Se connecter
“Adriana Brown?”
“Ya?” Adriana menegakkan tubuhnya, ia mendapati dadanya berdetak jauh lebih keras dari yang ia duga.
“Silakan menuju ruang Presdir.”
Adriana mengangguk, lalu bangkit dari tempat duduknya. Tangannya secara refleks meraih rok mini yang ia kenakan, menahan agar kain itu tidak tersingkap berlebihan di pahanya.
Keringat dingin mulai mengalir di dahinya saat ia menangkap tatapan wanita yang memanggil namanya tadi. Alis wanita itu terangkat, jelas mencurigai motif kedatangan Adriana.
Tapi Adriana hanya membalas dengan senyum kecil sambil berjalan dengan langkah canggung sambil terus memegang sisi roknya.
Mengenakan rok mini yang sulit dikendalikan saat melakukan interview kerja jelas merupakan keputusan yang buruk. Dan sejujurnya Adriana telah membuat terlalu banyak keputusan buruk sejak tahun kedua masa kuliahnya.
Keputusan buruknya yang pertama adalah mengambil jalan yang berbeda dari yang biasa ia lewati untuk menuju kelasnya hanya karena ia punya banyak waktu.
Awalnya, kehidupannya berjalan datar, nilai yang biasa-biasa saja, pacar yang biasa, dan rutinitas normal. Adriana tidak pernah mengharapkan drama, ia hanya ingin lulus dan melanjutkan hidup.
Ia bukan Evelyn Sterling, si 'drama berjalan' yang selalu sukses menarik perhatian setiap orang yang dilewatinya.
Tapi semua rutinitas membosankan itu berubah hanya karena satu kalimat yang bahkan tidak keluar dari mulut Adriana. Ia tidak sengaja bertemu dengan Theo, pria yang menjadi incaran Evelyn sepanjang semester dan tersenyum padanya karena pria itu memanggil namanya.
“Menurutku, Adriana jauh lebih cantik dibanding Evelyn.”
Adriana berniat mengabaikan pujian itu dan berpura-pura tidak mendengarnya. Lagipula, ia sudah tahu dari lama kalau pria itu menyukainya. Ia hampir saja berhasil mengabaikannya jika saja saat itu Evelyn tidak berdiri di seberangnya, dengan wajah memerah dan tangan yang mengepal.
Kesialan Adriana dimulai hanya satu minggu sejak hari itu.
Sore itu baru pulang dari kelasnya, bajunya basah karena hujan yang mengguyur sejak pagi. Jadi alih-alih kembali ke asrama yang ia tempati, Adriana mendatangi apartemen milik kekasihnya.
Apa yang ia temukan membuat Adriana terpaku di depan pintu, sepasang heels yang terlalu mahal untuk ia miliki diletakkan dengan sembarang di dekat sofa milik pria itu.
Lalu…
“Ahh… Alex…” suara desahan yang jelas bukan milik Adriana mulai terdengar dari kamar milik kekasihnya.
Adriana mendobrak pintu kamar milik kekasihnya itu, dan menemukannya berada di atas tubuh Evelyn tanpa sehelai benang pun.
“Adriana, ini…” Alex berdiri dengan panik, mencari kain terdekat untuk menutupi dirinya dan berusaha membawa Adriana keluar dari kamarnya.
Tapi Adriana, matanya terpaku pada satu titik. Pada Evelyn yang menatap mereka dengan satu tangan di dagunya. Senyuman merekah di wajahnya seolah wanita itu tidak sadar ia telah menghancurkan hubungan seseorang.
“Sepertinya aku lebih cantik di mata kekasihmu.”
Ucapan itu mengotori pikiran Adriana lebih dari yang ingin ia akui.
Adriana tidak pernah menyangka ia akan melakukan hal serendah itu, tetapi ketika Evelyn berhasil mengencani Theo, Adriana tidak menunggu lama untuk merebut pria itu hanya untuk balas dendam. Adriana bahkan tidak menyukainya.
Tapi saat ia melihat wajah Evelyn yang menangkap basah mereka berciuman di mobil pria itu, Adriana tidak pernah merasa lebih puas.
Sejak saat itu, Adriana dan Evelyn menjadi legenda di kampus. Jika seseorang berhasil mengencani Evelyn, maka kemungkinan besar mereka akan mengencani Adriana, dan begitu sebaliknya.
Persaingan mereka meluas dari pria ke hal lain, nilai, penampilan, bahkan hingga barang terkecil yang mereka miliki.
Hingga akhirnya mereka lulus di tahun yang sama. Adriana yang lelah dengan semua persaingan yang menguasai pikirannya, mendatangi Evelyn terlebih dahulu.
“Kita sudahi saja.” Adriana dengan tulus. “Aku tidak ingin membawa masalah yang terjadi karena kesalahan masala lalu terus menghantui kita.
Saat itu Evelyn tersenyum dan membalas uluran tangan Adriana. “Ya, mari kita sudahi saja.”
Adriana mengira semua sudah berakhir, hubungannya dan Evelyn membaik. Hingga saat Adriana menginjak usia dua puluh lima dan hampir menikah, Adriana dilempar kembali ke masa lalu.
Adriana yang baru pulang dari perjalanan dinasnya, menemukan sepasang heels dengan cara yang sama seperti tujuh tahun yang lalu. Dibiarkan sembarangan di sofa di apartemen yang merupakan milik tunangannya.
Dan saat ia membuka pintu kamar, ia menemukan pria itu tertidur di samping Evelyn yang seolah sengaja menunggu Adriana.
“Sayang sekali, bahkan sampai saat ini pun tunanganmu masih menganggap diriku lebih cantik.”
Adriana berakhir melemparkan cincin pertunangannya ke lantai, menjambak rambut Evelyn, dan melayangkan beberapa pukulan pada Darren, mantan tunangannya.
Peristiwa itu adalah alasan yang mengantar Adriana ke depan pintu Presdir Sterling Industries.
Ia membaca papan nama yang terukir di sana.
Victor Sterling.
“Silakan masuk.” Wanita yang mengantarnya mempersilakan.
Untuk sejenak, Adriana sempat ragu, hingga ia kembali terbayang wajah Evelyne. Mata birunya yang licik dan cara wanita itu memainkan rambut dengan jemarinya sambil tersenyum sinis ke arah Adriana.
Bayangan itu clukup untuk kembali membakar perasaan benci yang seperti api abadi dalam diri Adriana.
Baiklah. Jika Evelyn menolak berhenti, maka begitu juga dengan Adriana. Evelyn boleh memiliki mantan tunangan Adriana. Dan kini, Adriana akan memiliki pria yang tidak akan pernah bisa direbut oleh Evelyn.
Victor Sterling. Atau pria yang juga dikenali sebagai Ayah dari Evelyn Sterling.
Adriana memegang pipinya yang baru saja di tampar oleh Clara. Wajahnya perlahan terangkat, matanya menatap kesal ke arah wanita itu.Cukup sudah. Adriana sudah harus menghadapi sikap Evelyn yang tidak tahu malu, dan ia juga harus menghadapi sikap dingin Victor. Dan sekarang dia harus menghadapi satu wanita gila lagi?Tangan Adriana yang tidak memegang pipinya mengepal dengan keras.“Kau…” Clara baru saja akan membuka mulutnya lagi untuk memaki, tapi Adriana tidak memberinya kesempatan untuk menyelesaikan perkataannya. Adriana menjatuhkan tas kerjanya ke lantai basement dengan kasar, dan tanpa peringatan, tangannya mendarat di pipi Clara.PLAK!Suara tamparan itu terdengar lebih kuat dari yang Clara lakukan sebelumnya. Wanita itu melotot tidak percaya, jika tatapannya bisa membunuh mungkin Adriana sudah terkapar di lantai basement ini sekarang.“Kau menamparku?!” pekik Clara, suaranya melengking memenuhi basement yang sunyi.“Itu untuk menyadarkanmu dari delusi gila hormatmu, Nona Cla
Adriana tersentak saat mendengar panggilan itu. Dengan cepat ia menarik tangannya dari dasi Victor dan mundur dua langkah.Sayang? Tapi berita-berita di media itu tidak menyebutkan bahwa Victor sedang memiliki kekasih saat ini.Sial, bagaimana ini? Sudah terlalu jauh jika dia mundur sekarang. Adriana mengangkat wajahnya sedikit untuk mengintip. Wanita itu terlihat beberapa tahun lebih tua dari Adriana. Tapi wajahnya begitu cantik.Penampilannya juga begitu elegan, lengkap dengan suara yang begitu menenangkan. Apa ia juga seorang model atau aktris?“Apa yang kau lakukan di sini, Clara?” suara dingin Victor membuat Adriana sedikit terkejut, tidak menyangka bahwa pria itu akan merespon sebegitu dingin.“Apa maksudmu?” wajah wanita bernama Clara itu berubah sedih. Seperti tidak menyangka jawaban yang diberikan oleh Victor. “Kita kan sudah sangat lama sekali tidak bertemu. Aku hampir mengira kamu melupakanku.”Tidak ada jawaban dari Victor, tapi suasana penuh tekanan yang Adriana rasakan m
Wajah Adriana memerah dengan hebat saat mendengarkan perkataan Victor.Adriana melupakan fakta bahwa pria itu berbeda dengan para pria muda bodoh yang begitu mudah digoda. Pria itu punya lebih banyak pengalaman, dan dia mungkin adalah predator sebenarnya di sini.Adriana masih berdiri di tengah ruangan itu, tapi Victor sudah kembali duduk di mejanya. Mengabaikan Adriana sepenuhnya dan memenuhi ruangan dengan suara keyboard.Adriana menunduk akibat rasa malu yang menyusup dalam dirinya. “Saya permisi dulu.”Adriana tidak menunggu jawaban dari victor dan segera keluar dari ruangan dengan gerakan terburu. Begitu pintu tertutup ia langsung menutup wajahnya dengan dokumen yang masih ia pegang.“Aaaaa…” Adriana berteriak pelan, ia ingin pulang. Ia bahkan ingin segera berhenti bekerja. Perkataan Victor benar-benar merusak kepercayaan dirinya.Kenapa ayah dan anak itu begitu mirip dalam hal seperti ini? Adriana sudah benar-benar berjalan dengan begitu lemas ke mejanya ketika lagi-lagi ponseln
Satu minggu pertama bekerja, Adriana memilih pakaian yang lebih sopan dari yang gunakan saat interview bersama Victor Sterling. Bagaimanapun, ia masih harus melakukan serah terima pekerjaan dengan Ammy, mantan sekretaris pria itu.Walau Adriana ingin segera melaksanakan rencananya, gerakan yang ia punya terbatas. Sebagian dirinya yang masih cukup ‘waras’ terus mengingatkan dirinya untuk bersikap profesional di mata orang lain.Ia berakhir hanya memberikan ‘sinyal-sinyal’ kecil seperti sentuhan tidak sengaja saat ia hanya berdua dengan pria itu. Yang berakhir benar-benar diabaikan.Tapi, perubahan Adriana terjadi dengan cepat begitu sekretaris Victor yang ia gantikan sudah tidak masuk kerja kembali.Adriana menatap pantulan dirinya di cermin toilet kantor. Belahan di blouse yang ia kenakan sedikit lebih rendah dari jarak aman yang biasa ia kenakan. Begitu juga rok pensil yang lebih ketat dari biasanya.Seseorang akan memanggil dirinya wanita penggoda. Jika bukan orang lain, setidaknya
“Ya. Dia ada di dalam, kan?”Adriana melihat dari kejauhan, Evelyn sudah menyerahkan tasnya pada wanita yang bertanya padanya untuk dibawakan.“Ya, Nona, tapi sedang ada interview di dalam,” jawab wanita itu.Menyadari Evelyn akan bergerak ke arahnya, Adriana dengan panik bergerak menuju arah berlawanan, memunggungi arah datang Evelyn. Semoga saja wanita itu tidak menyadari kehadiran Adriana di sana.“Interview? Untuk posisi apa? Jarang ada yang interview langsung dengan ayahku.” Evelyn bertanya bingung.“Sekretaris barunya, Nona.” Suara wanita yang mengikuti Evelyn terengah karena mengikuti langkahnya yang cepat.“Oh, kau akan berhenti?” Evelyn akhirnya berhenti berjalan dan melihat ke arah wanita itu.“Iya… saya akan menikah dan pindah keluar kota.” jawabnya canggung.“Aku harus melihat langsung kandidatnya.” ucap Evelyn sambil kembali berjalan. Perlahan, ia mulai mendengus pelan. “Semoga sekretaris itu biasa saja seperti dirimu, dan bukan gold digger yang mengincar harta ayahku. Ak
“Ehem.” Adriana berdehem pelan, merasa canggung dengan diam yang sudah berlangsung sejak ia masuk ke ruangan milik Victor Sterling.Pria itu masih membolak-balik resume miliknya, membaca dengan seksama. Adriana mulai merasa tidak nyaman dengan posisi duduknya, sehingga secara refleks ia menutupi pahanya yang tersingkap dengan tas.Tunggu. Bukankah ini justru bertentangan dengan tujuan Adriana datang kemari?Dengan perlahan, Adriana menurunkan tas itu dari pangkuannya. Adriana membiarkan helaian rambutnya jatuh menyapu bahu, kemudian menyisihkannya ke belakang telinga perlahan dengan ujung jari. Berada dalam kompetisi yang terus berjalan dengan Evelyn telah mengajarkan Adriana banyak cara menggoda seorang laki-laki. Dan diantara semuanya, cara halus itu selalu berhasil mencuri fokus.Adriana menarik tubuhnya lebih tegak, mengatur agar bahunya rileks, lehernya terekspos lebih jelas saat ia menoleh sedikit ke samping. Berpura-pura tertarik pada apapun yang berada di sudut ruangan. Tida







