Hendra merasakan kepalanya nyaris pecah. Ia rasa bisa gila bila itu ternyata benar.
Meski dia pria tak baik, tapi diselingkuhi istri seperti Rani, menjadi sebuah penghinaan baginya dan itu melukai egonya.Bahkan, ia kini tak fokus mengerjakan sesuatu."Hendra, kau membuat kesalahan lagi. Pak Rendi mengamuk, kali ini timmu dalam masalah besar, bisa jadi akan mempengaruhi posisimu sebagai kandidat untuk menempati jabatan Manager," ucap rekan kerja Hendra.Brak ...Terdengar suara meja dipukul.Mendengar ucapan temannya, membuat Hendra pun murka.Bagaimana bisa masalah satu tim dilimpahkan hanya padanya?"Gak masuk akal! Jangan-jangan, kau mencoba menyabotase pemilihan itu, Nisa? Ingat, aku tak akan tinggal diam. Aku sudah bekerja keras untuk posisi ini, jangan mencoba jadi penghalang."Hendra melotot ke arah teman kantornya itu yang hanya dibalas dengan tawa. Nisa tampak tak habis pikir dengan Hendra, bagaimana bisa begitu percaya diri untuk menduduki posisi Manager? Padahal, semua orang tau dia tak layak sama sekali."Kali ini, kau harus berusaha keras membujuk dan merayu Bu Ita. Sebab, tadi pagi, baru saja terjadi pergantian Direksi. Pemilik perusahaan yang baru akan memimpin langsung, dan sepertinya akan ada kejutan besar untuk banyak orang, termasuk kau."Nisa tersenyum sinis pada Hendra.Jari telunjuknya menunjuk langsung ke arah pria itu, membuat sedikit gentar, apalagi setelah mendapat informasi soal perusahaan.Hendra mengepalkan jari tangannya menahan kesal. "Sial, kenapa jadi begini? Aku tak mau. Apa yang aku usahakan selama ini menjadi sia-sia. Ita harus membantuku jika tidak dia akan menyesal."Ia terkejut karena Ita tak memberinya kabar sama sekali. Selingkuhannya itu seperti tak peduli dengan apa yang akan terjadi padanya.Segera, Hendra menjauh dan meraih ponselnya untuk menghubungi wanita itu.Namun, Ita tak bisa dihubungi sama sekali, seolah wanita itu menghilang di telan bumi."Ke mana kau, Ita? Awas kalau kau mulai berani bertingkah. Aku buat kau hancur bersama keluargamu," geram Hendra."Marah boleh, Hen, tapi jangan merusak properti perusahaan. Ingat barang-barang ini tak murah, kalau hanya di pecat tak masalah. Akan menjadi masalah besar kalau harus menggantinya, bisa-bisa kau berakhir di penjara, sama seperti Rani yang masuk penjara karena difitnah," ucap seorang pegawai yang kenal Hendra dan Rani."Apa maksudmu Rani difitnah? Kau menuduhku, Amris? Bicara tanpa bukti itu, jatuhnya fitnah, Am,” peringat Hendra, “ingat, aku bisa melaporkan ini ke polisi. Mau kau mengikuti jejak Rani membusuk di penjara?"Amris hanya tersenyum sinis saat mendengar ucapan Hendra.Pria itu tahu, sesaat lagi, dia bisa melihat kehancuran tetangganya ini yang kesombongannya menyentuh langit."Tak perlu repot-repot, Hen. Ingat satu pesanku, kuatkan mentalmu mulai sekarang, aku rasa badai sedang mendekatimu. Apa kau tak mendengar apa yang terjadi dengan orang yang membantumu menjebloskan Rani ke penjara?"Hendra terdiam.Hal ini membuat Amris memicingkan matanya. Ia tak menyangka Hendra tak mendengar kabar terbaru aparat yang membantunya itu.."Bicara omong kosong apa kau, Am? Jangan membual di hadapanku. Tak akan ada yang akan terjadi pada Beni, sebab dia orang yang baik dan jujur," ucap Hendra terdengar ragu.Amris tertawa saat mendengar suara Hendra yang mulai bergetar. Pria itu tahu kalau Hendra mulai meragukan ucapannya."Terserahmu sajalah, Hen. Saranku sih, cuma itu. Ingat, Allah itu tak tidur. Dia melihat apa yang kau perbuat selama ini,” ucap Amris, “aku rasa, sebentar lagi pembalasan akan tiba.“Rani mungkin bisa menunggu menghukummu, tapi keluarga Beni mungkin tak akan butuh waktu lama untuk menyerangmu. Jadi, bersiaplah mulai sekarang. Lindungi apa yang bisa kau lindungi, termasuk ibu dan kekasih gelapmu,"tambahnya lagi. Kali ini, lebih pelan.Mendengar hal itu, Hendra tampak emosi.Pria itu bahkan hendak melayangkan pukulan.Untungnya, itu semua dapat dihentikan karena Nisa tiba-tiba berteriak, "Cukup Hendra! Kendalikan dirimu. Jangan mentang-mentang punya orang dalam sekuat Bu Ita, kau bisa bertindak seenaknya.”“Ingat, di sini, masih ada orang yang lebih kuat dan berkuasa yang bisa memecatmu dan Bu Ita sekaligus. Tunggu saja waktunya tiba, beberapa hari lagi dia datang mungkin membawa badai untuk tikus-tikus licik di perusahaan ini."Nisa menatap Hendra tajam.Selama ini, dia menjadi atasan Hendra hanya formalitas saja. Pria di hadapannya ini selalu mengandalkan Ita yang memang menjadi atasan Nisa kala bekerja, sehingga ia tak berdaya setiap kali Hendra membuat kesalahan. Namun, kali ini, tak lagi!Dia mendengar kalau pemimpin baru yang akan datang sangat membenci orang yang memanfaatkan orang dalam,"Mungkin, sudah waktunya pria tak berguna ini terbuang."Terima kasih sudah membaca karya terbaruku ini. Cukup lama aku persiapkan karya ini. Jadi, kuharap teman-teman pembaca suka, ya. Jangan lupa vote, komentar, dan ikuti terus kisah Rani dan Sean yang akan membalas dendam pada Hendra dan keluarga, ya!
Rani berhenti menguap saat melihat di depan lobby perusahaannya penuh wartawan. Dia dan Sean saling pandang setelah itu sibuk mengaktifkan ponselnya, benar saja ratusan panggilan dan pesan masuk tanpa di buka.'Buka link ini.' Pesan Wendi. Pesan yang sama dari Marco, Gilang dan yang lainnya. Sean segera menyambar ponsel sang istri lalu membuka link dari Wendi. Sean terlihat marah begitu melihat Vidio lama Rani saat di bully."Berikan padaku." Rani merampas ponselnya dari tangan Sean. Meski dia tau Sean bukan marah padanya tapi tetap saja dia tak mau sang suami melihat keadaannya yang memalukan itu, apalagi dia tau vidio itu telah di edit sedemikian rupa. "Jangan menangis." Sean memeluk tubuh Rani yang mulai bergetar. Pria itu menghapus airmata di pipi sang istri dan menenangkan. Rani mencoba memejamkan mata untuk bersiap menghadapi wartawan, Sean menggenggam telapak tangannya dan meminta agar tidak keluar tapi Rani menolaknya. "Ini kesempatan bagus untuk menghancurkan Riri dan membe
Talak bab 202Rani menatap Marco dan Wendi yang duduk di depannya setelah memberikan laporan. Wanita itu tersenyum sinis sembari mengetukkan jarinya di atas meja. "Lawan yang lumayan tangguh, kelicikan mereka patut mendapatkan acungan jari jempol. Kali ini Hardian yang mereka gigit sampai mati." Rani tertawa sinis."Ada bagusnya juga jadi aku bisa menendang mereka dengan kekuatanku sendiri. Kalian bisa istirahat sisanya biar aku yang membereskannya." Rani kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Di Sedangkan Marco dan Wendi menikmati camilan buatan Rani. "Sebenarnya aku kasihan dengan teman kedua wanita itu. Dia hanya ingin menjilat tapi baru mulai langsung jadi korban fitnah, siapa sangka dia akan menjadi tersangka hanya karena meletakkan lipstik di dalam tas menjadi meletakkan narkoba." Wendi teringat pada wanita yang menangis sembari memohon saat di kantor polisi."Justru para penjilat seperti itu yang pantas di musnahkan, mereka yang punya andil besar untuk menyakiti orang ya
Talak bab 201"Kau sudah gila, Sean!" pekik Rani saat melihat siapa orang-orang yang ada di dalam kantor polisi. "Kau bahkan membawa orang dari dinas pendidikan, juga Kepala sekolah yang lama." Rani merasa kakinya lemas. Uang menyelesaikan masalah yang tak dia selesaikan selama lebih dari sepuluh tahun."Setelah masalah ini selesai, kau harus mengalihkan sebagian hartamu padaku," dengus Rani dengan kesal. "Macam orang miskin aja gayamu." Sean juga tak mau kalah mencibir istrinya tanpa menyadari di belakang mereka Della dan Hardian sudah sampai, mereka mendengar suami-istri itu bercanda berdua. "Cepat jalan!" Sean dan Rani berbalik saat mendengar bentakan itu.Mereka tersenyum melihat Della dan Hardian datang. Sean merengkuh bahu sang istri menghindari Della dan Hardian, kedua orang itu terpaksa melangkah masuk dan terpekik saat melihat keluarga mereka datang. "Anak kurang ajar, kau membuat keluarga kita malu." Della jatuh setelah sang ibu mendorongnya. Wanita itu meringis saat merasaka
Talak bab 200Wendi dan Marco terlihat duduk sambil cemberut. Mereka kesal karena harus mengikuti permintaan Rani, sedangkan Sean terlihat diam sembari menggenggam telapak tangan sang istri. "Selama ini aku tidak berada di sampingmu saat kau membutuhkanku, tapi saat ini aku akan menemanimu untuk bermain sampai puas." Sean mengecup kening Rani lalu membiarkannya keluar dari mobil.Rani berdiri di depan hotel tempat reuni di adakan. Dia tersenyum walau terlihat getir, dia tau sudah waktunya dia membalas apa yang dia dapatkan selama sekolah dulu. "Sayang tenang saja aku ada di belakangmu. Bermain saja sepuasmu urusan lainnya aku yang akan membereskannya," ujar Sean dari dalam mobil.Rani berbalik sebentar lalu menganggukkan kepala. Setelah itu dia berjalan menuju ke dalam hotel, dengan senyum di bibir dia menghampiri kerumunan orang yang pasti sedang menunggunya. "Kau berjalan kaki apa tidak naik mobil, Ran?" tanya seseorang seperti yang dia duga mereka memang menunggunya."Naik, tapi tur
Talak bab 199Marco berdiri di depan Rani dengan kepala menunduk. Dia menatap berkas di tangannya, namun tak berani menyerahkan pada wanita itu. Wendi yang juga berada di ruangan itu bersama Rani merasa heran, karena merasa bosan dengan keraguan Marco, maka Wendi segera merampas berkas itu dan menyerahkan pada Rani. Hanya saja Wendi tidak menyangka setelah itu Marco akan kabur begitu saja. Merasa ada yang aneh pria itu segera berdiri dan bersiap untuk melarikan diri, sayangnya dia terlambat karena Rani sudah menarik kerah bajunya dan menjambak rambutnya dengan keras. "Brengsek, Sean mengenal Della wibisana!" Mendengar ucapan Rani membuat otak Wendi nyaris meledak. Pantas saja Marco Kabur secepat kilat dan dia dengan bodohnya mengorbankan diri menerima kemarahan Rani. "Pergi, bantu Marco menyelidiki sejak kapan mereka kenal!" Rani kembali berteriak membuat Wendi segera keluar dari ruangan Rani. Begitu sampai depan pintu matanya berkilau, saat melihat Sean datang membawa banyak bungku
Talak bab 198Wendi menatap tajam dua orang di depannya. Dia kesal karena menangkap adegan tak pantas di dalam lift. Saat dia sedang kesal, Sean dan Rani tengah bercumbu dengan penuh nafsu.Jika dia tidak menarik kerah baju Sean, pria itu tidak akan pernah tau kalau pintu lift sudah terbuka cukup lama. Bukannya malu Sean sempat mencium lagi bibir sang istri sebelum membawanya keluar dan berjalan menuju ke ruangan Wendi."Bersihkan bibirmu itu." Wendi melemparkan kotak tisu di depan Sean, sedangkan Rani langsung kabur ke kamar mandi membenarkan lipstiknya. "Kau sudah cukup dewasa dan tau rasanya pisah lama dengan wanitamu. Jangan bilang kau belum menyentuh gadis itu?" Sean menunjuk pada foto di meja Wendi.Wajah seorang gadis yang mengorbankan diri demi Rani dan Wendi. Gadis satu-satunya yang menguasai jiwa dan raga Wendi, mendengar pertanyaan Sean membuat Wendi meringis karena dia memang belum menyentuh pujaan hatinya itu."Tunggu apa lagi? Nikahi dia. Jika kau tak berani maka biarkan