Suara desahan yang begitu menggoda keluar dari mulut seorang Anna. Di tengah jalan, di bawah sinar redup lampu jalan, Anna duduk dengan posisi kedua kakinya menekuk. Di bawah efek obat-obatan itu, tubuh Anna terasa layaknya terbakar, membuat pikirannya menjadi gila hingga menyebabkan dirinya berpikir yang tidak-tidak.
Kulit putih pada sekujur tubuhnya sudah sepenuhnya memerah, napasnya juga kian tidak beraturan. Kini ia sudah melupakan semua tentang dirinya maupun semua masalah yang mengganggu dirinya. Bahkan, dia sudah melupakan para pria berengsek yang telah membuat dirinya menjadi seperti ini.
Sekarang, yang terpenting baginya hanyalah memenuhi nafsu yang sudah tidak dapat ia tahan. Ia sudah tidak peduli saat ini sedang berada di tengah jalan. Tangan kanannya kini sudah terangkat guna meremas buah dadanya sedangkan tangan kirinya sudah menyelip masuk ke dalam celana dan mengelus sesuatu diantara kedua pahanya. Tidak terasa air matanya perlahan jatuh membasahi pipinya.
Serangga malam berderik membuat suasana menjadi tenang. Ketika angin kembali berembus, sesosok pria muncul di hadapan Anna.
Pria itu tinggi dan berkulit pucat. Rambut hitam nya tergerai sepanjang pinggang dan matanya yang berwarna ungu pucat menyipit menatap dirinya. Anna begitu tercengang dengan kehadiran yang tiba-tiba dari sesosok itu dan kini dirinya terfokus memandang wajah pria itu. Wajah yang sangat indah. Lebih indah dari semua karya seni yang pernah Anna lihat dan lebih menawan dari semua pria yang pernah Anna temui.
Anna tidak menyadari bahwa di tangan pria itu teracung sebuah tombak berwarna emas yang bercahaya ataupun di balik rambut panjang pria itu tersimpan sepasang telinga yang runcing serta panjang. Anna hanya diam mendongak menatap wajah pria itu dan kemudian pecahan-pecahan ingatan mulai memasuki pikirannya.
"Anna, apa kamu tahu mengapa kamu lahir di hari spesial ini?" tanya seorang perempuan dengan lembut, wajahnya tampak ditutupi awan tebal.
"Karena aku suka coklat!" jawab Anna kecil yang baru berusia lima tahun.
"Bukan," perempuan itu tertawa pelan. "Karena kamu lahir untuk dicintai."
"Dicintai?" tanya Anna kecil polos.
"Jika dimasa depan nanti kamu merasakan pahitnya dunia, sampai-sampai kamu merasa setiap bagian dari dirimu hancur. Ingatlah, pasti ada seseorang yang akan datang melindungimu. Inilah sumpah kakakmu."
Anna tidak tahu kenapa wajah kakaknya selalu di tutupi awan. Tapi walau begitu, dari balik awan itu, Anna dapat melihat mata kakaknya yang berwarna hijau dan hangat. Ingatan lama ini kenapa sekarang kembali memasuki pikirannya? Anna bertanya-tanya dalam hati namun dia masih tidak dapat menemukan jawabannya.
Di sisi lain, sosok itu berdiri memandangi Anna dengan bingung. Ada kelegaan di wajahnya yang tegang. Hal itu bisa dilihat dari wajahnya yang perlahan berubah menjadi santai. Sedikit demi sedikit tombak ditangannya mulai memancarkan butiran cahaya lalu lekas menghilang.
Bersamaan dengan itu, pria itu menghela napas kemudian terbatuk. Banyak darah keluar dari mulutnya. Dengan tangannya menutupi mulutnya, pria itu melihat telapak tangannya yang di lumuri darah. Kedua kaki pria itu bergetar kemudian terjatuh dengan napas tersenggal. Sepertinya dia sudah sangat terluka dan kelelahan.
Beberapa detik kemudian suara langkah kaki mulai terdengar dan lama kelamaan suara itu semakin mengeras. Dari balik kegelapan, dua pria berjalan mendekati Anna. Kedua pria itu adalah si bartender dan si pelanggan yang telah membius Anna.
Mereka berjalan dengan santainya seolah tidak takut buruannya akan kabur. Hal itu dapat di lihat dari wajah cabul mereka yang sepertinya sudah terbiasa melakukan kejahatan seperti ini. Entah sudah berapa banyak gadis yang telah mereka hancurkan hidupnya. Walau begitu, kelihatannya mereka tidak mempedulikannya.
Ketika mereka berdua melihat kondisi Anna yang mengenaskan, senyum langsung merekah di wajah mereka. Tanpa sadar, kepala terkutuk mereka telah membayangkan adegan-adegan erotis yang akan segera mereka berdua lakukan kepada Anna.
Namun pandangan mereka berdua segera teralihkan begitu melihat sosok pria berpakaian hitam yang ada dihadapan Anna. Rasa penasaran langsung merasuki mereka. Pasalnya, pria itu terlihat aneh bagi mereka. Pakaian hitam yang di kenakan pria itu kelihatan menyatu dengan tubuhnya, rambut hitam pria itu lebat dan panjang hingga mengenai aspal jalan, kedua telinga pria itu runcing serta panjang seperti elf yang ada di film-film hollywood.
Di telinga kanan pria itu terdapat sekumpulan kelopak bunga yang berwarna warni sedangkan di telinga kiri pria itu terdapat berbagai macam bulu yang juga berwarna warni. Bukan hanya itu saja, bola mata yang dimiliki pria itu juga seindah berlian The Heart of Eternity.
Ditambah lagi dengan rupa pria itu yang juga bukan main indahnya. Dengan darah di bahunya yang mengalir sampai ke jari tangannya membuat sosok pria itu layak disebut sebagai malaikat jatuh. Saat mereka berdua berjalan melewati Anna untuk melihat sosok pria itu lebih dekat. Pria itu tiba-tiba mendongakkan kepalanya kemudian melirik mereka berdua.
Mata ungu pucat milik pria itu terlihat dingin mencekam. Dengan mata itu melihat mereka, kedua pria berengsek itu tanpa sadar menghentikan langkah kakinya.
"Lupakan semua ingatan kalian tentang hari ini lalu tidurlah!"
Kata-kata yang keluar dari mulut pria itu terdengar dingin. Sekilas matanya tampak bersinar. Usai mengatakan itu, kedua pria berengsek itu mendadak terjatuh.
Brak!
Seperti sihir atau memang sosok pria itu menggunakan sihir. Kedua pria berengsek itu langsung tertidur pulas, persis seperti yang diucapkan sosok misterius itu. Walau begitu, Anna kelihatan tidak mempedulikan kehadiran kedua pria itu. Sedari tadi ia fokus melihat sosok pria misterius di hadapannya.
Sosok itu kemudian berusaha berdiri lalu dengan tertatih-tatih dia berjalan mendekati Anna hingga berada tepat di hadapan wajahnya. Anna hanya terdiam memandangi wajah pria itu dari dekat.
Sekarang Anna dapat merasakan hembusan napas pria itu tercampur dengan napasnya yang kasar. Aroma bunga mawar yang berasal dari pria itu sukses mengakibatkan gairah Anna meningkat hanya dengan menghirupnya sedikit. Tak ingin membuang waktu, pria itu lekas memajukan wajahnya lalu mencium bibir Anna.
Mata Anna melebar karena situasi yang tiba-tiba itu. Namun, beberapa detik kemudian Anna dengan semangat balas menciumi bibir pria itu. Kini mereka berdua saling memainkan lidah mereka dengan nikmatnya. Tepat saat ini, lampu yang melingkari mereka berdua mendadak padam.
***
Di jalan dekat lokasi Anna dan pria misterius itu, seorang pria tengah berjalan pelan mendekati lokasi mereka. Pria itu adalah si pelanggan yang telah Anna tendang bagian kemaluannya.
Sejak tadi, ia berjalan dengan melebarkan kedua kakinya sembari tangannya mengelus sesuatu di bagian selangkangannya. Dengan raut wajah kesal, pria itu mengomel sendirian di tengah jalan layaknya orang gila.
"Jalang! Lihat saja nanti! Kau akan menyesal! Lihat saja nanti! Kau akan memohon-mohon padaku! Lihat saja nanti! Aku tak akan berhenti memperkosamu sampai mati!" Pria itu terus menerus bersungut-sungut hingga akhirnya berhenti karena mendengar suara dari gang kecil yang ada di samping dirinya.
Kriiiieett!
Itu adalah suara yang mengilukan. Suara itu terdengar seperti suara benda logam yang bergesekan. Meski terdengar pelan, suara itu sukses membuat pria itu penasaran untuk menyelidikinya. Dengan perlahan, kaki pria itu melangkah masuk ke dalam gang kecil itu.
Cahaya bulan membuat bayangan kegelapan di dalam gang kecil itu. Ketika pria itu memasuki bayangan itu, dia seketika melihat delapan mata berwarna merah. Mata itu mengakibatkan pria itu tercengang. Ketika dia terpaku melihat mata itu, suara mengilukan itu kembali terdengar.
Kriiiieetttt!
Krak!
Krak!
Krak!
Dari dalam bayangan, darah segar mendadak muncul lalu bergerak menuju jalan raya. Sekarang setelah suara itu menghilang, suasana kembali menjadi hening.
Sinar mentari kekuningan merambat masuk melalui atap-atap kecil berwarna putih kekuningan. Di sekitarnya, atap-atap yang terbuat dari bahan logam telah berkarat hingga memiliki lubang-lubang kecil sebagai celah bagi titik-titik cahaya mentari untuk masuk.Suasana remang dan sekumpulan titik-titik cahaya yang menyinari kedua insan yang masih terlelap itu tidak sedikitpun menggagu mereka. Tanpa terasa sang surya telah berada di puncak tertingginya.Ruangan dalam kamar itu kecil. Dinding bercat putih telah luntur termakan waktu. Xavie segera membuka mata siang itu dengan mata penuh kabut, digosok-gosoknya kedua matanya kemudian membangunkan setengah badan telanjangnya yang terlihat jelas otot-otot perut sixpack-nya, dada bidang, dan bahu lebar. Tampak sangat atletis.Selimut tipis berwarna coklat menutupi bagian bawah tubuhnya yang juga telanjang. Ketika tangan kirinya bergerak menyentuh alas guna menyeimbangkan posisi tubuhnya, terdengar juga terasa ku
Namun hal itu tidak berlangsung lama sebab Anna segera mendorong tubuh Xavie kemudian mundur selangkah. Xavie tampaknya tidak terganggu dengan hal itu. Ketika Xavie masih terfokus memandang mata abu-abu milik wanita di hadapannya, Anna tanpa pikir panjang langsung menampar pipi Xavie dengan sekuat tenaga. Plak! Suara tamparan itu berdengung di telinga mereka berdua. "Wow, tamparan yang bagus." Xavie mengabaikan komentar Anaemia yang ada di dalam kepalanya, saat ini ia masih memerhatikan mata milik wanita di hadapannya. Bahkan tamparan keras itu, yang membuat telinganya sampai berdengung kelihatannya tidak Xavie pedulikan. Melihat mata abu-abu itu membuat Xavie merasakan sesuatu yang aneh, tidak diketahui. Akibatnya, Xavie akhirnya mengingat memori yang sangat ingin ia lupakan. Dalam ingatannya, langit berwarna hitam dan merah. Xavie berdiri di padang bunga berwarna warni memandang seorang wanita, wanita yang memiliki warna mata yang sama d
Di suatu daerah yang di padati perumahan padat, saling berdempetan. Sebuah bangunan tua setinggi lima lantai berdiri di tengah-tengahnya. Dari lantai atas bangunan itu, hamparan atap rumah terlihat seperti laut, tidak terukur.Angin menerpa tubuh Anna, mengakibatkan rambut hitamnya melambai-lambai tidak karuan. Di lantai paling atas dari bangunan tua itu, Anna berdiri tegak di tepinya sembari menundukkan kepala. Tatapannya kosong saat melihat jalanan di bawah.Dalam pikirannya, Anna bertanya-tanya, apakah ia akan mati jika melompat dari ketinggian ini? Memikirkan itu menyebabkan Anna tersenyum tipis, sebuah senyum yang ia buat-buat untuk menguatkan dirinya."Seharusnya aku melakukan ini dari dulu," ucap Anna dalam hati lalu dengan perlahan melangkahkan kakinya ke depan, ke sebuah angin. Setiap melidetik yang berlalu, debaran jantung Anna semakin meningkat.Anna tidak dapat menyangkal bahwa seluruh tubuhnya sekarang gemetaran. Tetap
Hari ini seharusnya menjadi hari senin yang terik di Kota Carson negara bagian Nevada karena matahari bersinar sepanjang siang, tetapi kemudian gerimis turun di sore hari dan hingga sekarang masih belum berhenti. Jam di pergelangan tangan kirinya menunjukkan pukul delapan malam. Havard Heiberg tampak fokus berlari melewati beberapa lorong kecil tetapi getaran dari ponsel yang ada di sakunya mengakibatkan Havard berhenti lalu mengambil ponsel dan menerima panggilan yang masuk ke ponselnya."Dilitiriódis petaloúda skarfaloméni se éna maraméno louloúdi, " ucap Havard datar, uap hangat mengepul keluar dari mulutnya."Dilitiriódis petaloúda skarfaloméni se éna maraméno louloúdi," balas orang di balik telepon, suaranya terdengar seperti suara perempuan."Ada apa?" tanya Havard tanpa basa-basi.Dari dalam teleponnya, Havard dapat mendengar suara seorang wanita y
Dalam pandangannya yang berkabut, samar-samar Xavie dapat melihat keadaan lingkungannya yang kacau. Rumah, toko, gedung, bahkan bangunan pencakar langit, semuanya roboh dan tenggelam ke dalam tanah. Akibatnya, kematian terjadi di seluruh penjuru kota. Di sekitarnya, Xavie melihat banyak mayat manusia yang mati dengan sangat mengenaskan. Rata-rata tertimbun bangunan yang hancur, tetapi dalam kondisi yang berbeda-beda. Ada beberapa yang anggota tubuhnya tercerai berai, ada yang kepalanya pecah, ada yang isi perutnya tumpah, dan banyak lagi yang mati dengan mengerikan seperti itu. Hanya sedikit orang yang mati dalam kondisi utuh. Beberapa masih hidup namun dalam kondisi kritis, artinya sebentar lagi mereka juga akan mati. Seorang anak perempuan berumur delapan tahun, satu-satunya manusia yang Xavie lihat masih hidup dan sadar sekarang sedang menangis. Sekujur tubuhnya di peduhi memar dan luka-luka berdarah, terlebih kedua kakinya yang hancur. Sambil menyerer
Pintu terbuka, seorang berjas rapi memasuki ruangan. Orang itu adalah Andre Blanchet. Kurang dari lima belas menit lagi rapat akan segera di laksanakan, tetapi pria merepotkan yang sangat tak ingin Anna temui kini masuk ke ruangannya. Seperti biasa, Andre terlihat tampan dengan gaya fashion formal yang terlihat elegan. berbeda dengan Anna yang memakai kemeja putih polos, Wajahnya yang selalu tanpa emosi menggunakan make up tipis sedangkan rambutnya diikat cepol, sangat fresh dan sederhana. "Maaf atas kedatanganku yang tiba-tiba, apakah aku mengganggumu?" Andre berjalan mendekati Anna lalu duduk di kursi depan mejanya, berhadapan dengan Anna. "Tentu tidak Tuan Andre," jawab Anna sambil tersenyum, seperti saat bertemu klien-klien penting. Mendengar itu, ujung bibir Andre terangkat. "Apakah Tuan memiliki kepentingan dengan saya," tanya Anna sebagai formalitas. Anna tahu, tentu saja ada! baru dua hari yang lalu Andre melamarnya unt
Brak! Sebuah mobil Audi A5 berwarna putih melesat dari belokan gang kecil, menabrak body bagian depan mobil yang di kendarai Xavie. Hantaman yang terjadi secara tiba-tiba itu membuat Xavie terkejut. Ia berusaha mengendalikan mobilnya agar tidak menabrak benda-benda di sekelilingnya namun gagal. Mobilnya tetap menabrak tiang listrik diikuti kepalanya yang terbentur oleh kemudi. Dahinya sedikit lecet, darah mengalir keluar lewat sana. Sambil teraduh-aduh, perlahan kepalanya terangkat dan melihat mobil BMW M3 milik istrinya telah mengalami kerusakan yang parah. Body bagian depan mobil itu telah hancur, asap mengepul keluar lewat sana. "Ini karma, kamu seharusnya mendengarkan perkataan orang yang lebih tua." Anaemia berkomentar di dalam kepala Xavie, seolah mengejek dirinya. Usai mendengar perkataan Anaemia, pembuluh darah di bagian samping dahinya tampak membesar, pertanda Xavie benar-benar kesal. "DIAM!" teriak Xavie dalam hati
Langit semakin menggelap, tirai malam sebentar lagi akan terbuka. Di tengah ramainya pepohonan pinus, Winda Jiao berlari melewati berbagai rintangan alam demi mengejar Xavie yang berada jauh di depannya. Sebelum memasuki hutan, Winda selalu bertanya-tanya mengenai alasan dibalik pria itu, Xavie, berlari menuju kedalaman hutan kecil ini. Winda memikirkannya sambil melangkahkan kakinya kencang tetapi sebelum ia mendapatkan jawabannya, hutan telah memberikan jawaban : gemerisik dedaunan, deru sungai kecil yang deras, derik serangga malam, dan kukuk burung hantu di kejauhan. Suara-suara itu menggema dari segala arah, menciptakan suasana yang sangat mencekam. Sang surya tenggelam, Winda Jiao akhirnya bergidik. Ia dapat merasakan bulu kuduknya meremang. Jika harus jujur, Winda Jiao merasa malu. Di usianya sekarang, ia masih bisa merasa ketakutan di tempat seperti ini. Walau begitu, kakinya tetap tidak berhenti. Winda masih melangkah maju, berusaha