Share

9. Perjodohan

Author: Raffarania
last update Last Updated: 2025-12-10 15:53:17

Usai meja makan dibereskan oleh para asisten rumah tangga, seluruh keluarga beralih ke ruang keluarga. Lampu-lampu berwarna hangat dinyalakan, menciptakan suasana nyaman dan intim.

Samudra duduk di kursi besar favoritnya, sementara Aksa dan Eliza memilih mengambil tempat di sofa panjang. Nayel langsung meraih tangan Serena, menarik perempuan itu untuk duduk di sampingnya, sesuatu yang membuat Arkan kembali menahan napas tanpa sadar.

Arkan berdiri sebentar, seolah tak tahu harus duduk di mana. Tatapannya sulit lepas dari Nayel yang masih bersandar pada Serena, tertawa kecil sambil menunjukkan mainan robotnya. Kinanti tersenyum tipis melihat pemandangan itu… namun senyumnya melebar ketika melihat wajah Arkan yang jelas-jelas kehilangan ketenangan.

Dia tahu persis apa yang dilihatnya.

Setelah semua duduk dan suasana mulai cair, Kinanti mengambil kesempatan itu. Ia menaruh cangkir tehnya, lalu menatap Bastian dan Amira dengan kedewasaan sekaligus antusiasme seorang ibu yang… punya rencana
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dijodohkan Dengan Ayah Tunggal    19. Mama

    Tak terasa, lebih dari satu bulan telah berlalu sejak Arkan menjalani rutinitas yang awalnya sama sekali tidak ia rencanakan yaitu menjemput Serena setiap pagi, lalu mengantarnya berangkat kerja setelah mengantar Nayel ke sekolah.Pada awalnya, Arkan hanya berniat melakukannya sekali. Sekadar memenuhi permintaan ibunya, lalu kembali pada jarak aman yang selama ini ia jaga. Namun hari demi hari berlalu, dan ia mulai menyadari satu hal yang tak bisa ia abaikan, Nayel menyukai Serena. Bukan sekadar senang, melainkan nyaman.Tawa Nayel menjadi lebih sering. Ceritanya semakin panjang. Dan rumah yang dulu terasa sunyi, perlahan menemukan nadanya kembali.Akhirnya, Arkan mengalah. Bukan karena paksaan Kinanti, melainkan karena ia tak lagi ingin menutup mata. Sejak itu, hampir setiap pagi, mobil Arkan berhenti di depan rumah Serena. Mereka berangkat bersama, tanpa janji manis, tanpa sikap berlebihan hanya dua orang dewasa yang belajar hadir satu sama lain.Beberapa hari lalu, Arkan dan Serena

  • Dijodohkan Dengan Ayah Tunggal    18. Menjemput

    Arkan sadar betul satu hal jika sekali ia menuruti permintaan Kinanti, maka permintaan berikutnya akan datang tanpa jeda.Dan hari ini, itu kembali terjadi.Sejak pagi, Kinanti sudah berdiri di ruang tengah, wajahnya penuh harap terlalu penuh untuk sekadar permintaan biasa.“Arkan,” ucapnya sambil menyodorkan kunci mobil, “hari ini kamu jemput Serena, ya. Sekalian berangkat kerja bareng. Terus antar Nayel ke sekolah juga.”Arkan menghentikan langkahnya. Tatapannya beralih pelan ke arah ibunya.“Bu,” katanya datar, “biasanya Serena berangkat sendiri.”“Iya, tapi nggak ada salahnya kan?” jawab Kinanti cepat. “Anggap aja kebetulan searah.”Arkan menghela napas pelan. Ia tahu ini bukan kebetulan.Ini akal-akalan.Ia menatap ibunya, sorot matanya tajam namun lelah. “Ibu sengaja, ya?”Kinanti tersenyum tipis, pura-pura merapikan kerah bajunya. “Ibu cuma pengin kalian lebih sering ketemu. Itu aja.”“Setiap hari?” tanya Arkan dingin.“Kalau bisa,” jawab Kinanti ringan, seolah tak ada beban.A

  • Dijodohkan Dengan Ayah Tunggal    17. Berbicara Berdua

    Serena baru saja tiba di rumah setelah seharian penuh menghabiskan waktunya di toko kue. Begitu pintu dibuka, aroma rumah langsung menyambutnya dengan hangat, tapi tubuhnya terasa lelah.“Dari mana aja kamu? Kok baru pulang?” suara Bastian terdengar dari ruang tengah.“Minimal kasih kabar ke Ayah dulu, dong.”Serena tersenyum kecil sambil melepas sepatunya.“Maaf, Yah. Tadi di toko rame banget. Serena terlalu sibuk sampai lupa ngabarin kalau hari ini pulang telat.”“Tumben sibuk banget,” sahut Bastian sambil menoleh. “Lagi rame, ya?”“Iya,” jawab Serena jujur. “Sekarang kan lagi musim nikahan. Pesanan lagi banyak-banyaknya.”Amira yang sejak tadi memperhatikan, akhirnya ikut bicara.“Habis ini kamu sibuk nggak, Nak? Bunda ada yang mau dibicarakan.”Serena menggeleng. “Nggak, Bun. Ada apa?”Amira saling pandang dengan Bastian sebentar, lalu menarik napas.“Jadi gini… tadi Tante Kinanti nanya soal perjodohan kamu sama Arkan.”Serena terdiam. Alisnya berkerut tipis.“Perjodohan?” ulangny

  • Dijodohkan Dengan Ayah Tunggal    16. Nayel Bantu Papa

    “Arkan,” suara Kinanti terdengar serius.Arkan yang baru saja tiba berhenti melangkah. Ia menoleh ke arah ibunya, sedikit heran mendengar nada suara itu.“Kenapa, Bu?” tanyanya, ada nada penasaran di suaranya.Kinanti menarik napas panjang, lalu menatap putranya dengan sorot mata memohon.“Ibu mohon… kamu deketin Serena, ya.”“Apa?” Arkan terkejut. Alisnya berkerut.“Maksud Ibu gimana?”“Kamu deketin Serena,” ulang Kinanti pelan tapi tegas. “Supaya kalian bisa menikah. Ibu minta kali ini kamu pertimbangkan usulan Ibu.”Arkan berdiri di hadapan ibunya, kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Ia mendengarkan tanpa menyela, rahangnya mengeras.“Ibu ingin kamu menikah dengan Serena,” lanjut Kinanti.“Tolong, kali ini saja turuti kemauan Ibu. Ini demi kebaikan kamu… dan juga Nayel.”Tatapan Arkan mengunci mata ibunya.“Serena itu orang baik,” Kinanti melanjutkan, suaranya mulai bergetar.“Ibu nggak mau dia jatuh ke tangan orang lain. Kamu mau, kan, deketin dia pelan-pelan? Nanti juga

  • Dijodohkan Dengan Ayah Tunggal    15. Pindah Rumah

    Beberapa hari berlalu setelah Nayel menginap di rumah Serena. Hari ini, Nayel berangkat sekolah bersama Arkan.Mobil melaju membelah pagi yang masih sepi. Tak ada musik, hanya suara mesin dan sesekali klakson dari kejauhan. Nayel duduk tenang di kursi belakang, tas sekolahnya dipeluk erat. Matanya menatap keluar jendela, tapi pikirannya berputar ke mana-mana.“Nayel,” ujar Arkan akhirnya, tanpa menoleh.“Gimana kalau minggu depan kita pindah ke apartemen Ayah? Yang dekat sama sekolah kamu sama kantor Ayah.”Nada suaranya datar. Seolah itu hanya rencana biasa, bukan keputusan besar.Nayel terdiam.Tangannya menguat di tali tas. Tinggal berdua dengan Ayah… apakah ia sanggup? Arkan jarang bicara, rumah pasti sunyi. Tak ada tawa Neneknya, tak ada suara TV yang menyala sepanjang sore.Namun jika ia terus tinggal bersama neneknya, Nayel takut merepotkan. Neneknya sudah sering terlihat lelah, meski selalu tersenyum.Hatinya bimbang.Melihat Nayel tak segera menjawab, Arkan kembali bersuara,

  • Dijodohkan Dengan Ayah Tunggal    14. Kembali Ke Rumah

    Arkan dan Serena akhirnya tiba di kediaman keluarga Serena. Begitu mobil berhenti di halaman rumah, Arkan langsung mengikuti Serena dari belakang. Serena membuka pintu dan mempersilakan Arkan masuk.Di ruang tengah, Amira tampak sedang duduk menonton televisi. Serena menghampiri sang ibu.“Bun, Ayah mana?” tanya Serena.“Tadi di kamar, lagi main sama Nayel. Kayaknya ikut ketiduran,” jawab Amira santai.Saat Amira menoleh, langkahnya mendadak terhenti. Tatapannya terkejut mendapati sosok Arkan berdiri tak jauh dari Serena.“Eh, Arkan?” Amira tersenyum ramah. “Duduk dulu, Ar. Kamu mau jemput Nayel ya? Bunda panggil dulu ke kamar.”Amira pun beranjak menuju lantai atas untuk menjemput Bastian dan Nayel.Sementara itu, Serena menemani Arkan duduk di ruang tengah. Ia melirik Arkan sebentar sebelum berkata, “Mau minum apa? Biar aku siapkan.”“Enggak usah repot-repot,” jawab Arkan singkat.Namun Serena tak menggubris. Ia tetap melangkah ke dapur dan menyiapkan minuman sederhana. Dari ruang t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status