Share

Bab 3 : Dijual suami

Selepas membersihkan diri, Elvira membalurkan tubuhnya dengan handbody yang menyegarkan kulit tubuhnya. Memberikan wewangian pada bagian siku, lengan dekat urat nadi dan terakhir pada bagian belakang telinganya. Lalu, dipakainya lingerie seksi pemberian Ulfa, sahabatnya.

Dipandangi tubuh sintalnya yang telah berbalut lingerie seksi. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai menyentuh bagian punggung. Terlihat, Elvira berputar perlahan di depan cermin untuk melihat keelokan tubuhnya. Hingga ia pun berbicara pada dirinya sendiri.

“Bagaimana mungkin, Gilang mampu menolak gue? Kalau dia liat kemulusan dan keseksian tubuh gue, dijamin dia bakal terus pengen bulan madu. Hehehehe, gue kok jadi narsis,” celoteh Elvira tersenyum bangga melihat penampilan seksinya berbalut lingerie tipis.

Elvira berjalan menuju tempat tidur yang sejak awal kedatangannya tidak berani disentuhnya. Ia pun menyelonjorkan kedua kaki jengang nan mulus itu. Lalu, mengirimkan pesan singkat pada Gilang. Terakhir, ia meraih penutup mata yang telah dipersiapkan dan memakainya.

Dengan jantung berdetak kencang, Elvira mulai merasakan kesenyapan yang diikuti oleh kegelapan pada kedua bola matanya. Tak ada sedikit pun bias sinar menerobos pada penutup mata yang dikenakannya. Dalam penantian itu, Elvira mulai menyadari arti rasa syukur yang sering dilupakan. Ia mulai menyadari keluhannya atas hidupnya yang selalu ia bandingkan dengan adiknya adalah sebuah kesalahan besar, dibandingkan orang yang tak bisa melihat, pikirnya saat merasakan kegelapan.

Saat pikirannya dan naluri kemanusiaannya tengah mengembara, terdengar pintu kamarnya dibuka dan langkah berat seseorang menginjakkan kakinya pada lantai marmer yang dingin beriringan dengan detak jantungnya yang kian bertambah cepat. Terdengar jelas langkah kaki yang kian mendekati tempat tidurnya. Elvira pun menelan ludahnya untuk membasahi tenggorokan yang kian terasa kering. Sebenarnya, ia Ingin menyapa Gilang, namun lidahnya terlalu kelu untuk sekedar menyapanya.

Yang dilakukan Elvira hanya terdiam membeku. Kini ia mulai merasakan dingin pada kedua telapak tangan dan kakinya, tetapi ia juga merasakan suhu tubuhnya menghangat.

Ketika rasa gugupnya belum menghilang, ia merasakan tangan suaminya, menyentuh bagian betis, seketika bulu kuduknya pun meremang.

Dalam hati Elvira bergumam, ‘Aduh! Gue bisa kena serangan jantung nih.’

Lelaki tampan dengan jambang itu, menatap takjub pada kecantikan Elvira yang walaupun memakai penutup pada matanya masih tampak kecantikannya. Keseksian tubuhnya yang berbalut lingerie satin berwarna putih dengan kulit tubuh mulus bersih mampu membuat lelaki tampan itu tergoda untuk mengusap lembut betisnya yang mulus dan putih bersih. Tampak jelas lelaki bertubuh atletis dengan jambang dan potongan rambut spike menatap tajam tubuh Elvira, seperti seekor serigala yang akan menerkam musuhnya.

Lelaki tampan itu pun, membuka pakaiannya. Kini yang tersisa hanya celana boxer warna biru tua, menutupi area terlarang miliknya yang tampak kian membesar, seolah ingin loncat keluar memperlihatkan keperkasaannya. Berulang kali lelaki tampan itu menelan saliva dan jakunnya terlihat naik turun. Lelaki yang telah kenyang akan pengalaman itu, membuka tali lingerie milik Elvira yang tampak gugup dan bingung dengan menutup bibirnya untuk tidak menjerit. Jadi, yang dilakukan Elvira, membiarkan lelaki itu melakukan apa yang jadi kewajibannya, pikirnya.

Lelaki tampan itu melihat jelas bentuk bulat nan indah dari kedua bukit yang masih tampak kencang berwarna putih bersih dengan bagian kecil berwarna coklat muda, menyembul mungil ketika tali lingerie Elvira telah terlepas.

Lalu, lelaki itu pun meraih kedua bukit berbentuk bulat nan kenyal untuk diremasnya, mencium bahu Elvira dengan lembut dan berulang kali dilakukannya. Saat lelaki tampan itu mulai menyesap bergantian kedua bukit indah miliknya, Elvira mulai merasakan aliran darahnya menjalar ke seluruh tubuh dengan saliva yang terus ditelannya.

“Mas Gilang,” lirih suara Elvira, menahan malu atas gejolak dalam dadanya.

Ia tidak menyangka kalau Gilang, suaminya langsung menyerang dan bermain pada bagian dadanya. Yang dilakukan oleh Elvira hanya mengusap lembut rambut lelaki itu, seolah mengisyaratkan padanya kalau ia sangat menyukai apa yang dilakukannya.

Kini tangan Elvira mulai membelai punggung lelaki itu saat bibirnya tak bosan-bosannya menyesap kedua bukit indah miliknya secara bergantian. Tanpa bisa dihindari, tangan lelaki tampan itu telah menjalar kebagian tengah diantara kedua kaki jenjang Elvira yang dibuka lebar oleh lelaki tampan itu. Kemudian, lelaki tampan itu menarik tali celana dalam Elvira. Seketika, kecepatan jantung gadis cantik itu kian bertambah dan kini Elvira mulai merasakan hasrat yang belum pernah sekalipun dirasakan pada bagian intimnya, terlebih ketika lelaki itu mulai menepuk-nepuk bagian sensitifnya yang terasa telah basah oleh hasratnya.

Setelah itu, yang terjadi kemudian lelaki itu pun telah dalam keadaan polos. Lalu, lelaki itu meraih kedua tangan Alenia yang sengaja diletakan pada ular pitonnya. Seketika, Elvira menelan ludahnya berulang kali. Ia membayangkan dalam mata yang tertutup, baik bentuk dan besarnya bagian sensitif lelaki yang menikahinya.

Hingga Elvira yang dalam keadaan takut dan gugup berucap, “Mas Gilang, Uhm, nanti pelan-pelan yaa. Kalau aku terasa sakit jangan di paksa, lanjutin besok lagi.”

Lelaki tampan itu tak menjawab permintaan Elvira. Justru lelaki itu menjawab dengan sebuah aksi. Ia kian membuka lebar kedua kaki Elvira dan kembali menepuk-nepuk bagian ternikmat Elvira yang dirawat bersih.

Lalu, lelaki tampan itu membenamkan secara perlahan kepala ular piton miliknya ke dalam rongga kenikmatan milik Elvira. Sesaat kemudian gadis cantik itu merintih, diantara rasa sakit dan nikmat yang baru pertama kali dirasakannya.

“Ah ... aduh! Sakit, Mas ... stop! Mas ...,” pinta Elvira yang berkeringat dalam keadaan suhu kamar dingin. Gadis cantik itu merasakan sesuatu masuk ke dalam area sensitifnya. Elvira merasakan hawa hangat pada bagian kenikmatannya, saat kepala ular piton milik suaminya mulai memasuki area sensitif miliknya.

Lelaki tampan itu pun sesaat terdiam. Ia membiarkan ular pitonnya hanya setengah memasuki rongga kenikmatan Elvira.

Kemudian, tangannya kembali memberikan rangsangan dengan meremas kedua bukit indah Elvira dan sesekali menyesapnya lembut, hingga membawa gadis cantik itu melayang jauh keawang-awang.

Setelah dilihat Elvira kian terhanyut dalam rangsangan yang diberikannya, kembali lelaki tampan itu memasukkan setengah ular pitonnya ke dalam rongga kenikmatan milik Elvira. Diantara rasa sakit dan hasrat yang melambung, membuat Elvira pun berdesis menahan rasa sakitnya.

“Oh ... Ouwh! Sakit Mas ... hemm,” desisnya seraya mengusap lembut punggung lelaki tampan itu dengan kedua tangannya yang kini tak ragu untuk menyentuh tubuh suaminya.

Ketika lelaki tampan itu sudah tidak dapat lagi menahan hasrat yang kian meninggi. Maka, dengan kasar lelaki tampan itu membuat tempat tidur pengantin bergoyang kuat, dibarengi hentakan dan keluar masuk ular piton itu ke dalam kenikmatan milik Elvira.

Lelaki tampan itu, kian memacu cepat ritme pinggulnya saat naik dan turun dengan cepat. Napas kedua insan yang sedang melewati hari pertama bulan madu itu pun, tersengal-sengal. Elvira menahan erangannya, disaat lelaki tampan itu telah merobek keperawanannya dengan rasa puas.

Semakin cepat pinggul lelaki tampan itu bermain diatas tubuh Elvira, wanita cantik itu pun kian menggelinjang, kala menahan rasa nikmat yang tercipta oleh hentakan kasar ular piton milik suaminya yang kian menggelitik pada bagian kenikmatan Elvira.

Sampai akhirnya, Elvira merasakan ciuman, sesapan bibir dan lidah lelaki tampan itu yang kian jauh dan dalam menjelajahi rongga mulutnya. Lalu, saat tangan Elvira mulai membelai wajah lelaki tampan itu. Wajah cantiknya pun seketika berubah. Jemari tangannya menyentuh bagian jambang dari lelaki yang ia pikir adalah Gilang.

Elvira yang berada di antara rasa sadar dan ragu atas sentuhan jemari tangannya pada wajah lelaki itu, membiarkan keraguannya ditutupi oleh rasa nikmat atas permainan ranjang yang kian menggebu oleh lelaki itu. Namun hati Elvira terus bertanya pada diri sendiri mengenai bentuk dari wajah suaminya yang disertai jambang dan kini berada di atas tubuhnya.

Dalam hatinya bergumam, ‘Perasaan Mas Gilang nggak ada jambangnya. Kenapa sekarang ada jambangnya? Apa gue aja yang kurang perhatian sama wajahnya? Lagian, emang siapa lagi yang bisa masuk kamar ini, kecuali mas Gilang?'

Permainan dan hasrat besar Elvira yang dipicu oleh lelaki itu, membenamkan rasa curiga di otaknya ke dalam percikan hasrat yang kian dikobarkan lelaki itu dalam permainan panas nan kian menggebu.

Terlebih usai lelaki itu melihat bercak darah menempel pada ular pitonnya. Ia kian memacu kuat dan cepat ular pitonnya keluar masuk ke dalam rongga kenikmatan milik Elvira yang kian berdenyut kencang untuk mencapai puncak asmara. Lalu, lelaki tampan itu pun mengerang hebat bersamaan dengan desahan Elvira yang terlepas dan memeluk erat lelaki tampan itu, kala mereka bersama-sama mencapai puncak asmara dengan mengeluarkan cairan kenikmatan bersamaan.

“Ternyata memang kamu masih perawan,” ucap lelaki tampan yang tubuhnya basah oleh keringat mereka berdua.

Elvira yang mendengar suara berat lelaki itu pun tersentak kaget, karena pita suara lelaki itu berbeda dengan suara Gilang. Dengan perasaan kacau dan takut firasatnya benar kalau ia telah salah orang, Elvira pun secepat kilat membuka penutup matanya. Seketika ia pun terkejut melihat lelaki yang tak dikenal, ada di sampingnya seraya meraih selimut untuk menutupi tubuh polosnya, ia pun berteriak keras pada lelaki berjambang nan tampan itu.

“Siapa kamu!” teriak Elvira, mata tajamnya menatap lelaki yang tanpa busana berada di sebelahnya dengan jantung berdetak kencang dan tubuhnya seketika mengigil.

Lelaki tampan itu menoleh ke arah Elvira dan tersenyum manis. Dengan enteng ia berkata, “Aku beli keperawanan kamu. Suamimu sendiri yang menjualnya padaku dan ternyata memang kamu masih orisinil ... semuanya. Sangat nikmat sekali.”

“Bangsat kamu!” teriak Elvira terkejut. Napasnya tak beraturan kala mendengar, apa yang dikatakan lelaki tampan itu.

Menyadari semua yang telah terjadi, Elvira pun terdiam, menangis, terpukul dengan apa yang didengarnya. Elvira sama sekali tidak percaya atas apa yang dialaminya. Tubuhnya kini ditutupi selimut tebal dan membelakangi lelaki tampan itu. Kini Elvira hanya bisa menangis dan tampak shock dengan apa yang terjadi.

“Tolong kamu ... Pergi dari kamar ini!” pinta Elvira dalam isak tangisnya dengan nada tinggi penuh rasa kecewa.

“Aku sudah membayar pada suamimu, selama satu minggu. Jadi aku akan menikmati bulan madu bersama kamu. Bagaimana mungkin aku akan melepaskan kamu? Apalagi kamu terlalu nikmat untuk aku tinggalkan.” Lelaki tampan itu menatap tajam pada sebagian punggung Elvira yang masih terbuka walaupun, telah ditutupi oleh selimut tebal.

Mendengar pernyataan lelaki tampan itu, Elvira pun marah bukan kepalang. Ia membalikkan tubuhnya yang masih dibalut oleh selimut. Lalu, menatap tajam penuh kemarahan pada lelaki tampan itu dan memakinya. “Dasar biadab! Kamu dan suamiku sama-sama bejat! Aku akan melaporkan kalian berdua ke polisi!”

“Silakan saja ... aku punya video kamu yang dengan ikhlas menerima sentuhanku. Bukannya kamu juga ikut menikmatinya?” tanya lelaki tampan itu tersenyum penuh kemenangan.

“Dasar lelaki brengsek!” teriak Elvira kembali memaki lelaki itu dan menampar wajahnya.

PLAK!

Lelaki tampan itu hanya meringis seraya memegangi wajahnya dan tersenyum lebar dan berujar, “Kamu hubungi suamimu, tanyakan padanya, berapa hari kamu harus layani aku.”

Dengan geram Elvira meraih ponselnya yang berada di nakas. Lalu, ia menghubungi Gilang, lelaki yang hanya dikenalnya selama tiga bulan dan telah menghancurkan harga dirinya demi uang semata.

Belum sempat Gilang menyapanya, Elvira dengan emosi tingkat dewa, langsung memaki lelaki yang kini jadi suaminya di hari kedua pernikahan mereka.

“Bangsat kamu! Aku akan balas kejahatanmu itu, brengsek! Besok aku akan gugat cerai kamu ... Gembel! Dasar manusia laknat!!!” teriak keras Elvira dengan suara gemetar dan menutup ponselnya tanpa memberi kesempatan pada Gilang untuk berbicara sepatah kata pun.

Lalu, Elvira menangis sesenggukan meratapi nasib yang dialaminya. Terbayang wajah Aprilia, mamanya yang setengah hati melepas dirinya menikah dengan orang yang baru dikenalnya. Juga masih terngiang nasihat Ulfa, sahabatnya tentang perlunya ia mengetahui seluk beluk seorang lelaki sebelum menikahinya.

Rasa sesal didasar hatinya kian menebal dan untuk lari dari kenyataan ini pun bukan hal yang mudah. Untuk sementara, hanya tangisan saja yang mampu meringankan sedikit bebannya saat ini.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
hehehehe... salah jalan dia kak(⁠ʘ⁠ᴗ⁠ʘ⁠✿⁠) makasih udh hadir and love you sekebonヾ⁠(⁠˙⁠❥⁠˙⁠)⁠ノ
goodnovel comment avatar
amymende
kapok gila kawin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status