Share

Talak di Malam Anniversary
Talak di Malam Anniversary
Penulis: Irma Juita

Bab.1

"Yang, Kamu ada dimana?" tanyaku pada laki-laki yang berstatus Suami melalui pesan berlogo hijau.

Kali ini pesanku langsung bercentang dua dan berubah warna, tidak seperti pesan sebelumnya.

"Tidak usah banyak tanya, bukan urusanmu!" balas Mas Adnan ketus.

Aku terhenyak membaca balasan pesan Mas Adnan. Tidak biasanya dia seperti ini. Mungkin Mas Adnan masih marah kepadaku karena masalah Mas Irwan?

"Ya jelas urusanku Mas, karena Kamu itu Suamiku. Ayah dari Adeva, Anak yang setiap hari menanyakan keberadaanmu!" balasku tidak mau kalah.

"Kalau Kamu masih menganggapku Suami, apa susahnya Kamu bantu Mas Irwan kasih pinjam sertifikat rumah Kita untuk di gadaikan ke Bank? dia sedang butuh modal untuk usahanya!" balasnya lagi.

Ooh...jadi Mas Adnan masih marah karena Aku tidak mau membantu Kakaknya lagi? Aku sudah kapok membantu Kakak Iparku yang satu itu. Dulu pernah dia meminjam BPKB mobilku sebagai jaminan pinjaman modal usahanya. Tetapi baru dua bulan berjalan, dia sudah mogok membayar cicilan angsurannya. Alhasil Aku yang mendapatkan teror dari debt colector Bank finance tersebut.

Akhirnya daripada mobilku di tarik oleh mereka, terpaksa Aku membayar cicilannya sampai lunas. Sekarang, dia kembali ingin meminta bantuanku. Kali ini tidak tanggung-tanggung, sertifikat rumahku yang akan di pinjamnya. Tentu saja Aku menolaknya mentah-mentah. Sedikit banyak Aku sudah tahu sifat Kakak Iparku itu, yang selalu mengedepankan gaya dan gengsinya.

Jariku bergetar kala mengetik pesan balasan pada Mas Adnan. Hatiku sudah mulai di landa emosi yang begitu hebat, karena sebagai Suami dia lebih mementingkan perasaan Kakaknya, dibandingkan Aku Istrinya.

"Aku bukannya tidak mau membantu Kakakmu, tetapi apa Kamu sudah lupa dengan masalah yang dulu? Mas Irwan pinjam BPKB mobilku untuk mendapatkan pinjaman modal, tetapi malah Aku yang harus membayar setorannya sampai lunas!" tidak ada dalam hitungan detik, pesanku sudah terbaca oleh Mas Adnan.

"Kalau bukan sama Kita, pada siapa lagi dia meminta bantuan? Kamu tidak boleh hitung-hitungan sama Kakak Iparmu sendiri. Kali ini Mas Irwan berjanji akan membayar angsurannya hingga selesai. Karena dia sungguh-sungguh ingin membuka usaha!" balas Mas Adnan, seolah berharap Aku merubah keputusanku.

"Maaf Mas, kali ini Aku tidak bisa membantunya!" Aku tetap kukuh pada keputusanku.

Tanganku sudah lelah mengetik pesan balasan, lalu Aku memutuskan untuk menelpon Mas Adnan. Aku tidak mau masalahnya akan semakin larut. Hari ini Mas Adnan harus pulang, karena Adeva putri kecil Kami terus-terusan menanyakan keberadaan Ayahnya.

Aku terkejut ketika tidak dapat menghubungi nomor ponsel Mas Adnan. Padahal barusan saja Aku berbalas pesan dengannya. Aku mencoba menghubunginya kembali tetapi sama saja, nomornya tidak dapat dihubungi. Aku mencoba berfikiran positif, mungkin saja baterai ponselnya habis.

Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. Mencoba mengatur ritme jantungku yang mulai tidak beraturan. Mataku melirik ke arah jam yang melingkar di tanganku. Waktu sudah menunjukan pukul dua siang. Jam kepulanganku masih tersisa beberapa jam lagi. Aku harus tetap profesional, jangan sampai masalah dalam rumah tanggaku di bawa ke pekerjaan.

"Aisha, kok muka Kamu enggak bergairah gitu sih? Kamu lagi ada masalah?" tanya Alma sahabatku di Kantor.

"Enggak kok, Aku lagi kurang fit aja, Al!" jawabku berbohong.

Wajah Alma terlihat menyelidik, seolah tidak puas dengan jawabanku. Dia adalah sahabatku yang paling peduli. Persahabatan Kami sudah berjalan sekitar lima tahun.

"Apa Kamu lagi bingung mikirin kado yang pas buat anniversary hari ini?" tanya Alma.

Tangan kanannya menunjuk tanggal yang dilingkari spidol berwarna merah pada kalender duduk yang berada di atas meja kerjaku.

"Anniversary? ya Tuhan...Kamu benar, Al. Hari ini adalah hari anniversariku dengan Mas Adnan. Kok Aku bisa lupa, ya?" timpalku menyesali diri.

"Ya ampun Aisha sayang, kenapa bisa sampai lupa sih? jangan bilang Kamu juga belum menyiapkan sesuatu untuk merayakannya?" tanya Alma lagi.

Aku menggeleng. Fikiranku tersita dengan masalah yang sekarang di hadapi hingga melupakan hari bersejarah Aku dan Mas Adnan. Tiba-tiba Aku tersenyum kepada Alma, lalu mengusirnya dari meja kerjaku.

"Dasar cewek aneh, bukannya berterimakasih karena sudah di ingatkan hari pentingnya. Ini malah ngusir Aku kayak ayam." Alma bersungut seraya melangkah meninggalkan meja kerjaku.

Aku tertawa tergelak melihat tingkah Alma yang ngambek karena pengusiranku.

Aku segera menghubungi nomor kontak Toko Kue langganan yang letaknya berdekatan dengan Kantor. Hanya sekedar memesan kue cake red velvet kesukaannya Mas Adnan, serta camilan untuk Aldy dan Adeva.

Hatiku berbunga membayangkan moment nanti malam. Semoga saja di malam anniversary ini, Kami bisa berbaikan setelah dua hari berselisih faham.

Dua hari sebelumnya, Aku menghubungi Anto salah satu karyawan Mas Adnan untuk menanyakan keberadaannya. Tetapi informasi yang Aku dapat, Mas Adnan pulang ke rumah Orang tuanya dan ruko tutup selama dua hari. Itu artinya, hari ini Mas Adnan sudah kembali membuka ruko untuk menjalankan bisnis kuliner ayam bakarnya yang sedang maju pesat.

Rasanya tidak sabar menunggu jam kerjaku segera berakhir dan bertemu dengan Mas Adnan. Tetapi realitanya, pekerjaanku tidak selesai tepat waktu. Alhasil, Aku baru bisa keluar dari Kantor pada jam tujuh malam.

"Sha, udah beli sesuatu untuk anniversary malam ini?" tanya Alma tersenyum menggodaku.

"Ini." Aku menunjuk bungkusan besar yang ada dalam genggamanku.

"Aah, gak seru kalau cuma beli kue doang mah. Kenapa enggak beli sesuatu yang bikin Mas Adnanmu itu baper?" cerocos Alma membuatku gemas ingin mencubit pipinya yang cabi.

"Enggak sempat, Al. Semoga saja Mas Adnan suka sama hadiah sederhanaku ini ya!" sahutku.

"Amiin. Ya udah, Aku balik duluan. Kamu hati-hati di jalan dan happy anniversay ya." Alma berucap seraya masuk ke mobilnya.

Tangannya melambai dari balik jendela mobilnya yang melaju perlahan. Aku pun segera masuk mobil dan melajukannya menuju ruko Mas Adnan, yang jaraknya tidak terlalu jauh jika di tempuh dari Kantorku yang hanya membutuhkan waktu setengah jam.

Hatiku kembali berbunga-bunga, membayangkan reaksi Mas Adnan yang mendapatkan kejutan dariku. Menurut buku yang Aku baca, hampir semua orang tidak menolak jika di beri kejutan. Apalagi jika berasal dari orang terdekat.

Aku memacu mobilku sedikit lebih cepat agar tiba di Ruko Mas Adnan tidak terlalu malam. Karena setelah memberi kejutan kepadanya, tentunya Kami harus pulang ke rumah karena Anak-anak pasti sudah menanti kepulangan Kami.

Aku tersenyum melihat ruko Mas Adnan sudah kembali buka, dan dari kejauhan terlihat motor sport Mas Adnan sudah terparkir di tempat biasanya. Mobilku berhenti tepat di depan bangunan ruko dua lantai yang baru satu tahun di kontrak oleh Mas Adnan untuk usaha kuliner ayam bakarnya. Lantai satu di pergunakan untuk usaha kulinernya, sedangkan lantai dua sebagai tempat beristirahat Mas Adnan dan para karyawannya yang berjumlah empat orang.

Aku keluar dari mobil dan membawa plastik besar berisikan kue untuk kejutan pada Mas Adnan. Suasana ruko cukup ramai, keempat karyawan terlihat sibuk sehingga mereka tidak menyadari kedatanganku.

"Waah, kayaknya lagi sibuk nih!" ucapku pada Anto yang sedang sibuk di depan komputer.

Dia karyawan kepercayaan Mas Adnan yang mempunyai tugas sebagai kasir, tetapi terkadang merangkap pramuniaga juga jika pembeli sedang membludak.

Aku sedikit heran melihat reaksinya. Anto terkejut melihatku, wajahnya ketakutan seperti sedang melihat hantu.

"Bapak ada?" tanyaku tidak mempedulikan reaksinya.

"Ba-pak, anu...." Anto terlihat gugup setengah mati.

Aku bingung melihat tingkah aneh Anto, lalu dengan cepat memalingkan pandangan ke arah tiga karyawan lain yang tingkahnya sama anehnya dengan Anto. Mereka saling berpandangan satu sama lain dengan cemas, lalu menundukkan wajah.

"Bapak ada di atas kan?" tanyaku kedua kalinya pada Anto.

"Ba-pak ti-dak ada Bu." Anto menjawab pertanyaanku dengan bibir gemetar.

Aku mencium gelagat yang mencurigakan, lalu tanpa fikir panjang segera menaiki anak tangga menuju lantai dua. Aku yakin sekali Mas Adnan ada di atas, karena motornya terparkir di luar. Sesampainya di lantai dua, Aku merasa sedikit aneh karena tidak biasanya pintu kamar istirahat Mas Adnan tertutup rapat.

Aku berjalan mendekati pintu kamar, tetapi langkahku terhenti ketika melihat seikat bunga mawar kesukaanku di atas meja yang berada di pojokan kamar. Aku tersipu dan merasa tersanjung. Ternyata Mas Adnan sudah mempersiapkan malam anniversary ini tanpa sepengetahuanku. Aku menghirup aroma bunga mawar yang menyegarkan itu, namun seketika Aku tercekat ketika mendengar suara desahan yang saling bersahutan dari dalam kamar Mas Adnan.

Aku menajamkan telinga, berharap ada yang salah dengan indera pendengaranku. Tetapi semakin Aku berjalan mendekati pintu kamar, suara desahan itu semakin terdengar jelas....

**********************

Komen (1)
goodnovel comment avatar
dianrahmat
knp sih gak dikasih judul bab.ales bgt deh ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status