Mata itu menatap tajam dengan kemarahan. Aku yakin di sana ada kebencian mutlak. Pembawaannya yang begitu tenang dan angkuh, membuat sikap itu tidak begitu kelihatan mencolok.
Sudah hampir 15 menit berlalu. Belum ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Aku masih menunggu, tanpa mengurangi sopan-santunku. Sebagai rasa hormatku untuknya.
Aku masih dalam posisiku. Duduk di kursi yang ia pesan. Sedang dia, masih berdiri mematung, membelakangi aku.
Ketika tiba-tiba ponselku berdering, ...
"Angkat panggilan itu!" suaranya memecah keterdiaman diantara kami. Aku mengangguk hormat seraya menjawab panggilan masuk di ponselku.
"Hallo!" suaraku datar agak bergetar. Suara di seberang terdiam sesaat.
"Sayang! Apa kamu sekarang lagi bareng sama mama?" tanyanya ragu. Aku terdiam sesaat. Menatap seseorang yang berdiri di hadapanku. Wanita itu mengangguk sebentar sebelum mengambil ponselku. Kubiarkan ponsel itu pindah tangan.
"Hallo, Ray!
Akhirnya terungkap juga Jangan lupa vote, like dan komentmya
Kakiku gemetaran mendengar perkataan Feronika. Aku membalikkan badan. Pandanganku tajam ke arah Ray. Dengan linglung aku mengarahkan kakiku kembali ke tempat neraka itu. Bukan Ray atau Dattan yang kutuju. Tapi, sosok wanita cantik itu yang kudatangi. "Sebenarnya, kamu ini siapa Feronika?" tanyaku penuh penekanan. Kuamati raut muka wanita itu. Kucari kebenaran dari apa yang dia ucapkan tadi. "Tidak seharusnya, kamu ikut campur terlalu jauh masalah pribadiku!" Agak tersentak Feronika mendengar ucapanku. Mungkin selama ini mereka selalu memandang aku lemah, dan menyepelekan apapun tentang aku. Kali ini ada rasa keterkejutan baik Feronika ataupun orang-orang yang ada di sini, mendengar kalimat terakhirku tadi. "Aku hanya mengatakan kebenaran Move!" Sekali lagi Feronika menegaskan ucapannya. "Sudah cukup Fero!" Tiba-tiba suara Ray bergema. Aku menatap tajam ke mata laki-laki yang teramat aku cintai itu. "Katakan sekali lagi Fe
Agak kasar Ray memarkirkan mobilnya. Dengan buru-buru dia berlari menuju kosan Move. Agak ter-engah dia menaiki tangga itu. Sesampainya di kost Move buru-buru dia mengetuk pintu. Lama ketukan itu nggak ada sahutannya. Ray mulai gelisah. "Move ..., Kembali dia mengetuk pintu, bahkan memanggil namanya. Dia melirik arloji yang bertengger di tangannya. Baru jam 4 sore. Seharusnya dia sudah di rumah. Dibukanya layar ponselnya. Kembali dia berusaha menghubungi lewat telpon seluler. Tapi hasilnya tetap nihil. Karena merasa tidak sabar, Ray menuruni anak tangga. Kembali ke mobilnya, melajukannya dengan cepat ke arah tempat kerja Move. Sesampainya di sana, dia langsung ke meja kasir. "Mbak! Maaf, numpang tanya, Movenya, ada?" Nafas Ray ngos-ngosan seperti dikejar penjahat. "Haduh, maaf mas, hari ini mbak Move izin setengah hari. Katanya ada keperluan mendadak." Ray menghela nafas, rasa kecewa itu tampak di raut mukanya yang tampan.
Menghilangnya Move hampir 3 hari membuat seluruh teman kerjanya merasa kehilangan. Aplagi Ray, laki-laki itu sempat drop dalam pencariannya. Bahkan detektif yang ia sewa sama sekali belum mendapatkan hasil. Baik Dattan dan Fito, hampir tidak pernah tidur. Mereka mencari keberadaan Move sampai 24 jam. Polisi juga sudah dikerahkan dalam pecarian itu. "Mama bawain makan siang buat kamu Ray," suara wanita itu ketika berada di ruang kerja anaknya, "Aku nggak lapar Ma, bawa pulang aja lagi." jawabnya tanpa menoleh. Wanita itu mendekati putra semata wayangnya itu. "Mama tahu kamu sedang bersedih, sangat marah sama Mama, tapi mau sampai kapan kamu seperti ini?" "Nggak ada yang nyalahin Mama, Aku lagi sibuk kerja. Nggak mau diganggu." jawabnya sekali lagi. Terdengar sangat dingin nada bicaranya. Terlihat kantung matanya sampai menghitam. Itu menandakan dia jarang atau malah nggak pernah tidur berhari-hari untuk mencari Move.
Dokter Careld dengan cepat menggenggam jari-jemari wanita itu. Hanya sesaat, selanjutnya diam lagi. "Hanya gerakan reflek ya, Dok?" Perawat itu mengubah raut muka riang dengan raut muka lesu. "Nggak apa-apa, Sus, ini kabar baik. Sudah ada kemajuan." jawab dokter Careld tidak lupa memberikan senyum manis sama suster itu. Beberapa menit kemudian, suasana hening. Suster itu sudah meninggalkan ruang VIP. Sedangkan dokter Careld masih duduk di tepi ranjang pasien. "Cepat sadar, wanita misteriusku, sudah ada kabar baik. Sudah ada kemajuan soal kondisimu. Semoga kamu cepat membuka mata. MOVE!" Move! Ternyata, korban kecelakaan itu adalah Move Herdianata. Kekasih dari Ray Dinata. Sudah 5 hari dia berbaring di tempat tidur pasien dalam keadaan koma. 5 hari yang lalu, setelah kejadian terbongkarnya identitas Ray yang sesungguhnya, Move berniat untuk pergi selamanya dari kehidupan Ray Dinata. Hancurnya perasaannya waktu itu membuat
Careld seolah masih tak percaya, dia kembali menatap wanita yang sudah bangun dari tidur panjangnya itu. Berkali-kali diremasnya jari-jemari ringkih itu. Si empunya jari meringis menahan sakit. "Oh, maaf," ucapnya melihat ringisan di wajah wanita itu. "Kamu dokter?" tanyanya polos. Careld menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Genggamannya pada tangan pasien itupun terlepas. "Jadi, Aku di rumah sakit?" Kembali Careld menganggukkan kepala. Dokter tampan itu tersenyum geli dengan pertanyaan pasiennya. Sekalinya bangun, tingkahnya jadi lucu dan polos. "Apa yang terjadi denganku?" Sekali lagi dia bertanya. "Kamu nggak ingat apa yang terjadi?" tanya Careld sambil menatap wanita itu dengan tatapan teduh. Tatapan yang bisa membuat semua kaum hawa bertekuk lutut. Dia, wanita itu, pasien dokter Careld hanya menggeleng lemah. Careld menarik nafas pendek. "Terus Dokter, tahu nggak, aku ini siapa, namaku siapa?" Careld terte
Dokter Careld menoleh mendengar panggilan itu. Seorang suster menghampiri. "Ada pasien yang anfal Dok, di lantai 5!" katanya tergesa. "Ok , Sus, segera ya," jawabnya sambil mengangguk, " maaf Ray, aku tugas dulu ya!" Kalau menungguku, ke ruanganku aja!" lanjutnya seraya berjalan tergesa menuju lantai 5. Ray hanya menatapnya dengan raut muka susah diartikan. Dilayangkan pandangamnya ke arah taman. Perempuan yang menjadi pasien istimewa Careld sudah menghilang entah ke mana. Dengan berdiri mematung di lantai dasar, Ray menghbuskan nafasnya kuat-kuat. Sudah hampir seminggu hilangnya Move. Bahkan ponselnya pun tidak aktif sama sekali. Ada yang membuatnya merasa aneh. Seandainya memang Move sengaja menghilang kenapa jejaknya sama sekali tidak terlacak. Mungkinkah terjadi sesuatu dengan dia? Pikiran itu ke mana-mana. Selang beberapa jam, dia sudah di ruang direktur. Duduk menatap kosong ke layar komputer. Pintu diketuk, Clarisa masuk d
"Dokter, Saya masuk dulu ya, mau beres-beres," ucapku dengan senyum di bibirku. Terdengar suara sepatu dari belakang tempatku berdiri. Dokter Careld mengangguk dan membalas senyumanku sambil mengelus pundakku. Selanjutnya aku berlalu dari tempat itu. Aku tidak ingin mencampuri urusan mereka. Aku dah cukup beruntung, bertemu dengan dokter sebaik dia. Uang mau menampung orang asing sepertiku. Sepeninggalku, laki-laki yang bernama Dattan itu asyik ngobrol dengan dokter Careld. "Mangsa baru bro?" tanya Dattan sambil menatap lurus ke arah wanita yang barusan bersama Careld. "Sembarangan aja, bilang mangsa! Dia manusia kali!" Dattan terkekeh mendengar Careld, sahabat lamanya juga sahabat kecilnya itu menggerutu. "Tumben, masih ingat mampir ke sini? Sudah hampir berbulan-bulan lho kamu melupakan rumahku?" ucap Careld sambil berjalan menuju rumahnya yang ada di sebelah pavilium. Dattan hanya mengendikkan bahu mendengar perkataan Careld
Ray mengangkat telponnya. Agak serius dia menerima telpon itu. Kakinya berbalik arah ke rumah dokter Careld. Sedang aku masih saja berusaha msngingat hal sekecil apapun itu. Beberapa menit yang lalu, seiring denyut jantungku yang berdetak kencang, aku seolah merasakan ada sesuatu yang sangat aku rindukan. Entah apa itu. Seperti aku merindukan seseorang yang sangat dekat denganku. Tapi sudah beberapa detik rasa nyeri di ulu hatiku tiba-tiba menghilang. Aku menarik dan menghembuskan nafas agar beban yang ada di hatiku hilang. Berharap secepatnya ingatanku pulih. Masih kudengar suara dokter Careld dan teman-temannya tertawa gembira. Sekilas teringat pria yang turun dari mobil hitam tadi, rasanya seperti dekat dan kenal dengan orang itu. Apakah itu artinya dia pernah ada di masa laluku? "Reld, kok pasien kamu nggak diajak gabung sich? Takut ya pindah ke lain hati?" Careld cuma terbahak mendengar lelucon Dattan. Sedang Ray masih sibuk dengan