Share

Takhta Istimewa Istri Kedua
Takhta Istimewa Istri Kedua
Author: Guardiangel

Bab 1 - Kana dan Dirga

“T-tunggu–”

Kata-kata gadis berkulit putih pucat tersebut teredam oleh ciuman yang didaratkan oleh sang suami dengan tiba-tiba. Terkukung di bawah dominasi tubuh pria tersebut, Kana tidak bisa berkutik selain mencoba untuk bernapas.

“Dirga–”

Sekali lagi, Kana mencoba mendorong bahu suaminya tersebut. Bukan ini yang seharusnya terjadi. Semestinya, Kana dan Dirga sudah berada dalam mobil sekarang dan pergi berkencan, menonton pemutaran film di drive-in cinema seperti yang sudah mereka rencanakan sebelumnya usai pria itu selesai bertemu dengan kakeknya, kepala keluarga Dewantara.

Namun, Dirga Dewantara seakan tuli, tidak peduli dengan penolakan Kana. Ia justru dengan sigap mencekal pergelangan tangan Kana dan menguncinya di atas kepala perempuan itu.

Malam ini, yang Kana lihat bukanlah sosok suaminya yang senantiasa memperlakukan Kana dengan lembut dan penuh kasih. Seraut wajah itu tampak buas, dengan sorot mata sedingin es. Tubuh kokoh di atasnya tidak lagi membuat Kana merasa aman, melainkan terancam.

Pria itu tidak mengacuhkan teriakan Kana, bahkan ketika wanita itu menangis dan memohon padanya untuk berhenti karena merasakan bagian dalam tubuhnya seperti dikoyak berkali-kali.

“Ga, sakit,” bisik Kana sekali lagi sebagai usaha terakhirnya menyadarkan suaminya. "Sudah … aku mohon."

Namun, sayangnya, malam ini suara Kana tidak bisa menembus hati Dirga Dewantara. Gadis itu berhenti memohon. Hanya suara rintihan saja yang keluar dari bibirnya seiring sorot matanya yang berubah kosong selama suaminya memegang kontrol atas situasi ini, sementara Dirga terus mengejar kepuasannya. Hanya ketika Dirga mencapai puncak, barulah dia berhenti.

Kana tidak menoleh ketika Dirga akhirnya melepaskan dirinya dan berlalu ke kamar mandi, meninggalkan Kana begitu saja alih-alih mengurusi sang istri yang baru saja berhubungan intim dengannya.

‘Apa yang terjadi, Ga?’ tanya Kana dalam hati ketika akhirnya ia mendengar suara kucuran air dari kamar mandi. 'Apa yang salah?'

Perlahan, gadis itu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Di bawah selimut itu, Kana memeluk lututnya dan menangis dalam diam.

Ia merasa seperti barang bekas, yang setelah digunakan, kemudian ditelantarkan begitu saja. Sekujur tubuhnya sakit, tetapi hatinya lebih terluka.

'Apakah aku salah menilai Dirga?' pikir Kana.

Sebelumnya, semua tampak baik-baik saja. Kana menjalani kehidupan pernikahan yang bahagia.

'Apa sesuatu terjadi ketika makan malam bersama Kakek?' Kana kembali bertanya pada dirinya sendiri.

Gadis itu tersentak ketika ia mendengar Dirga keluar dari kamar mandi. Diintipnya suaminya itu dari balik selimut. Sebagian dirinya merasa takut dan khawatir, sementara sisanya … adalah celaan.

Ekspresi Dirga masih sama seperti sebelumnya, dingin dan datar, tidak lembut dan hangat seperti biasanya. Kana tidak bisa menembus sorot mata itu dan menyelami pikiran suaminya.

Dan ternyata tidak perlu, karena Dirga langsung mengutarakan isi pikirannya kemudian.

"Bagaimana bisa kamu belum hamil?" Pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari bibir Dirga. "Jangan-jangan, sebenarnya ada masalah dengan rahimmu.”

“Apa?”

Kana merasa luar biasa tersinggung. Benarkah pertanyaan ini keluar dari bibir suaminya? Inikah sebabnya ia menerima perlakuan seperti itu tadi?

"Sudah dua bulan," ucap Dirga lagi. Nada suaranya masih saja sama, terdengar jauh. "Kita sering melakukannya. Tapi sampai saat ini belum–"

"Kalau kamu ingin kita mengecek hal itu lagi, aku bersedia." Entah dapat kekuatan dari mana, Kana duduk dan memotong ucapan Dirga, meskipun air matanya kembali turun. "Apakah kamu menikahiku hanya untuk seorang anak? Jika aku tidak bisa memberikannya padamu, apakah kamu akan menelantarkan aku?"

Mendengar itu, Dirga diam. Sorot matanya tidak terbaca. Pria itu tampak ingin menjawab pertanyaan Kana, tetapi urung. Dirga hanya menatap Kana tanpa mengatakan apa pun.

Selama dua bulan pernikahan mereka, Kana selalu berusaha tampil sebagai seorang istri yang perhatian, mengurusi kebutuhan Dirga dan tampil di depan ketika suaminya tersebut membutuhkan bantuan.

Kini, Kana tidak menyembunyikan tatapan mencela dan menyalahkan dari Dirga. Meskipun air matanya belum berhenti, Kana berusaha menahan isak dengan mengatur napas. Dada serta bahunya naik turun di balik selimut yang masih menutupi tubuhnya.

Melihat itu, perlahan Dirga menghela napas dan duduk di tepi tempat tidur. Kana berjengit ketika suaminya tersebut kemudian menghapus air matanya dengan ibu jari.

'Dingin,' pikir Kana.

Sepertinya, usai mandi tadi membuat kulit Dirga dingin–dan Kana menyukainya. Sensasi itu membawa efek, yang anehnya, menenangkan bagi Kana.

Selanjutnya, Dirga merapikan rambut Kana yang berantakan, menyisirnya dengan lembut menggunakan jemari.

Logika Kana menolak untuk menyerah pada sentuhan Dirga yang lembut dan menenangkan mengingat betapa kasarnya pria itu bisa berubah, tetapi hatinya luluh. Ia menginginkan perhatian–yang sudah selayaknya ia dapatkan usai aktivitas yang tadi mereka lakukan.

Karenanya, Kana beringsut mendekat, sedikit demi sedikit, mencari kenyamanan. ‘Ya, harusnya seperti ini,’ batin wanita itu, menikmati kelembutan yang diberikan sang suami.

Sentuhan Dirga membuat ingatan Kana tanpa sadar melayang ketika pria itu melamarnya.

Beberapa bulan yang lalu, Dirga dan asisten pribadinya mengunjungi kediaman keluarga Mahendra, keluarga angkat Kana, atas undangan jamuan Edi Mahendra, ayah angkat wanita itu. Beliau berusaha melobi Dirga dalam hal kerjasama. Itulah saat pertama Kana bertemu dengan Dirga. Wibawa pria itu yang berpadu dengan sosoknya yang rupawan tentunya memesona Arkana dalam waktu yang singkat.

Dalam mimpi pun Kana tidak dapat membayangkan kalau Dirga akan mendekatinya. Bagi Kana, sosok Dirga tidak dapat disentuh, layaknya pangeran dari negeri dongeng. Akan tetapi pangeran itu jugalah yang bertumpu pada satu kakinya di hadapan Kana, meminta tangannya untuk bergabung dalam bahtera pernikahan.

“Rasanya,” ujar Dirga Dewantara kala itu. Sosoknya tampak gagah dalam balutan setelan jas warna biru tua, disertai senyum kecil yang melunturkan gambaran dingin bawaannya, “aku melihat masa depanku bersamamu, Kana. Menikahlah denganku.”

Kala itu, Kana mengangguk. Mengabaikan logika yang berkali-kali mengetuk hatinya, meski ia sudah terbutakan cinta. Tidak mengacuhkan fakta kalau mungkin seharusnya ia tidak menerima uluran tangan itu.

“... Merasa lebih baik?” tanya Dirga kemudian, menarik Kana dari ingatan masa lalu. Meskipun tanpa senyum, nada suaranya sudah sedikit mencair. “Sepertinya aku terlalu–"

Ucapan Dirga terpotong kerasnya suara ketukan pintu.

“Siapa?” tanya Dirga, terdengar kasar. Kana melihat seraut wajah tampan itu kembali mengeras.

“Tuan Dirga.” Kana mengenali suara dari sang asisten rumah tangga. Anehnya, si asisten rumah tangga terdengar ketakutan. Apakah ia menyadari bahwa dirinya telah membuat Dirga gusar?

"Nyonya." Napas pemilik suara itu memburu. "Nyo-Nyonya Helena pingsan, Tu-tuan."

Kana bisa merasakan tubuh suaminya itu menegang, membuatnya mendongak dan mendapati wajah Dirga yang tadi mengeras dan dingin tiba-tiba berubah. Gadis itu bisa menangkap rasa khawatir yang mendalam dari sosok suaminya.

Dengan cekatan, Dirga menarik diri dari Kana. “Panggil dokter!” perintah pria itu kepada sang asisten rumah tangga. “Sekarang!”

Tanpa mengucapkan apa pun lagi, baik pada asisten rumah tangga ataupun pada istrinya, Dirga berlari menuju kamar di sayap kiri–yang letaknya cukup jauh dari kamar Kana–untuk mengunjungi istri pertamanya.

Ditinggalkan sendiri, Kana termenung. Perasaan terlantar yang tadi nyaris meninggalkannya, kini kembali lagi, membuat air matanya kembali jatuh.

Ditambah lagi, bayangan ekspresi Dirga ketika mendengar kabar tadi membayangi pikiran Kana. Begitu berbeda reaksi dan perlakuan Dirga padanya malam ini.

Kana memeluk lutut dan membenamkan wajahnya di sana, menangis tanpa suara.

"Apakah aku salah karena telah mengambil tempat kedua di hati Dirga?"

Guardiangel

Halo, semuanya. Selamat datang di karya pertama Guardiangel di GoodNovel. Semoga kalian suka ya.

| Like
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Just-Tea
Semangat nulisnya Kak!!!
goodnovel comment avatar
Emeli Emelia
go ada yang salah ko cinta itu memang datang secara tiba-tiba dan juga pergi bergituah ibaratnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status