“Tatapanmu membuatku terpaku dan garis lurus wajahmu mengingatkanku akan dia yang telah tiada”
“Elo....”
“Elo...”
“Ngapain lo disini?” tanya Qila yang kaget melihat orang yang ada di hadapannya.
“Harusnya gue yang nanya, lo ngapain disini?”
“Kok lo malah balik nanya sih.”
“Emang harusnya pertanyaannya gitu, lo ngapain disini? Kalau gue, iya karena ini memang acara angkatan gue.” Seru Devan dengan senyum sinis.
Aqila bingung harus menjawab apa, karna memang iya Qila harusnya tidak datang ke pesta ini. Pesta yang tisak diperuntukan untuknya ataupun angkatannya. Qila bingung dan terus mencari alasan yang pas.
“Kenapa lo, kok malah diem, nggak bisa jawab kan.”
“Apa sih lo, nyebelin tau.”
“Kok nyebelin, kenapa?”
“Lo tuh tadi ajak-ajak gue dansa, padahal ya kalau gue tau yang ada di balik topeng itu lo. Nggak bakal mau tuh gue dansa sama lo.”
“Emang kenapa sih lo itu sinis banget sama
“Langit mendung ketika sang mentari terhalang oleh kabut juga awan yang menggumpal.”Devan menggerak-gerakan tubuh Qila, dan menepuk-nepuk lembut pipi Qila. Devan seamkin bingung harus bagaimana. Devan merasakan tangan Qila dingin dan wajah Qila juga dingin. Devan melepaskan jaket yang dikenakannya dan memakaikannya pada Qila yang kini tidak sadarkan diri.Waktu sudah sangat malam, suasana di jalan buah batu semakin sepi dan udara kian dingin. Angin berhembus dengan lembut mencoba memeluk tubuh Devan dalam dinginnya udara malam. Devan sudah berulangkali mencoba menelepon taksi, namun sudah 30 menit dia menunggu, taksi tak kunjung datang.Melihat wajah Qila yang masih tidak sadarkan diri di atas kursi, membuatnya semakin khawatir akan keadaan Qila. Wajahnya yang pucat dan bibirnya membiru. Tangan dan wajah Qila semakin dingin karena angin yang terus menerus berembus.Dengan berat hati, Devan memutuskan untuk meng
“Setelah sekian lama mencari tanpa titik temu, akhirnya titik terang itu datang.”“Kak, punggung kakak sakit ya karena gendong Qila.”“Sedikit, tapi nggak papa kok.” Devan tersenyum dan berlaga seolah punggungnya tidak sakit.Qila mendekati Devan dan berjalan kebelakang tubuh Devan, Qila menempelkan tangannya ke pundak Devan dan memijitnya pelan.“Lo ngapain, nggak usah. Kondisi lo juga lagi nggak baik-baik aja.”“Gue nggak papa.”Devan tersenyum dan merasakan sentuhan demi sentuhan tangan Qila yang memijat pundaknya dengan lembut. Waktu sudah sangat malam namun Devan dan Qila belum ada niat untuk beranjak. Melihat keindahan langit yang begitu cerah malam ini membuat mereka betah untuk berlama-lama.Reihan terus mencari Qila namun sudah hampir 30 menit, Reihan tidak menemukan Qila. Reihan bingung harus mencari Qila kemana, Reihan juga khawatir aka
“Kata sederhana namun memiliki banyak makna.”“Kak...”Devan menenggok dan melihat siapa yang memanggilnya. Dalam hati Devan sudah senang karena yang memanggilnya pasti Qila.“Cie, yang baper. Lo kira Qila ya?” Reihan tertawa terbahak-bahak karena melihat wajah Devan yang sumringah namun berubah menjadi kesal.Devan tidak menghiraukan ejekan Reihan dan kembali melanjutkan langkahnya. Namun, lagi-lagi ada yang memanggilnya.“Kak Devan..”Devan terus melangkah tanpa menghiraukan yang memanggilnya. Devan yakin pikiran Devan sekarang sedang tidak fokus karena mengira suara Reihan sebagai suara Qila.“Kak Devan.” Teriak suara itu sekali lagi dan lebih kencang.Devan yang kesal memutar tubuhnya dan menghadap yang memanggilnya.“Apa sih Han?” teriak Devan marah.Qila yang sudah berdiri di hadapan Devan dengan secangkir cokelat panas, kaget d
“Mentari sudah bangun dari tidurnya, burung sudah bernyanyi dengan riangnya dan angin juga sudah berlomba dengan hembusan lembutnya, lalu mengapa bidadariku masih terdiam dan menutup diri dari dunia yang mulai ramai.”“Devan Triyansyah”Devan yang akan memetik senar gitar, menghentikan aksinya ketika melihat Reihan yang mulai berjalan mendekat kearahnya. Sebelum Reihan benar-benar mengganggu aksinya. Devan berkata,“Lo di luar aja oke, biar gue yang bangunin Qila.”“Lo nggak bisa bangunin Qila dengan suara gitar itu Devan Triyansyah, yang ada Qila bukan bangun tapi malam makin nyenyak.’“Udahlah Han, lo percaya sama gue.”Reihan yang sebal dengan tingkah Devan, membalikan tubuhnya dan keluar dari kamar Qila.Devan yang melihat Reihan sudah keluar, langsung melakukan aksinya. Devan memetik senar demi senar gitar yang kini ada di pangkuannya. Devan mengalunkan
“Hadirmu membawa warna baru di kehidupanku, mengganti warna hitam kelam yang dua tahun ini menyelimutiku.”Qila terus menggerutu di dalam kamar melihat tingkah Devan.“Dasar cowok nyebelin, ngeselin, sok cool, sok tampan.”Qila membanting-banting bantal yang sudah dia rapikah sebelum keluar kamar. Qila tidak tahu mengapa dirinya kini sangat sebal pada Devan. Cowok yang dengan rela menggendongnya sejauh 2km.Untuk menghilangkan kekesalannya, Qila mengambil pena juga buku diary yang biasa dipakainya untuk menuliskan semua hal yang terjadi dalam hidupnya.Qila melihat bahwa sudah lama dirinya tidak menulis, terakhir tulisan yang ada dalam lebar buku diary itu, tercatat pada tanggal 27 Mei 2019. Hari dimana Qila begitu bahagia karena Dave akan melamarnya. Qila menutup lembaran itu dan membuka lembaran kosong yang baru.Dear Diary27 Mei 2021Alammu dan alammku sud
“Hai bro, sorry gue telat,” seru Reihan “Iya maaf ya telat”, seru Raisa dengan senyumannya. Fajar yang berada tepat di hadapan mereka langsung menimpali “Kita juga baru nyampe kok, ya kan guys”“Bohong tuh, kita udah habis kopi 5 nih, lama banget lo,” teriak Devan yang duduk lumayan jauh“Hahaha bener tuh, jadi buat hukumannya lo harus traktir kita semua ya kan guys?” seru Yogi yang tak kalah keras. Cinta, Meli dan Madya hanya tersenyum dan mengangguk menyetujui saran Yogi. “Oke gue traktir, kalian boleh pesen apapun sesuka kalian.”“lo serius Han, tumben banget lo traktir kita sepuasnya biasanya juga hanya kopi satu per orang.”“Udahlah gi, mungkin Reihan lagi baik atau dapat gaji lebih ya kan.”“Bener tuh kata Fajar Gi, syukuri aja ye kan”, tambah DevanSudah hampir 15 menit Qila berada di toilet, dia merasa gugup untuk bertemu dengan kawan-kawan abangnya. Qila bukan tidak bisa beradaptas
“Kak?”“Apaa?”“Maksud kakak ngomong gitu apa?”Devan berjalan meninggalkan Qila dengan kebingungannya. Devan merentangkan tangannya dan menrasakan betapa sejuknya udara yang ia rasakan. Qila hanya menatap punggung Devan dengan kebingungan, sesaat kemudian Qila tersenyum mengingat hal yang baru saja terjadi. Qila sungguh tidak menyangka bahwa Devan akan berteriak seperti itu.“Apa aku bermimpi?”Qila menyunggingkan senyumnya namun tidak berselang lama senyumnya luntur, wajah Qila kembali murung. Bayangan Dave seakan menghantuinya, Qila tidak mau mengkhianati Dave. Qila memejamkan matanya dan merasakan tangannya bergetar disertai rasa sakit. Qila sering merasakan tubuhnya atau tangannya bergetar ketika mengingat hal-hal yang selalu membuatnya teringat masa lalu.“Hai, lanjutkan hidupmu. Aku akan bahagia jika melihatmu bahagia. Jangan terpaku padaku, aku tidak akan marah padamu jika kau memiliki seseorang yang bisa membuatmu kembal
Qila bangun dari tidurnya dengan senyum yang mengiringinya. Qila merasakan tubuhnya lebih segar dan hatinya juga senang entah karena apa. Qila terus tersenyum menyambut pagi dan dengan ceria dia langsung masuk kamar mandi dan membersihkan dirinya setelah itu dia langsung membereskan kamarnya dan membuka horden juga jendelanya. Qila membiarkan agar cahaya matahari masuk dan menghangatkan kamarnya.“Kok hari ini rasanya seneng banget ya, kayak ada apa gitu”, Ucap Qila pada dirinya sendiriQila keluar dari kamarnya dan turun untuk menghampiri Mamahnya yang kini sedang menata sarapan di atas meja.“Selamat pagi Mah, aku bantuin yah.”Liana yang melihat Qila berbeda dari biasanya merasa heran dan bergumam“Tumben ni anak ceria banget.”“Apa Mah? Mamah ngomong sesuatu?”“Nggak sayang, kamu panggilin abang kamu gih, ajak sarapan bareng.”“Oke mah”, Ucap Qila yang masih dengan senyumnya.Liana yang melihat putr