Share

Epsode 7

Sepasang mata itu mengawasi  pembicaraan kami. Antara aku dan manager HRD. Saking seriusnya, kami tidak menyadari dari tadi ada sepasang mata itu mungkin sudah mendengar semua yang sedang kami bicarakan. Dattan merangkulku dengan senyum lebar. Sitampan yang ramah. Selalu ceria. Bahkan aku tak begitu memperdulikan dia sudah punya kekasih. Kedekatan kami sudah terjalin 6 tahun yang lalu.jauh sebelum dia  mempunyai pasangan.

Mungkin dia lah satu satunya manusia yang tidak sedikitpun menghiraukan status aku. Tak pernah sekalipun dia  merasa malu kalau sedang  berjalan denganku. Tak sedikit yang bilang kami serasi. Bahkan banyak karyawan yang selalu bilang aku terlalu beruntung dekat dengan dia. Sempat ada yang bilang kami pacaran diam-diam. Karena  Dattan begitu perhatian sama aku. Entah apa yang membuat Dattan begitu nyaman berteman denganku. Sampai detik ini aku tak sekali pun ada niat menanyakannya.

Masih sambil merangkul pundakku kami melewati parkiran luar.

"Nanti aku tungguin pulang kerja, sudah rindu pengen makan mie bikinan kamu ...!" ucapnya sambil mencolek hidungku.

Ku acungkan tinju mentah ke arah mukanya. Laki-laki mempesona itu hanya tertawa terkekeh. Karena asyiknya kami bercanda, tidak menyadari lagi-lagi ada sepasang mata mengawasi seluruh gerak-gerik kami.

 "Move ...!"

Panggilan itu membuat kami menghentikan langkah.

"Kamu tidak sibukkan? Ada yang mau aku bicarakan sama kamu!" ucapnya sambil menarik pergelangan tanganku.

Aku mengikuti langkahnya. Kutinggalkan Dattan seorang diri.

"Kamu harus lihat rekaman cctv ini!" ucap Fito, manager keuangan. Aku memperhatikan cctv itu. Alangkah terkejutnya aku melihat rekaman cctv itu.

"Bukannya, rekaman ini kemarin sudah dihapus  sama pelaku, Pak?"

"Aku juga tidak tahu move, kenapa tiba tiba rekaman cctv ini ada kembali? Sepertinya seseorang dengan sengaja mengkopi rekaman ini dan mengembalikan lagi. Entah ini permainan  siapa? Yang pasti penyusup itu orang dalam sendiri. Kamu liat ini!" tunjuknya pada dua orang yang nampak pada rekaman cctv itu. Kedua orang itu tampak begitu familiar. Tapi siapa? Otakku bekerja keras mencoba mengingat ingat postur tubuh kedua orang itu.

"Kamu merasa ada yang  aneh tidak dengan kejadian ini?" tanya laki-laki membuat aku tertegun. Iya! memang ada yang aneh dengan kejadian ini.

"Pak! Tolong, bantu Saya mengungkap kasus ini! Saya sekarang paham ternyata orang ini sudah lama menjadikan Saya targetnya. Entah motifnya apa!" ucapku tegas sambil menatapnya. Meyakinkan dia bahwa semua ini pasti ada sebabnya.

"Saya harap, masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu!" tambahku lagi. Fito mengangguk paham. Dia menepuk bahuku. Memberikan kode kalau semua pasti bisa diungkap.

Masih dengan begitu banyaknya pertanyaan yang menumpuk di otakku, aku kembali ke ruang direktur.

Tanpa sadar, sudah dari tadi ada sepasang  mata yang mengawasiku.

"Apa kamu lupa! Siapa yang jadi bos di sini?"

Ucapan yang bernada peryanyaan itu membuatku terkejut. Ku arahkan pandanganku ke empunya suara. Terlihat sosok itu bergeming. Tanpa menoleh dan tanpa basa-basi. Aku menelan ludah pahit.

"Maaf, Pak! Saya tadi ada sedikit keperluan. Maka dari itu, Saya terlambat datang."

Pria tampan itu sekilah menoleh ke arahku. Hanya menebar senyum sinis lalu kembali pada kesibukkannya semula. Kembali aku menelan salivaku, melihat reaksi yang tak acuh itu.

Beberapa saat kemudian, aku melihatnya berdiri. Mengancingkan jasnya. Berjalan mendekat ke meja kerjaku. Dengan gugup aku berdiri. Menunggunya, menghampiriku. Hatiku berdesir, melihat sosok itu. Tampan dengan sejuta pesonanya. Tapi bersifat sangat labil. Kadang hari ini baik, besok berubah dingin, angkuh, kejam dan sadis.

"Keperluan apa, sampai membuat tidak mengirim pesan padaku kalau kamu terlambat datang?!" Pertanyaannya yang penuh penekanan itu seketika membuat lamunanku buyar.

"Ii-tu, Pak!" Entah apa yang membuatku tiba-tiba tergagap. Lidahku jadi kelu. Debar jantungku tidak terkendali.

"Apa keperluan itu, selalu bertemu dengan laki-laki yang tidak ada hubungan apapun dengan kamu?"

"Maksud Bapak apa?" Entah kekuatan dari mana, aku tiba-tiba menatapnya dengan sangat tajam. Harga diriku sebagai wanita terusik. Aku tersinggung dengan ucapannya barusan. Tanganku yang sedari tadi gemetar sedikit terkepal.

"Apa ucapan saya salah? Saya liat kamu tadi begitu mesra dengan manager HRD. Beberapa menit kemudian kamu bisa bergandengan  tangan dengan manager keuangan. Apa kamu ini bisa dibilang perempuan setia, perempuan yang bisa berkomitmen, atau malah kamu ini perempuan  yang hoby  gonta ganti pasangan. Apakah kamu ini perempuan murahan?"

Plakk-kk ...!!

Tanganku secepat kilat  melayang ke wajah laki laki  itu. Dadaku turun-naik menahan amarah yang begitu besar. Mataku tajam mengarah padanya. Wajahku sudah tak bersahabat lagi. Ada kebencian mutlak tiba-tiba padanya.

"Kamu keterlaluan ...!" teriakku dengan mata nanar. Merah padam warna wajahku saat ini. Ada air mata yang meleleh di sudut mata kiriku.

Ku tatap tajam-tajam pria di depanku. Dengus kasar kemarahan menguar di wajahku. Dengan gerakan kasar, kuraih tas di meja kerjaku. Secepat mungkin aku ingin pergi dari hadapannya.

"Move! panggilan itu tidak kugubris. Kulesatkan tubuhku menghilang dari ruangan itu. Sekilas masih sempat kulihat dia mengejarku. Terlihat kulit pipinya merah merona bekas tanganku di sana.

 Aku sudah tak mempedulikan apapun. Suara riuh karyawan yang lain tak membuatku bergeming. Terus saja aku berlari keluar gedung. Pergi sejauh mungkin kalau bisa.

Sehina itukah aku di matanya, apakah karena selama ini aku terlalu lemah, tak pernah bisa menolak keinginannya. Mungkinkah itu yang membuat dia memandang rendah harga  diriku? Atau karena dia sudah tahu siapa aku yang sesungguhnya? Tentang statusku dan kondisi aku? Bertubi tubi pertanyaan itu menghantam kepalaku. Aku sudah tak bisa lagi berpikir, tujuan satu satunya saat ini pengen pulang  ke kost buat menenangkan diri.

******

Di ruangannya, Ray masih tertegun sambil mengusap pipinya. Bekas tamparan Move di pipinya begitu panas. Ada penyesalan tersirat di pmatanya. Sangat disayangkan, hari ini dia tidak bisa mengontrol emosinya. Hatinya begitu panas melihat Move begitu mudahnya berinterksi dengan semua karyawan pria di perusahaannya. Semua pria menyukainya dan bisa mendekatinya dengan mudah. Ada ketidak relaan setiap wanita itu bisa bercengkrama dengan teman-teman prianya. Cemburukah, dia?

"Tokk ..."

"Masuk!"

"Ray, kubawakan  obat pereda nyeri buat muka kamu. Pasti itu rasanya sakit sekali. Sampe membiru begitu!" ucap perempuan cantik itu lalu mendekati laki-laki itu. Dan menyentuh tangan pria tampan itu.

"Aku bisa melakukannya sendiri! sergah Ray menepis tangan Feronika.

"Ray," raut muka Feronika menghiba.

"Sudahlah, kamu bisa keluar sekarang! Saya tidak mau membahas apa apa saat ini." tegasnya sambil menjauhkan diri dari Feronika.

"Tolong, tutup kembali pintunya !" Feronika menghembuskan nafas dalam dalam seraya melangkahkan kakinya dengan berat. Merasa sakit dengan penolakan Ray.

Ray menghela nafas berat. Bayangan Move  kembali ada di benaknya. Ruang direktur masih begitu dingin terasa.Tapi Ray belum beranjak dari kursi kebesarannya. Jam menunjukkan pukul 5 sore. Karyawan yang lain sudah pulang semua. Sesekali dia melirik ponselnya. Tidak ada nofitifikasi apa pun.

Pikirannya tak karuan. Berulang kali dia membolak-balikkan ponselnya. Ingin sekali rasanya menelpon Move. Tapi diurungkan niatnya.

Saat ini Move sedang marah besar kalau ia paksakan berkomunikasi yang ada hanya memperkeruh keadaan. Biarlah untuk beberapa saat dia mengalah. Berdiam diri dan bersabar.

         

BERSAMBUNG

             

Ai

Baca y

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status