Share

Pergi

“Jika dengan kepergianmu akan membuatmu bahagia,

Maka aku rela kamu pergi.”

Qila terus berlari tanpa arah, Qila sampai lupa dirinya tidak membawa dompet ataupun handphone. Disaat Qila terus berlari menuju rumah sakit, tiba-tiba Qila melihat ada abangnya yang sedang nongkrong bersama teman-temannya. Tanpa pikir lama, Qila menghampiri abangnya dan menarik tangannya.

“Loh dek, lo ngapain disini? Nggak pake sendal lagi. Mana handphone lo, mana tas lo? Lo di rampok dek? Bilang sama gue mana rampoknya biar gue kejar dia dan gue habisin dia. Dia gak tau kalau gadis cantik ini ade gua.”

Qila malah menangis mendengar serentetan pertanyaan dari abangnya. Qila sedih karena baru sadar bahwa dirinya tidak memakai sendal.

“Loh kok nangis jangan nangis dek, tangan gue kotor abis benerin motor. Gue gak bisa hapus air mata lo.”

“Abaang, jangan banyak nanya, sekarang abang anterin Qila ke rumah sakit!”

“Lo ada yang luka sampe harus ke rumah sakit dek?”

Tanpa menjawab pertanyaan Reihan, Qila langsung menarik Reihan agar segera naik ke motornya.

“Banyak nanya lo bang, sekarang berangkat ke rumah sakit Cahaya Hati.”

“Tapi dek,,,,,”

“syutt bang.” Sambil menyimpan telunjuk pada bibir Reihan.

Reihan mengemudikan motornya dengan pelan, namun karena Qila terus memprotesnya, Reihan mengemudikan motornya dengan mengebut. Setelah sampai di parkiran, Qila tidak menghiraukan abangnya dan berlari masuk ke dalam rumah sakit. Reihan yang tidak tau ada apa sebenarnya, langsung berlari menyusul adiknya.

“Ada apa sih dek? Kok lo panik kayak gitu.”

Qila tidak menjawab pertanyaan Reihan. Qila terus berjalan dan mencari kamar mawar nomor 307. Saat ketemu, Qila melihat tante Dinda bunda Dave yang sedang duduk sambil menangis. Qila menghampiri bunda Dave dan memeluknya. Qila ingin segera bertanya namun Qila tau bahwa saat ini bukan saatnya dia bertanya. Qila hanya diam dan terus memeluk bunda Dave. Dokter keluar dan berkata bahwa Dave tidak apa-apa hanya sakit kepala. Padahal kenyataannya Dave menyuruh dokter untuk berbohong karena tidak mau membuat bunda dan juga Qila khawatir akan keadaannya. Dave keluar dari ruang rawat dan menghampiri kedua wanita yang amat dicintainya.

“Kamu kok keluar Dave, kamu nggak apa-apa?”

“Aku nggak apa-apa, aku hanya sakit kepala saja ia,” jawab Dave lembut.

Dave menghampiri bundanya dan berlutut di hadapan bundanya, Dave menghapus air mata yang mengalir di pipi bundanya dan berkata, “Bunda jangan nangis, Dave baik-baik saja kok.” Dave memegang tangan bundanya dengan lembut dan mengusapkan pada kepalanya “Dave hanya kecapean bunda, bunda jangan khawatir. Sekarang aja dengan tangan bunda ada di kepala Dave, Dave sudah sembuh.” Dengan disertai senyuman, Dave mencoba menenangkan bundanya.

“Tapi bunda takut kamu kenapa-napa Dave, apalagi tadi di rumah, bunda melihatmu seperti sangat kesakitan.” Dave mencium tangan bundanya dan tersenyum “Dave baik-baik aja bunda.”

Qila dan Reihan hanya melihat dan tidak berbicara apa-apa. Dave menghampiri Qila yang terlihat dari sorot matanya bahwa Qila sangat khawatir.

“Kamu nggak perlu khawatirin aku ia, aku baik-baik aja. Nih liat aku bisa lari, bisa loncat bisa apalagi ya?” sambil berlaga sok mikir “bisa menyayangimu juga.” Cengir Dave. Qila yang melihat Dave hanya tersenyum, meski Dave berkata bahwa dirinya baik-baik saja, Qila masih tidak bisa menghilangkan rasa khawatirnya pada Dave. Karena Dave tidak ingin kembali kedalam dan di rawat, akhirnya mereka meminta pada dokter untuk pulang. Dokter membolehkan Dave pulang dengan syarat Dave jangan terlalu cape dan juga harus menghabiskan obat yang sudah diberikan dokter.

Sesampainya di rumah, Dave langsung memasuki kamarnya dan istirahat. Dave menyandarkan kepalanya pada bantal, Dave tidak menyangka bahwa dia memiliki penyakit yang begitu serius. Dave memejamkan matanya dan mencoba berpikir positif. Dave tidak ingin karena cobaan ini, Dave menyalahkan takdir dan berkata bahwa Tuhan tidak adil. Dave merenung dan berpikir bahwa mungkin Tuhan memberikannya sakit seperti ini agar dirinya lebih sabar dan lebih bersyukur akan nikmat sehat. Dave mencoba mengambil hikmah dari sakit yang kini dia alami. Karena lelah terlalu banyak berpikir, Dave memutuskan dirinya untuk tidur.

Pukul 03 dini hari Dave kembali terjaga, Dave merasakan kepala sebelah kirinya sakit dan air matanya berair. Dave tidak mampu menahan sakit itu. Dave mencoba mencari obat namun tidak ada. Karena sakitnya begitu menguasai, Dave akhirnya membenturkan kepalanya pada tembok, karena sakit belum juga berlalu Dave terus membenturkan kepalanya pada tembok hingga di tembok terdapat bercak darah yang keluar dari dahi Dave. Dave menarik rambutnya dan memukul-mukul kepalanya. 15 menit berlalu, sakit yang Dave rasakan akhirnya berangsur hilang. Dave terduduk di balkon kamarnya dan menikmati udara malam. Dave menyentuh dahinya yang yang masih mengeluarkan darah. Dave mengambil sapu tangan dan mengusapkan pada dahinya. Dave diam dan berpikir mengapa rasanya begitu sakit? Mengapa rasa sakitnya semakin lama semakin menyakitkan dan tidak tertahankan. Apa penyakitnya semakin parah?

___

“Selamat pagi bunda,” sapa Dave pada bundanya

“Pagi Dave, bagaimana keadaanmu? Sudah baikan?”

“Dari semalem aku baik-baik saja kok bun,” cengir Dave

“Oh iya Dave, jika kamu tidak sibuk, kamu temani Tobi ya, ajak dia main. Tadi Tante Salsa nitipin Tobi disini, katanya Tobi tidak ada teman di rumah jadi dititipin disini.”

“Oh iya bun, nanti Dave ajak Tobi main, Dave ke rumah Qila dulu, ngajak Qila buat temenin Dave dan Tobi juga chaca.”

“Yaudah sana.”

Dave pergi setelah mengucapkan salam pada bundanya. Dave berjalan karena jarak antara rumahnya dan Qila hanya beberapa meter saja. Saat sampai, Dave langsung izin pada tante Risma, mamah Qila untuk mengajak Qila keluar. Qila dan Dave bergegas ke rumah Dave untuk mengambil mobil dan juga mengajak Tobi dan chaca, chaca adalah adik perempuan Dave yang kini menginjak kelas 1 sekolah dasar. Qila sangat senang karena hari ini bisa menghabiskan waktu bersama Dave, meski harus ada dua bocah kecil yang membuntutinya.

Qila dan Dave mengajak chaca dan Tobi pergi ke taman bermain. Mereka bermain hingga pukul 2 siang. Karena cape mengelilingi taman bermain dan mencoba semua wahana yang ada disana, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang dan beristirahat. Dave mengantarkan Qila tepat di depan rumah dan setelah itu pamit untuk pulang. Sesampainnya di rumah, Dave langsung ke kamar karena badannya lelah dan kepalanya mulai terasa pusing. Setelah membersihkan badannya, Dave langsung memakai baju dan tidur. Pukul 3.15 disaat Dave sedang tidur, tiba-tiba Dave merasakan kepalanya sakit dan sangat sakit. Dave segera bangun dari tidurnya dan mencoba mencari obat di dalam laci. Dave menemukan obatnya namun tidak keburu meminumnya karena sakit kepalanya sudah tidak tertahankan. Obat yang dipegang Dave jatuh dan Dave menarik-narik rambutnya karena rasa sakit yang tak tertahankan.

“AKKKKKH, sakit,” Dave berteriak karena sudah tidak sanggup menahan rasa sakitnya. Dave mencoba berdiri dan membenturkan kepalanya pada tembok. Bunda Dave yang mendengarkan kegaduhan di kamar Dave, segera masuk ke kamar Dave. Bunda Dave sangat terkejut ketika melihat Dave yang sedang membenturkan kepalanya pada tembok. Banyak bercak darah yang terdapat pada tembok karena benturan kepala Dave. Bunda Dave menangis melihat keadaan Dave saat ini.

“Hentikan Dave, sudah, jangan terus menyakiti dirimu sendiri.” Dave tidak menghiraukan ucapan Bundanya. Kepala Dave sangat sakit dan Dave tidak mampu mengontrol dirinya, Dave tidak mampu mendengarkan bundanya. Dave hanya ingin rasa sakitnya cepat hilang.

“HENTIKAN SAYANG,” Sentak bunda Dave sambil menarik Dave dan memeluknya, “jangan lakukan itu lagi, bunda tidak sanggup melihatmu seperti tadi,” Ucap bunda Dave di iringi tangisan kesakitan melihat putranya menyakiti dirinya sendiri. Bunda Dave tidak tahu mengapa Dave seperti sekarang. 30 menit berlalu rasa sakit Dave sudah mereda, Dave menangis memeluk bundanya, bunda Dave membalas pelukan itu dengan sangat erat dan mencoba bertanya ada apa sebenarnya? Mengapa Dave tidak memberitahunya. Bunda Dave mencoba mengajak Dave ke rumah sakit untuk di periksa, namun Dave menolak karena Dave takut bundanya tau bahwa Dave sakit. Bunda Dave terus memaksa Dave hingga akhirnya Dave pasrah dan mengikuti keinginan bundanya. Bunda Dave membawa Dave ke rumah sakit dan menemui adik dari bundanya yang bekerja di rumah sakit itu.

***

“Keluhan kamu apa Dave ?” Tanya doktor Ridwan pada Dave. Doktor Ridwan adalah doktor spesialis saraf, Doktor Ridwan juga merupakan adik kandung bundanya Dave.

“Aku tidak apa-apa om, aku hanya merasa sakit kepala,” Jawab Dave atas pertanyaan Dr. Ridwan.

“Sakit kepala bagaimana maksud kamu, bisa kamu jelaskan lebih detail Dave” tanya Omnya lagi.

“Gini Om, sebenarnya sudah hampir satu bulan aku mengalami sakit kepala, anehnya sakit ini selalu datang di jam yang sama,” Cerita Dave pada Ridwan.

“Maksud kamu datang di jam yang sama?”

“jadi gini om, sakit ini selalu aku rasakan ketika jam 3 sore dan pada jam 3 dini hari.”

“Kepala yang terasa sakitnya yang mana Dave? Dan biasanya berapa lama sakit itu mendera kamu?”

“Kepala yang sakitnya hanya sebelah Om, seperti migran lagi tapi anehnya ketika sakit ini melandaku, mataku yang bertepatan dengan kepala yang sakit selalu berair,” Jelas Dave pada Ridwan.

“Mari Om periksa dulu Dave, kamu tiduran disana” kata Ridwan sambil menunjuk blangkar yang berada di ruangan itu.

Dimulai dari Dave berbicara dengan Ridwan, sampai sekarang Ridwan menyuruh Dave berbaring di belangkar, tak sedikitpun terdengar suara bunda Dave berbicara. Bunda Dave hanya diam sambil menangis menunggu hasil pemeriksaan.

“Kamu bisa duduk disana lagi Dave,” kata Ridwan setelah selesai memeriksa.

Dave menganggukan kepalanya dan mulai berjalan menghampiri bundanya yang berada tak jauh dari tempat Dave berdiri sekarang. Ridwan mengambil hasil tes dan langsung duduk menghadap kakaknya.

“Bagaimana wan? Dave tidak apa-apa kan? Dia sakit apa? Sakitnya parah tidak?”

“Tenanglah kak, bagaimana aku bisa berbicara jika kakak nyerocos begitu” kata Ridwan pada kakaknya.

“Kamu tidak mengerti sih Wan kalau kakak takut terjadi apa-apa sama Dave,” jawab bunda Dave dengan air mata yang kembali mengalir.

“Iya aku tahu, tapi setidaknya kakak tenang, OK.”

“Bunda jangan nangis dong, Dave baik-baik aja kok, Dave hanya kecapean,” Dave mencoba menenangkan bundanya yang lagi-lagi mengucurkan air mata.

“Jadi, dari hasil pemeriksaan, Dave menderita penyakit . . .” Ridwan menggantungkan kalimatnya.

“Apa Wan? Dave mempunyai penyakit apa? kamu jangan mempermainkan kakak cepat katakan!” gertak bunda Dave yang sudah tidak sabar untuk mengetahui Dave sakit apa. dave hanya diam dan menghela napasnya berat.

“Dave . . . .”Ridwan menjeda ucapannya dan menarik nafas dalam-dalam dari raut wajahnya dapat terlihat bahwa Ridwan sedikit kesusahan untuk menyampaikannya “mempunyai penyakit CLUSTER “ ucap Ridwan yang langsung menundukan kepalanya dan matanya tertuju pada lantai.

“Cluster? Penyakit apa itu Wan? Apakah itu berbahaya? Apakah itu akan membahayakan Dave? Cepat katakan!”

“Cluster adalah sejenis penyakit yang menyerang kepala, penderita biasanya selalu merasakan sakit dikepala secara tiba-tiba dan penyakit Cluster biasanya lebih rentan menyerang remaja. Penyakit ini bisa terbilang sangat jarang bahkan 1% di dunia. Penyakit Cluster tidak bisa dideteksi sejak dini karena pada awalnya rasa sakit kepala yang dirasakan oleh penderita biasanya hanya sakit kepala biasa saja dan terkadang rasa nyeri hanya dapat dirasakan pada sebagian kepala atau lebih dikenal dengan istilah migrain. Penyakit Cluster bisa bertahan sampai bertahun tahun atau bisa juga hanya beberapa bulan, tapi jika penyakit Cluster sudah semakin parah, maka penyakit ini bisa datang lebih sering dari biasanya dan bisa juga pada sehari penyakit ini bisa datang lebih dari sekali dan nyatanya penyakit yang menyerang Dave sudah akut dan kemungkinan besar sakit kepala itu akan datang lebih sering dan mungkin Dave akan merasakan sakit yang sangat parah sehingga Dave bisa sampai melukai dirinya sendiri.” Papar Ridwan panjang lebar.

“la. . .lu apa yang harus kita lakukan Wan?” tanya bunda Dave dengan tangisan yang semakin deras. “apakah Dave akan baik-baik saja Wan? Dave akan sembuhkan Wan? Aku mohon sembuhkan Dave Wan.” Lanjut bunda Dave dengan sesenggukan.

“Penyakit ini sangat langka kak, dan disini peralatan belum lengkap jadi aku sarankan kakak untuk berobat ke luar negeri. Aku memiliki seorang teman, namanya William dia adalah doktor terkenal yang sudah beberapa kali berhasil dalam menangani penyakit saraf. Dan aku bisa menghubunginya untuk kalian jika kakak bersedia.” Bunda Dave diam dan melirik Dave hingga akhirnya berkata, “Apapun itu, kakak akan melakukannya untuk Dave.”

“Tapi bun, Dave tidak ingin ke luar negeri.”

“Ini demi kebaikanmu Dave, dan agar kamu sembuh dari penyakitmu.”

Dave hanya pasrah dengan keputusan bundanya, bagaimanapun Dave tidak bisa menentang keinginan bundanya, Dave tidak ingin melihat bundanya terus-menerus bersedih.

***

“Tumben kamu ngajak aku kesini Dave, ada apa?”

Dave diam dan tidak menjawab pertanyaan Qila, Dave menyandarkan tubuhnya pada kayu yang terdapat di pinggir pantai. Dave memejamkan matanya dan merasakan semilir angin membelai lembut pori-pori kulitnya. Qila yang tidak mengerti akan tingkah Dave ikut terdiam dan menyandarkan bahunya pada kayu yang disandari Dave. Qila menunggu apa yang akan dikatakan Dave padanya hingga Qila merasa bahwa Dave akan memberitahunya hal yang penting. Qila berusaha tenang meski kini perasaannya terasa sangat gelisah.

“Iaa, aku mau bicara sesuatu sama kamu,” ucap Dave, sambil berdiri. Dave berjalan mendekati air laut yang ombaknya tidak terlalu tinggi. Dave menghela napasnya berat, Dave tidak sanggup untuk meninggalkan Qila apalagi untuk waktu yang tidak ditentukan.

“Ada apa Dave, sepertinya masalahnya setius.” Qila berjalan mengikuti arah langkah Dave.

“Sebelumnya aku minta maaf sama kamu, karena tidak memberitahumu sejak awal.” Qila diam dan mendengarkan ucapan Dave dengan serius.

“Bunda memintaku untuk ikut mereka pergi ke Ausie, mereka memintaku untuk melanjutkan sekolahku disana, tadinya aku tidak mau, tapi bagaimana lagi ayah memaksaku untuk tetap pergi. Kau tau sendiri bahwa aku tidak bisa menolak permintaan mereka.”

“Tapi Dave,,,”

“Aku harap kamu baik-baik saja disini Aqila Lusyara Dewi. Jika kamu tidak mau hubungan kita LDR, sebaiknya kita pisah.”

“Dave,, mengapa semuanya sangat tiba-tiba? Ada apa sebenarnya?”

“Semuanya baik-baik saja ia, besok aku pergi dan aku harap kamu menjaga dirimu baik-baik disini.”

Dave berjalan meninggalkan Qila yang masih diam di tempat. Dave dapat dengan jelas mendengar isak tangis Qila, Dave ingin kembali dan memeluk Qila lalu menenangkannya, namun Dave tau hal itu akan semakin membuat Qila tidak bisa melepaskannya pergi. Dave berjalan terus tanpa berbalik, Qila menatap punggung Dave yang semakin lama kian menghilang, Qila terus menangis dan merasakan dadanya terasa sangat sesak.

Ada apa sebenarnya Tuhan? Mengapa semua begitu mendadak? Mengapa dia pergi disaat hati ini begitu sangat mencintainya dan membutuhkannya.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status