Share

Takdir Sang Perawan Tua
Takdir Sang Perawan Tua
Author: Parikesit70

Bab 1 : Keputusan Menikah

Elvira Purnamasari berusia 30 tahun, anak pertama dari tiga bersaudara yang telah dilangkahi oleh kedua adiknya untuk menikah lebih dulu, menjalani hidup yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Ayah mereka telah berpulang saat adik bungsunya kelas 6 SD akibat kecelakaan. Almarhum Taufik Eka Putra meninggalkan tiga orang anak dan seorang istri.

Untung saja ayah Elvira mempunyai investasi dalam bentuk rumah kos. Jadi, walaupun mereka menjadi anak yatim, kehidupan mereka tidak terpuruk. Ibu Elvira bernama Aprilia Pangestu bekerja pada sebuah perusahaan biskuit terkenal sebagai kepala produksi. Sejak kematian suaminya yang cukup tragis, wanita cantik itu menutup hati dan bertekad untuk menjadi janda dari tiga orang anak, karena cintanya pada sang suami dan anak-anak.

Hingga pada hari Minggu pagi, Elvira menemui Aprilia yang sedang duduk menikmati secangkir kopi di meja makan.

"Maa ... Vira mau ngomong hal yang penting." Elvira menarik salah satu kursi pada meja makan tersebut.

Aprilia memperhatikan wajah putri sulungnya yang tak biasa secara formal meminta waktu untuk berbicara. Lalu, Ia pun menjawab, "Ngomong aja, tumben serius banget. Apa kamu ada masalah di kantor?"

Elvira memegang tangan Aprilia dan menarik napas panjang seraya berucap, "Maa ... ada lelaki yang mau lamar Vira. Tapi, dia kerjaannya serabutan dan orang tuanya juga bukan berasal dari keluarga kaya. Sederhana sih Maa. Bagaimana menurut Mama?"

Aprilia menelan salivanya dan berusaha sangat berhati-hati sekali berbicara pada Elvira menyangkut masalah lelaki, mengingat putri sulungnya telah dilangkahi oleh kedua adiknya.

"Mama nggak masalah dia bekerja apa dan dimana, yang penting halal. Untuk masalah dia berasal dari orang kaya atau miskin sekalipun, bukan jadi kriteria untuk jadi teman dekatmu. Bagi Mama, yang utama dia lelaki baik dan dari keluarga baik-baik, juga sayang sama kamu." Aprilia bertutur kata dengan sangat hati-hati.

"Kalau Mama udah setuju, nanti Vira tinggal kasih tau lelaki itu untuk langsung melamar sesuai tanggal yang udah dia tetapkan," ucap Elvira tersenyum samar memandang netra Aprilia.

Dengan mengeryitkan dahinya, Aprilia coba mengingat-ingat lelaki yang pernah diajak putrinya ke rumah itu. Seingat Aprilia, sejak patah hati ditinggal pacarnya, menikahi wanita yang dihamili oleh lelaki itu, selama 5 tahun Elvira tidak berpacaran. Saat patah hati, usianya baru 25 tahun.

"Vira ... seingat Mama, kamu nggak pernah ajak seorang lelaki ke rumah ini untuk dikenalkan sama Mama. Apa memang Mama yang nggak ingat waktu kamu kenalkan lelaki itu?" tanya Aprilia terlihat bingung dengan ucapan putrinya.

Pikiran Elvira yang didera rasa takut menjadi perawan tua dan merasa akan jadi beban kedua adiknya jika tidak menikah, membuat dirinya bertekad untuk mencari jodoh secepat mungkin.

Elvira menyingkirkan rasa cinta yang harus dibangun terlebih dahulu saat bertemu lelaki dari situs biro jodoh. Kali ini, yang terpenting baginya, lelaki itu serius untuk menikahinya dan tahapan cinta dan pacaran akan dilalui saat mereka telah menikah, pikir Elvira saat itu.

"Vira ... apa Mama pernah bertemu lelaki itu?" tanya Aprilia kembali saat dilihat Elvira menunduk dengan pikiran yang melayang jauh.

"Maa ... uhm, Vira ikut biro jodoh ... soalnya Vira pikir, kalau pacaran lama-lama juga percuma. Habis waktu tapi hasil akhirnya belum tentu menikah," ucap Elvira memberikan alasan atas tindakannya ikut biro jodoh.

Aprilia sangat paham dan menyadari kalau kenekatan dan rasa malu Elvira yang dilangkahi oleh kedua adiknya, membuat dirinya membuka situs biro jodoh yang banyak bertebaran di dunia maya.

"Vira ... apa kamu yakin lelaki itu berasal dari keluarga baik-baik? Berapa lama kamu mengenal lelaki itu?" tanya Aprilia kembali dengan nada kuatir. Kecemasan yang dirasakan berbalut rasa kasihan pada tindakan yang telah diambil putrinya.

"Sudah satu bulan ini kami telah saling mengenal, lelaki itu namanya Gilang. Dia akan melamar Vira setelah kita saling mengenal selama satu bulan," tutur Elvira menjelaskan perkenalannya.

Mendengar ucapan putri sulungnya, Aprilia pun tertegun. Pikirannya melayang. Bagi Aprilia, jika dibandingkan adiknya, Elvira juga cantik jelita. Elvira mempunyai kulit putih bersih. Wajah oval disertai dagu terbelah. Bibirnya pun terlihat penuh dan seksi. Hidung lancip dan alisnya terbilang cukup tebal. Ditambah rambutnya yang panjang dan hitam berkilau. Apalagi, penampilannya disempurnakan dengan tinggi tubuhnya yang mencapai 169 centi meter dengan berat hanya 58 kilo gram. Ukuran dadanya pun, lebih besar dibandingkan adiknya. Membuat putri sulungnya lebih seksi dibandingkan putri bungsunya. Namun, kenapa pula putri sulungnya harus masuk ke dalam kancah pencarian jodoh? Itu yang membuat Aprilia tertegun memikirkannya.

Elvira yang memandang mamanya tampak termenung dengan pandangan jauh, menanyakan kembali atas keputusan yang diambilnya, "Maa ... bagaimana menurut Mama? Pasti Mama kaget ya? Vira harap Mama maklum sama keputusan ini."

"Vira ... Mama nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Cuma, apa nggak sebaiknya kamu coba membuka diri lagi seperti dulu? Berpacaranlah dulu selama satu tahun dengan lelaki itu, biar kalian bisa saling mengenal kebiasaan dan karakter masing-masing," tolak Aprilia secara halus.

Sebenarnya, Elvira bukanlah seorang wanita yang tidak pernah pacaran. Ia berulang kali jatuh cinta dan berulang kali pula patah hati. Ia juga tidak pernah memasang target atas tipe lelaki yang disuka dan dicintanya.

Terakhir kali yang membuatnya down, saat hubungan cinta yang telah berjalan tiga tahun harus kandas saat kekasih hatinya menikahi wanita lain yang telah dihamilinya. Sungguh hal yang miris dan sangat menjatuhkan mental dan harga dirinya.

"Maa, maaf. Kayaknya Vira udah bosen kenalan dan pacaran untuk tau karakter lelaki yang akan jadi suami, kalau toh hasil akhirnya, menikah sama wanita lain." Elvira menolak dan kembali mengungkap kekecewaan atas kisah cinta yang telah lima tahun lalu dan memandang manik mata Aprilia.

Mendengar sanggahan dari putrinya, Aprilia pun menyerahkan seluruh keputusan pada pilihan hati Elvira seraya berkata, "Kalau itu sudah jadi keputusanmu, Mama hanya bisa mendoakan saja. Baiklah, pagi ini Mama akan ke rumah adik-adikmu. Kalau kamu mau sarapan, makanan sudah ada di meja."

"Ya, Maa ... makasih." Elvira pun membuka tudung saji dan menikmati sarapannya.

Aprilia meninggalkan Elvira yang sedang menikmati sarapan pagi. Wanita paruh baya itu bersiap-siap untuk mengunjungi kedua anaknya yang telah tinggal di rumah masing-masing bersama keluarga kecilnya.

Setelah Aprilia bersiap untuk ke rumah anak-anaknya, Elvira kembali melamun usai sarapan. Ia teringat akan kejadian lima tahun lalu, saat hatinya demikian hancur dan hidupnya terpuruk oleh cinta yang diagungkannya.

Lima tahun lalu, Elvira telah dikhianati oleh kekasih yang dicintanya ketika mereka masih bersama. Hatinya terasa hancur lebur dan air matanya, hari itu terkuras habis hanya untuk menangisi lelaki yang tak pantas dicinta olehnya dan telah menyita waktu serta pikiran.

Sampai akhirnya, Elvira disadarkan oleh sahabatnya dan selalu teringat kata-kata Ulfa, temannya sejak SMA hingga selesai kuliah yang kini telah menikah. Namun, belum diberikan keturunan.

“Udahlah elo lupa’in si kecoak itu. Yang penting elo nggak dinodai sama dia. Syukurnya elo bisa jaga diri. Kalau kagak, elo bisa dimadu sama si kecoak itu,” umpat Ulfa atas kejadian yang menimpa sahabatnya kala itu.

“Tapi, gara-gara dia, gue jadi buang waktu percuma selama 3 tahun. Nyesel banget ... dasar kecoak brengsek!” umpat Elvira pula, kala mereka kembali membahas sang mantan yang kini mereka panggil dengan sebutan ‘kecoak’.

Sebenarnya yang membuat Elvira sakit hati, saat pacarnya mengatakan alasan meninggalkan dirinya. Hal itu disebabkan, karena ia selalu menolak saat akan diajak berhubungan intim. Sejak saat itu, pandangan Elvira terhadap lelaki pun berubah. Ia menyamaratakan semua lelaki yang hanya memikirkan bagian selangkangan aja dan itu membuatnya nyaris tidak ingin jatuh cinta lagi.

"Vira ... sudah sana mandi dulu, kok malah bengong di meja makan. Mama berangkat dulu sama Pak Ikhsan. Kalau kamu mau pakai mobil, nanti Mama minta Pak Ikhsan balik ke rumah," tegur Aprilia saat melihat putrinya dengan pandangan jauh kedepan.

"Saya nggak kemana-mana kok Maa. Nanti Ulfa mau ke rumah. Kami udah janjian bertemu di rumah." jawab Elvira tersenyum memandang Aprilia.

"Oh, Ulfa ... sahabatmu itu. Syukurlah, dia datang ke rumah, biar ada teman kamu ngobrol. Ya udah Mama jalan dulu. Byee," pamit Aprilia melambaikan tangan, diiringi langkah panjangnya keluar rumah menuju mobil yang telah siap mengantarkannya.

***

Sekitar tiga puluh menit kemudian, sebuah mobil Brio berwarna merah masuk ke halaman rumahnya. Gegas Elvira menyambut kedatangan sahabat baiknya di teras rumah. Dipeluk erat tubuh sahabatnya dan ia pun mengajak Ulfa ke kamar seraya meminta Darmi, pembantu rumah tangga di rumah itu untuk membuatkan minuman.

"Mbok Darmi! Buatkan teh manis hangat dua, sama kudapannya bawa ke kamar saya," perintah Elvira setengah berteriak pada Darmi yang tengah berada di dapur.

"Baik, Mbak!" jawabnya pula setengah berteriak dari dapur.

sesampai di kamarnya, Elvira langsung menceritakan perihal situs yang ia ikuti dan tentang Gilang, lelaki yang berkenalan dengannya.

“Ulfa, menurut elo ... aneh apa kagak gue ikut situs mencari jodoh itu?”

“What!? Hemm, untuk hal ini gue abstain. Gelap ... gue kagak ngerti masalah situs model gitu. Apa elo yakin sama orang yang mau elo temui? Soalnya, kita kagak tau karakter dan sifat orang yang ingin nikah sama kita,” tolak Ulfa secara tidak langsung agar hati sahabatnya tidak terluka.

"Ulfa, gue merasa cuma itu cara gue cepet dapat jodoh. Elo sendiri tau, kedua adik gue udah pada kawin. gue kagak mau, kalau udah tua jadi nyusahin mereka. Dari pada tambah tua dan tambah susah dapat suami, jadi gue ikut situs itu. Emang sih kalau jodoh pasti datang sendiri, tapi kalau gue kagak usaha kapan ketemunya?" keluh Elvira dalam tanyanya.

Dengan bijak Ulfa pun menjawab, "Vira ... satu pinta gue. Tolong kenali tipe manusianya seperti apa itu lelaki, biar elo kagak sakit hati lagi, Ok?!" ujar Ulfa mendukung keinginan Elvira. Namun, dengan syarat, lelaki itu tidak kasar dalam berbicara dan tidak pula main tangan. Obrolan mereka berlanjut hingga Aprilia telah tiba kembali dari rumah kedua anaknya.

***

Sampai akhirnya, Elvira pun memutuskan untuk menerima lamaran Gilang, seorang lelaki seusia dengannya, berwajah tampan, tubuh atletis dan orangnya juga cukup humoris serta sopan alias tidak nakal. Hal itu bisa dilihat lewat chat dan pesan yang selama ini dikirimnya.

Namun yang jadi masalah, Gilang hanya sebagai pekerja serabutan. Istilah orang masa kini menyebutnya ‘PALUGADA’ (Apa lu cari gua ada).

Sebenarnya, hati Elvira belum sepenuhnya mantap. Tetapi, keinginannya untuk menutup masa lajang dan mem-proklamirkan pada semua orang serta temannya kalau ia sudah mendapat label ‘menikah’ hanya berpikir simpel atas tindakan yang dibisikkan dalam hatinya. Kalau besok atau lusa tak bahagia, ia akan bercerai dari Gilang, pikirnya saat itu.

Pada hakikatnya, bercerai saat berumah tangga tidak semudah membalikkan tangan. Hal ini jelas akan berbeda di saat kita terpuruk dalam kegagalan dalam berumah tangga.

Sedangkan Elvira yang hanya mengenal Gilang satu bulan, memutuskan menerima lamaran Gilang di bulan kedua dan menyetujui pernikahan di bulan ketiga, menjadi suatu keputusan yang terlalu tergesa-gesa untuk berumah tangga.

Tepat di hari pernikahan Elvira, mereka hanya mengundang kerabat, teman dekat dan sanak saudara berikut tetangga di sekitar satu kompleks rumah Aprilia, dalam perhelatan pernikahan putri sulungnya yang sederhana.

Aprilia melepas putri pertamanya menikah dengan lelaki yang tidak bisa ia terima sepenuh hatinya untuk menjadi menantu. Bukan karena tidak kaya seperti menantunya, Rifai. Hanya saja, hati seorang ibu sudah bisa melihat signal tak baik dari gelagat keluarga besannya yang kadang berbicara dengan berbisik-bisik satu dan lainnya. Kini Aprilia hanya bisa berdoa dan mengikhlaskan putrinya dibawa ke rumah keluarga Gilang, usai melewati satu malam di rumahnya.

Walaupun Aprilia ingin agar Elvira tinggal dirumah itu bersamanya. Namun, bibirnya tak mampu untuk mengutarakan keinginannya. Karena Aprilia tidak ingin menghina Gilang yang tinggal bersama orang tua dan adik perempuannya di sebuah perumahan type 36. Berbeda jauh dengan dirinya yang tinggal di sebuah hunian Real Estate.

“Vira ... Mama berpesan, hormati suamimu dan keluarganya. Jangan bantah suami dan ibu, bapak mertuamu, kini mereka juga sudah menjadi orang tuamu. Jaga pula kehormatan keluarga mereka,” pinta Aprilia, saat melepas kepergian Elvira usai resmi menjadi istri dari Gilang dengan perayaan kecil-kecilan di rumahnya.

“Ya, Maa. Vira akan ingat semua pesan Mama dan Vira minta maaf karena belum bisa buat bahagia Mama,” jawab Elvira berurai air mata saat merasakan perpisahan pada Aprilia yang telah menemaninya selama 30 tahun.

Ada sebersit rasa penyesalan yang menyelinap dalam hati kecil Elvira, kala melihat dan merasakan air mata Aprilia mengenai dirinya. Kalau dipikirkan secara waras, sebenarnya menikah bukanlah suatu hubungan simpel antara ia dan Gilang. Kini, Elvira baru menyadari, menikah adalah sebuah hubungan antar seluruh keluarga. Namun, apa mau dikata, Elvira telah memutuskan semuanya sesimpel ia berpikir tentang arti pernikahan dan perceraian.

Aprilia juga berpesan pada menantunya, “Lang ... kamu juga sekarang udah Mama anggap seperti anak sendiri. Tolong kalau ada selisih paham atau ada yang nggak kamu suka sama sifat atau karakter Vira, beritahu Mama. Nanti Mama juga akan menasihatinya,” tutur Aprilia saat Gilang berpamitan dan mencium punggung tangannya yang dijawab dengan anggukkan kepalanya.

Begitu juga dengan Ibu dan ayahanda Gilang yang bernama Zuraida dan Syamsudin. Aprilia menitip pesan dan meminta pada kedua orang tua Gilang untuk bisa menerima semua kekurangan yang ada pada putrinya.

“Bu Ida dan Pak Syam, saya serahkan putri saya dengan ikhlas pada keluarga Bapak. Tolong kalau dalam perjalanan rumah tangga mereka, ada salah kata pada putri saya, disampaikan saja kepada saya. Biar bagaimana pun, keburukan pada putri saya, bukan semata salahnya saja. Saya juga salah mendidiknya. Jadi, saya mohon beritahukan saya, maklum ketiga anak saya telah jadi anak yatim sejak kecil. Bisa jadi saya yang lalai mendidiknya,” sopan santun tutur bahasa Aprilia diutarakan pada kedua orang tua Gilang yang tampak hanya menganggukkan kepalanya, tanpa mengatakan sepatah dua patah kata pun.

Beberapa sanak saudara dan sahabat pun saling berjabat tangan Elvira yang telah sah menjadi istri Gilang, saat akan pulang ke rumah keluarga lelaki itu. Ulfa sahabat baik Elvira juga melepas kepergiannya dengan berurai air mata.

Ulfa hadir dan memeluk erat sahabatnya. Walau hati kecilnya dibaluri banyak firasat buruk. Namun Ulfa yakin, Elvira mampu melewatinya dan bisa menjadi istri yang akan dicintai oleh suami, walaupun mereka baru saling mengenal selama tiga bulan.

“Vira ... gue pesen sama elo, Please kalau elo mau curhat tentang apa pun, gue siap terima telepon elo selama 24 jam. Jangan sungkan! Karena namanya berkeluarga ada pasang surutnya. Jadi, elo kagak boleh lupa berbagi cerita duka sama gue. Kalau cerita sukanya, cukuplah elo yang tau,” pinta Ulfa memeluk erat sahabat yang sangat dikasihi layaknya saudara kandung.

“Elo doa’in yang baik-baik Ulfa. Gue mau hidup bahagia,” rajuk Elvira, memandang raut wajah sedih Ulfa dengan tatapan sedih ketika melihat kabut tebal menumpuk di netra sahabatnya.

“Masalah bahagia buat elo, pastilah gue doain. Maksud gue, elo kagak perlu jaim dan jaga jarak sama gue kalau udah nikah. Ngerti kan maksud gue?”

Lalu, mereka kembali berpelukan, cipika-cipiki dan menangis bersama. Entah mengapa firasat buruk menggelayut jelas di hati dan pikiran Elvira.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
Always thanks a lot kak ayuSr\⁠(⁠^⁠o⁠^⁠)⁠/
goodnovel comment avatar
ayuSr
always sellu hadir
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status