Share

Demo Orang Tua Siswa.

Hari ini adalah jadwal sidang perceraianku dan Mas Arka. Aku akan pergi ke pengadilan setelah aku ke sekolah dulu untuk meminta izin keluar pada pukul 10. Hari ini adalah ikrar perceraian kami. Uang memang sangat luar biasa belum genap satu bulan tapi perceraianku dan Mas Arka sudah sampai tahap akhir.

Setelah menerima surat panggilan dari pengadilan aku memutuskan untuk meminta Zyen ikut menemaniku. Sebenarnya ayah dan ibu ingin ikut tapi aku melarang dan meminta mereka untuk berlibur ke rumah nenek saja sampai satu minggu ke depan.

Ibu sempat menolak karena tidak tega meninggalakn aku sendiri menghadapi perceraian tapi aku mengatakan jika aku akan lebih terluka jika melihat ibu dan ayah menangis saat perceraianku di putuskan.

Setelah perdebatan panjang akhirnya ibu setuju untuk pergi menjenguk nenek dan tinggal disana selama satu minggu sekalian untuk menenangkan pikiran mereka. Aku berjanji semua akan kembali normal ketika mereka kembali dari rumah nenek.

"Mbak aku tinggal dulu, nanti aku jemput jam setengah sepuluh," ucap Zeyn setelah menurunkan aku di depan gerbang sekolah tempatku mengajar.

"Kalau tidak dapat izin dari guru kamu gak usah maksa. Aku bisa berangkat sendiri, nanti di sana juga ada pengacara yang di sewa ayah."

"Gak. sebelum aku datang jangan berangkat sendiri!" pesannya denagn mata melotot. "Mbak mau aku digantung sama Ibu?"

Kata-katanya membuatku tertawa, teringat ancaman ibu sebelum berangkat kemarin. 'Jangan keluyuran! Jaga rumah dan Mbakmu. Ingat besok antar Mbak Aisyah ke pengadilan. Awas sampai Ibu tahu kamu keluyuran gak jelas dan ninggalin Mbakmu sendirian. Ibu gantung motor kamu sekalian sama kamunya sekalian.'

Ibu adalah wanita yang sangat sholihah dan anggun tapi jika berhadapan dengan Zeyn semua keanggunannya hilang dan berubah menjadi macan perempuan yang tak segan berteriak bahkan melepar apa saja yang ada di dekatnya. Mungkin karena Zeyn sangat bandel dan selalu membantah bila di kasih tahu.

"Malah ketawa," gereutunya sambil menarik tanganku lantas menciumnya. "Assalammu'alaikum,"

"Wa'alaikukmsalam."

Aku bergegas menuju kelas karena bel sekolah sudah terdengar. Sekitar pukul 8 Reina mendatangi kelasku dan memberitahu jika aku di panggil untuk menghadap ke ruang kepala sekolah.

"Ada apa?" tanyaku bingung.

"Sudah cepat ke ruang kepsek. Hari ini anak-anak akan di pulangkan pagi," jawab Reina sambil mendorongku pelan, "Biar aku yang urus kelasmu." tambahnya saat aku ingin pamit pada siswa siswiku.

Saat aku berjalan ke ruang kepsek nampak di depan sekolah ibu-ibu berkumpul sambil berteriak 'Pecat.' seperti sedang berdemo. Aku seperti mengenal salah satu diantara mereka. Itu seperti orang tua salah satu siswa di kelasku. Entah mengapa tiba-tiba seperti ada firasat buruk yang membuat jantungku berdetak sangat cepat.

"Maaf Bu, Ibu memanggil saya?" ucapku begitu sampai di ruang bu kepsek yang sudah terbuka.

"Silahkan masuk Bu Aisyah," jawab bu Mariana mempersilahkan aku duduk di sebelahnya.

Di ruang tersebut sudah ada dua orang ibu-ibu dan 2 orang bapak-bapak. Mereka menatapku sinis. Tunggu, aku mengenal ibu-ibu yang duduk di depanku. Dia adalah ibu dari Kenan siswa di kelasku.

"Begini Bu, ibu-ibu dan Bapak-bapak ini meminta klarifikasi Bu Aisyah atas video yang sedang viral," ujar bu Mariana menunjukkan layar ponsel yang memperlihatkan foto-foto yang sebulan ini mengacaukan hidupku.

Kuhela nafas panjang. Apalagi ini? Astagfirulloh. Aku menutup mataku sejenak. "Saya akan jelaskan Bu." Aku mengangguk.

"Tenang, jelaskan baik-baik," bisik bu Mariana sambil mengelus punggungku.

"Terima kasih Bu," ucapku yang disambut anggukan oleh Bu Mariana. Ku alihkan pandangannku kepada empat orang yang duduk berhadapan denganku.

"Begini Bu, Pak, foto-foto itu adalah foto editan. Dan keluarga saya sudah mendapatkan bukti dan foto aslinya. Wanita dalam foto itu hanya memakai baju yang sama dengan saya dan bertuliskan nama saya di name tagnya, tapi wajahnya itu di edit menjadi wajah saya. Tinggi badan dan bentuk jari juga tidak sama dengan saya. Itu menunjukkan jika yang ada di foto itu bukan saya," jelasku yang sontak membuat salah satu dari bapak-bapak itu memeriksa ponselnya dan menatapku seperti sedang memindai.

"Keluarga saya sudah menghubungi ahli IT untuk memeriksanya. Saya bisa membawa buktinya besok jika anda menginginkannya." Tambahku untuk meyakinkan.

Setelah mendengar penjelasanku nampak mereka saling berdebat kecil dan saling menyalahkan karena tidak memeriksa dulu sebelum mereka datang ke sekolah untuk berdemo.

Aku berusaha tenang meski hatiku sudah sangat gelisah dan takut. Bukan nasib karirku yang aku pikirkan tapi nama baik sekolah yang tercoreng karena masalah pribadiku.

"Ok anggap saja foto itu editan. Lalu bagaimana dengan Videonya? Apa itu juga bukan Bu aisyah? mirip banget loh itu," ucap salah satu dari ibu-ibu itu.

Apa yang harus aku jawab. Apa aku harus berbohong demi nama baik sekolah? Tidak. Aku tidak bisa berbohong, apapun resikonya aku harus tetap jujur dari pada nanti akan menambah masalah baru.

Bismillahirrokhmanirrohim.

"Iya itu memang saya. Saya diminta kerabat saya untuk menyerahkan sesuatu pada laki-laki itu. Tapi, saya berani bersumpah atas nama Alloh jika saya tidak ada hubungan dengan laki-laki itu,"

"Tuh kan benar. Sudah pasti yang di foto itu juga Bu Aisyah. Orang laki-lakinya saja sama kok,"

"Benar, itu memang Bu Aisyah ngaku saja! Bikin malu nama pendidikan."

Ucapan dua ibu ini bak sabetan pedang yang mengoyak hatiku. Bagaimana bisa mereka mengatakan itu? Aku menundukkan kepalaku untuk menahan rasa kesal dan marah.

"Sudah kita ke diknas saja, suruh pecat itu guru gak benar." Salah satu di antara mereka berdiri dan berjalan keluar lalu menelpon seseorang yang sepertinya sudah berada di kantor departemen pendidikan. "Iya benar. Laporkan!"

Aku menoleh pada Bu Mariana. "Maafkan saya Bu," ucapku bersamaan dengan butiran bening yang sejak tadi ku tahan.

"Tenanglah kita bicarakan nanti," bisiknya menggenggam tanganku.

"Sudah begini saja Bu kepala sekolah, kami minta pecat Bu guru Aisyah atau kami langsung ke diknas untuk meminta diknas yang ambil tindakan," putus salah bapak itu.

"Maaf sebelumnya Pak Bu, kita juga memiliki prosedur sendiri. Jadi tolong bisa mengerti. Kami sudah mendengar keluhan dan keinginan ibu-ibu dan bapak-bapak. Tolong beri kami waktu untuk merapatkannya dengan guru-guru yang lain. Kami janji akan segera menginformasikan keputusan kami." Bu Mariana berusaha menjelaskan kepada keempat orang tersebut.

"Baik kami tunggu," jawab seorang bapak untuk mewakili.

"Tapi ingat Bu, jika sekolah ini mempertahankan Guru seperti dia kami akan memindahkan anak kami dari sekolah ini. Kami juga kan mengviralkan kejadian ini di media sosial," ancam salah satu diantara mereka sebelum keluar dari ruangan ini.

Terdengar Bu mariana menghela nafas panjang, "Aku hargai kejujuranmu, tapi kamu harus tahu tidak semua orang itu baik dan selalu berpikir baik."

"Apa saya harus berbohong Bu? Sedangkan setiap hari saya mengajarkan pada anak didik saya untuk selalu berkata jujur."

Bu Mariana kembali menghela nafas. "Tidak apa-apa, Tuhan tidak akan membiarkan hambanya sendiri. Sabarlah dan tabahkan hatimu! Percayalah Tuhan punya rencana yang indah untuk kamu di balik semua ujian berat ini." Tangannya menggenggam tanganku erat.

"Saya siap menerima apapun resikonya, Bu."

"Iya, aku akan berusaha meminta keringanan pada Diknas," ujar Bu Mariana. "Untuk sementara, kamu libur dulu sampai dapat informasi untuk kembali mengajar," putus Bu Mariana.

Deg!

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
manusia merasa MALAIKAT berkumpul bersama untuk menjatuhkan manusia lain yang mereka tidak tahu KEBENARANNYA hanya asal lihat tanpa tahu cerita sebenarnya
goodnovel comment avatar
Mar Byock
kenapa novel online harus berbayar lagi?? enakan baca di aplikasi lain langsung bisa Joss bacax!!
goodnovel comment avatar
Rus Nah
Kecewa bngt, ternyata harus beli koin baru bisa lanjut baca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status