Share

Bab.4

Aku menuntun Adeva masuk ke kamar dan duduk di atas tempat tidur. Sejak usia tiga tahun, dia memang sudah berpisah kamar denganku. Tujuannya tidak lain agar dia tumbuh menjadi Anak yang lebih mandiri.

"Ayah enggak pulang, Sayang. Ayah sibuk, karena usaha ayam bakarnya lagi ramai pembeli." Jawabku berbohong, seraya mengelus puncak kepalanya.

"Terus, kapan Ayah pulang?" tanyanya lagi.

"Kalau sudah tidak sibuk, secepatnya Ayah akan pulang." Aku berkata seraya tersenyum menghiburnya.

"Adeva malam ini boleh bobo sama Ibu saja, mau?" tawarku.

"Yeay, Adeva boleh bobo sama Ibu!" sorak Adeva senang.

"Tetapi sebelum bobo harus pipis dulu ke kamar mandi ya, biar enggak ngompol!" ucapku seraya tersenyum menggodanya.

"Adeva sudah tidak ngompol, Bu!" jawabnya polos.

"Iya deh, Anak Ibu yang cantik ini selain pintar juga sudah tidak mengompol. Tetapi, tetap harus ke toilet dulu ya." Ajakku seraya menurunkannya dari atas tempat tidur.

Selesai dari toilet, Adeva naik ke atas tempat tidur sendiri.

"Bu, Adeva bobo ya!" ucapnya.

Mata bulatnya yang indah mengerjap-ngerjap dengan lucunya menandakan dia sudah mengantuk.

"Iya Sayang, selamat bobo ya. Jangan lupa membaca doa dulu!" ucapku mengingatkan.

Adeva segera menengadahkan tangannya, seraya mulutnya berkomat-komat membaca doa sebelum tidur. Aku tertawa geli melihatnya yang bertingkah seperti orang dewasa. Setelah berdoa, Adeva memejamkan matanya dan tak lama kemudian dia pun terlelap.

Aku menatap wajah cantik Anak perempuanku dengan perasaan sedih. Tidak terasa air mataku mengalir dengan sendirinya. Untuk kedepannya, Adeva yang baru berusia empat tahun ini akan kehilangan sosok ayahnya. Aku tidak tahu, apakah nanti dia akan menerima kenyataan Mama dan Papanya berpisah atau tidak? karena selama ini, Adeva sangat dekat dengan Mas Adnan.

Luka dihatiku kembali terasa, mengingat kembali kenangan manis bersama Mas Adnan dan kedua anakku. Aku masih tidak percaya, kenapa Mas Adnan begitu tega menghancurkan kebahagiaan yang baru beberapa tahun Kita bangun bersama. Hanya demi Wanita yang berusia lebih muda dariku. Dia melupakanku yang sudah menemaninya dari nol, kala dia belum mempunyai apa-apa.

Aku yang bersusah payah mencukupi kebutuhan keluarga tanpa bantuan Mas Adnan. Aku juga yang memberinya modal untuk membuka usaha, tetapi kini yang menikmati hasilnya bukan Aku melainkan orang lain.

Seandainya waktu dapat berputar kembali, Aku tidak akan pernah memutuskan menikah untuk yang kedua kalinya, jika harus menanggung rasa kecewa dan sakit yang saat ini Aku alami. Aku akan lebih memilih menjanda sampai akhir hayatku, dan hanya mematri satu nama di hatiku yaitu Mas Syarif.

Dia adalah sosok suami idamanku. Laki-laki yang tidak pernah membuatku menangis apalagi terluka. Pertama kalinya dibuat menangis oleh Mas Syarif, adalah ketika dia meninggalkanku untuk selamanya.

Tetapi ibarat pepatah, nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada yang perlu di sesali, karena semuanya telah terjadi. Benar yang di katakan bik Darmi, jika ini semua ujian dari Tuhan. Ujian yang akan membuatku menjadi Wanita yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

Aku sadar, bukan tipe Wanita yang biasa mengungkapkan isi hati walaupun kepada Suami sendiri. Aku sudah terbiasa mandiri sejak kepergian Mas Syarif, sehingga Aku lupa cara bermanja-manja dengan Suami.

Tetapi bukan berarti karena kekuranganku, membenarkan perbuatannya untuk berselingkuh. Seharusnya, jika memang ada kekurangan pada diriku kenapa tidak dia sampaikan? Aku bukan type Wanita sombong yang tidak mau menerima masukan dari orang lain, apalagi dari Suami sendiri. Aku dengan senang hati akan berubah menjadi lebih baik, jika dia menyampaikannya dengan cara yang baik.

Seharusnya hubungan Suami Istri itu bukan hanya saling menuntut, tetapi sebaliknya saling melengkapi kekurangan dan kelebihan masing-masing. Harus ada rasa peduli dan pengertian yang besar karena sejatinya menikah itu adalah menyatukan dua perbedaan. Selain itu, komunikasi yang baik juga menjadi hal penting dalam pernikahan. Karena dengan komunikasi yang baik, akan mempermudah Kita memahami sikap dan fikiran pasangan Kita.

.....

"Selamat pagi, Bu" sapa Aldi, anak sulungku kala Kami bersiap untuk sarapan.

"Selamat pagi juga, Sayang. Kamu sudah menyiapkan semua perlengkapan Sekolah Kamu?" tanyaku.

"Sudah, Bu!" jawabnya singkat.

"Bekalnya nanti Ibu siapkan setelah sarapan." Timpalku seraya menuangkan segelas susu untuk Aldi.

Aldi mengangguk seraya menatapku. Dia terlihat seperti ingin menyampaikan sesuatu, tetapi ragu.

"Kenapa, Sayang? Kamu mau nanya sesuatu sama Ibu?" tebakku dan berhasil membuat Aldi gelapan karena ketahuan sedang menyembunyikan sesuatu.

"Anu Bu...Ayah kemana? kok enggak ikut sarapan?" tanya Aldi, akhirnya mengajukan sebuah pertanyaan yang sudah Aku duga sebelumnya.

Nafasku tiba-tiba terasa berat mendapat pertanyaan dari Aldi. Tidak mungkin Aku berbohong seperti yang Aku lakukan pada Adeva semalam. Usia Aldi sudah mau menginjak dua belas tahun, dia sudah tidak bisa di bohongi seperti Adiknya.

"Ayah tidak pulang ke rumah!" sebuah jawaban tiba-tiba terlontar dari bibirku.

"Tidak pulang? kenapa? apa Ayah dan Ibu bertengkar?" tanya Aldi dengan wajah terkejut mendengar jawabanku.

Apa Aku harus berkata jujur mengenai kenyataan yang sebenarnya pada Aldi? jujur Aku takut Aldi tidak menerima kenyataan, lalu dia membeciku. Tetapi Aku juga tidak bisa berbohong, karena Aldi pasti akan mengetahuinya. Aku menarik nafasku dalam dan menghembuskannya kasar.

"Aldi...maafkan Ibu, Nak!" ucapku lirih.

"Kenapa Ibu minta maaf?" tanya Aldi heran.

"Ibu dan Ayah akan berpisah!" jawabku.

Aldi tersentak mendengar jawabanku. Sampai-sampai sendok yang ada di genggamannya terjatuh ke lantai.

"Kenapa berpisah? apa karena Ayah tidak punya pekerjaan tetap seperti yang lain?" tanya Aldi lagi.

"Bukan itu alasannya. Ayah Kamu sudah bersama wanita lain" Jawabku lagi, terpaksa jujur mengatakan yang sebenarnya.

Aldi langsung bangkit dari tempat duduknya dan menghambur ke pelukanku. Dia seolah memberiku sandaran di saat sedang dalam kondisi terpuruk seperti saat ini.

"Ibu yang sabar ya. Aldi akan selalu berada di sisi Ibu." Ucap Aldi seraya mengelus punggungku.

Sementara Aku menangis tersedu di pelukannya. Hubungan Aku dan Aldi memang sangat dekat dan komunikasi Kami terjalin sangat baik. Ini dikarenakan dulu ketika Aldi kehilangan sosok Ayahnya, Akulah yang selalu menghibur dan menguatkannya. Sehingga meskipun seorang Laki-laki, Aldi bersikap terbuka kepadaku.

Padahal biasanya, anak seusia Aldi sudah mulai sedikit tertutup terutama mengenai masalah pribadinya. Hatiku merasa tenang mendapatkan support dari Anakku sendiri.

Kekhawatiran Aldi yang akan membenciku dengan kenyataan yang ada, ternyata tidak terjadi. Dia malah menguatkanku dengan kondisi saat ini.

"Ya sudah, Ibu harus kuat. Kita sudah terbiasa kehilangan orang yang Kita Sayang. Apalagi penyebab kehilangan ini bukan dari Ibu sendiri. Aldi yakin, Ibu bisa melewati semuanya!" ucap anakku yang tiba-tiba berubah menjadi dewasa.

Aku melepaskan pelukanku dari Aldi dan tersenyum ke arahnya.

.....

"Woi, kok bengong aja sih? habis ngerayain anniversary bukannya happy malah suntuk gitu?" ledek Alma sahabatku yang super duper aktiv ini, kala jam istirahat sudah tiba.

"Enggak kok, Aku baik-baik aja!" jawabku berbohong.

"Lagu lama nih Anak. Aku tuh sahabatan sama Kamu bukan baru satu hari dua hari. Jadi Aku hafal banget, kalau Kamu bilang baik-baik aja pasti kebalikannya." cerocos Alma yang sedikit membuatku hampir tersenyum.

Dibalik sifat cerewetnya, dia sahabat yang paling peduli denganku. Saking pedulinya, dia sampai ingat hari ulang tahunku, ulang tahun Aldi dan Adeva, bahkan jadwal PMS juga dia hafal.

"Mas Adnan selingkuh!" ucapku tiba-tiba.

Alma yang sedang nyerocos tidak jelas tiba-tiba berhenti mendengar ucapanku. Matanya melotot dan mulutnya terbuka lebar. Saking lebarnya, Aku takut ada buaya yang masuk, wkwkwk.

"Kamu jangan bercanda, Aisha Putri Angelina Sondakh!" sembur Alma yang menambahkan kepanjangan namaku yang tidak memakai nama Sondakh.

"Aku serius. Bahkan Aku memergokinya dan sempat merekamnya!" timpalku lirih.

Lagi-lagi Alma melongo seperti sapi ompong.

"Aku juga di jatuhkan talak semalam oleh Mas Adnan!"

Alma semakin tidak karuan bentuk wajahnya. Kalau orang bilang, dia terlihat semaput mendengar kabar mengejutkan dariku.

Belum sempat dia berbicara, Kami di kejutkan oleh suara dering ponsel yang berasal dari meja kerjaku yang bersebrangan dengan Alma.

Nomor tidak dikenal. Aku segera menekan tombol hijau untuk menerima panggilannya.

"Mbak Aisha, terimakasih banyak karena sudah memberikan Suamimu yang tampan dan super royal itu kepadaku!" ucap seorang wanita di sebrang telepon.

******

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status