternyata cowok model Gilang gitu juga. Uhm, ternyata elo salah ... Vira!” tunjuk Elvira pada cermin atas pikiran negatif yang telah diuraikan pada Ulfa, sahabatnya.Setelah menyiapkan satu setel baju tidur nan seksi berwarna putih berisi satu tali dengan bagian dada terbuka berisi renda membuat baju tidur itu terlihat sangat seksi. Elvira juga tersenyum memandang celana dalam berwarna putih dengan tali pengikat pada bagian kanan dan kiri pinggulnya yang terkesan sangat tipis. Serta penutup mata berwarna hitam yang telah diambil di laci meja rias diletakan pada sisi tempat tidur.Elvira pun tersenyum semeringah, berjalan menuju kamar mandi dengan perasaan campur aduk. Ada rasa penasaran, malu dan entah apa yang harus dilakukannya kala berdekatan dengan lelaki yang baru dikenalnya.Namun, Elvira meyakinkan dirinya, kalau Gilang adalah lelaki normal yang romantis. Dari semua cerita malam pertama yang di dengar dari teman dan sahabatnya, baru kali ini Elvira merasakan kekonyolan dan romantisnya Gilang serta sikap terbuka lelaki itu yang meminta padanya untuk memakai penutup mata. Hal itu akan menjadi kenangan yang tak akan terlupakan.‘Akhirnya, gue akan melewati masa bahagia juga,’ bisik hati Elvira, kala menyalakan shower dan hangatnya air pun, mulai membasahi seluruh bagian tubuh yang akan diserahkan pada seorang lelaki halal baginya.Selepas membersihkan diri, Elvira membalurkan tubuhnya dengan handbody yang menyegarkan kulit tubuhnya. Memberikan wewangian pada bagian siku, lengan dekat urat nadi dan terakhir pada bagian belakang telinganya. Lalu, dipakainya lingerie seksi pemberian Ulfa, sahabatnya. Dipandangi tubuh sintalnya yang telah berbalut lingerie seksi. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai menyentuh bagian punggung. Terlihat, Elvira berputar perlahan di depan cermin untuk melihat keelokan tubuhnya. Hingga ia pun berbicara pada dirinya sendiri. “Bagaimana mungkin, Gilang mampu menolak gue? Kalau dia liat kemulusan dan keseksian tubuh gue, dijamin dia bakal terus pengen bulan madu. Hehehehe, gue kok jadi narsis,” celoteh Elvira tersenyum bangga melihat penampilan seksinya berbalut lingerie tipis.Elvira berjalan menuju tempat tidur yang sejak awal kedatangannya tidak berani disentuhnya. Ia pun menyelonjorkan kedua kaki jengang nan mulus itu. Lalu, mengirimkan pesan singkat pada Gilang. Terakhir, ia meraih
Elvira yang menangis hingga membuat kedua matanya sembab dan lelah, akhirnya pun tertidur pulas dalam kondisi polos. Lelaki tampan berjambang yang telah membayar tunai pada Gilang selama 7 hari untuk tidur bersama Elvira pun beranjak dari tempat tidur dan meraih gawai dari jas hitam dan beberapa pakaian yang berserakan dilantai saat ia terpesona dengan bentuk indah tubuh Elvira.Lelaki tampan itu pun memakai kembali boxer nya, duduk di kursi depan bufet panjang yang berisi televisi dan menghubungi Gilang.“Hey! Aku mau kasih tahu kamu ... istrimu menamparku! Apa ada ganti rugi dari tamparan itu? Hehehehe,” tanya lelaki tampan itu dan terkekeh saat berbicara dengan Gilang seraya kembali memegang pipinya,“Maaf Bos Irwan ... bisa jadi istri saya shock. Tapi, saya jamin dia nggak akan melakukan hal itu lagi. atas kelakuan istri saya, saya minta maaf. Tapi, benar kan, dia masih perawan?” tanya Gilang, kuatir kalau Elvira tidak perawan dan lelaki yang di panggil Bos Irwan meminta uangn
Tak lama kemudian, Elvira pun keluar dari kamar mandi dan Irwan yang telah menunggu di sisi tempat tidur pun tersenyum nakal memandang Elvira yang hanya membelitkan handuk pada tubuhnya. Setelah itu, Elvira mengambil celana jeans dan tshirt berwarna biru muda. “Vira, aku udah izin sama suamimu, kalau kita akan keluar hotel untuk beli oleh-oleh,” ucap Irwan memandang ke arah Elvira tanpa berkedip. “Untuk apa izin sama dia? Mulai saat ini dia nggak punya hak apa pun pada diriku! Apalagi kamu!” tegas Elvira membelakangi Irwan kala mengancingkan kemejanya. Elvira yang telah memakai pakaian, mengambil koper dan merapikan pakaiannya yang berada di lemari kamar hotel. Melihat hal itu, Irwan yang tahu kalau Elvira akan pergi dari kamar itu pun, menghubungi Gilang atas tindakan yang akan dilakukan istrinya. “Hallo! Istrimu akan melarikan diri! Jangan bilang kamu bersekongkol dengannya! Cepat kemari!” teriak Irwan kala menghubungi Gilang. “Apa?! Baik saya ke sana. Lima menit saja saya sudah
Irwan memberikan isyarat pada Gilang agar pergi dari kamar itu. Lalu, lelaki penyuka sesama jenis itu pun, bangun dari lantai dan berjalan masuk ke dalam kamar. Terlihat Gilang mengambil satu setel pakaiannya dari dalam koper dan berlalu menuju kamar mandi untuk mengganti pakaiannya yang berisi darah yang telah kering serta membersihkan wajahnya ke kamar mandi.“Vira, gimana keputusan kamu?” tanya Irwan mendekati wanita cantik yang telah terlihat tenang. “Keputusan apa lagi?! Pak Irwan mau saya kembalikan uang yang 100 juta itu? Kalau mau besok kita ke Bank.” Ketus Elvira menjawab pertanyaan lelaki tampan itu dengan menatap tajam ke arahnya. “Vira, asal kamu tau ... sebenarnya berapa pun nilainya, aku maunya tetap pakai kamu. Aku suka wanita yang bersih, terutama bagian ternikmatmu itu,” cicit Irwan dengan lidah yang dimainkan olehnya. Elvira yang tanpa sengaja melihat Irwan memainkan lidahnya, melempar pandangannya ke tempat lain dan beranjak dari tempat duduknya. Saat Elvira telah
Elvira dan Irwan pun jalan keluar hotel. Dengan menggunakan taxi mereka pun menuju sebuah restoran yang berada di dekat pantai. Sopir yang membawa mereka pun dengan ramah mengobrol. Irwan pun menimpali obrolan sopir taxi tersebut.“Berapa lama liburan di Bali, Bos?” tanya sopir tersebut.“Kami lagi bulan madu selama 7 hari. Baru satu hari berada di hotel itu, apa bapak tau tempat romantis lainnya selain di sini?” tanya Irwan melirik ke arah Elvira yang duduk dekat kaca mobil sambil memandang sedikit kemacetan kala jam telah menunjukan pukul 3 sore.“Ada Bos ... daerah Ubud. Disana ada Vila pribadi yang disewakan. Untuk pengantin baru sih lebih nyaman disana, lebih privasi. Pemandangannya juga persawahan terasering. Bagus untuk yang suka tenang dan alam. Untuk tempat wisatanya juga banyak, hawanya juga lebih sejuk dibanding Kuta, kalau Bos mau ... ini saya ada brosurnya, Bos tinggal tanya-tanya aja. Nanti saya siap antar kesana,” ungkap sopir tersebut mempromosikan daerah wisata lai
Gilang yang melihat aksi Elvira di atas tubuh Irwan, memvideokan semua yang dilakukan oleh kedua pasangan itu, sampai akhirnya, Irwan pun histeris hingga terduduk dan itu membuat Elvira yang merasakan klimaks langsung memeluk lelaki tampan itu dan tanpa disadari kuku jemari tangannya menusuk punggung lelaki tampan itu. “Oh, nikmatnya..,” desis Irwan dengan napas tersengal-sengal, seraya mengecup bibir Elvira. “Ma-maaf, sepertinya Ku-kuku jemari aku Me-melukai punggungmu,” ucap Elvira takut menatap Irwan yang berada di hadapannya saat dirinya masih duduk pada kedua paha lelaki tampan itu. “No Problem Sayang, gimana lebih nikmat, bukan?” tanya Irwan menatap lekat Elvira. Dengan malu-malu Elvira mengangguk dan menjawab perlahan, “Iyaaa.” “Vira, apa kamu sengaja minta aku ke hotel untuk melihat permainan kalian?” tanya Gilang yang berdiri persis di belakang tubuh Elvira yang masih duduk di pangkuan Irwan. Elvira yang terkejut dengan suara Gilang langsung menarik selimut dan menutupi
Hari ini adalah hari keenam Elvira menjalankan tugasnya sebagai wanita yang dijual suaminya. Dan selama lima hari bersama Irwan justru Elvira merasa dirinya semakin dekat dan memahami karakter dari Irwan dalam sisi baiknya, walau tidak seutuhnya ia paham atas karakter asli Irwan. Namun, pesona Irwan atas celoteh, kejujuran dan candanya membuat Elvira kian merasa nyaman. Selama lima hari, Irwan telah membuat rasa nyaman pada Elvira. Karena lelaki itu, telah memberikan rasa hangat dan menjadikan Elvira melewati bulan madu yang tak diberikan oleh Gilang. Apalagi perhatian Irwan pada Elvira layaknya bukan sebagai wanita yang dijual oleh suaminya dengan mengajak Elvira membeli oleh-oleh untuknya, keluarga dan teman-temannya. Hari ini, Irwan yang tertarik dengan sebuah Vila yang dijual, berkeinginan untuk melihat lokasi Vila di sekitar Ubud. “Vira, ganti pakaianmu. Aku mau liat beberapa Vila yang dijual. Kali aja ada yang menarik, bagus juga daerah ini. Tenang dan masih terlihat lebih asr
Sekitar pukul tiga sore, seusai ke kantor Notaris untuk penandatanganan pembelian Vila, Irwan kembaki ke Vila yang disewanya. Sebelum sampai di Vila, terdengar dering ponselnya. Melihat nama “Larasati” tertera di layar ponselnya, Irwan pun mematikan panggilan tersebut seraya menggerutu. “Dasar perempuan sialan! Kenapa sih, perempuan itu nggak ngerti juga apa yang aku katakan tempo hari.” Made Cenik yang mendengar lelaki tampan berusia 40 tahun yang menggerutu usai melihat seseorang yang menghubunginya, hanya bisa melirik dari kaca spion pada tengah mobilnya. Tak lama terdengar nada bip, pada ponselnya. Kembali Irwan meraih ponselnya dan membaca pesan tersebut. [Pesan masuk Larasati : Mas, tadi Ana jatuh dari tangga dan sekarang di Rumah Sakit] Membaca pesan singkat atas putrinya membuat Irwan langsung menghubungi wanita berumur 40 tahun tersebut. “Sekarang gimana kondisi Ana! Kamu memang nggak becus ngurus anakku! Kalau terjadi sesuatu dengan Ana ... Aku tak akan mengampunimu!”