Share

Bab.3

Akhirnya, dengan terpaksa Aku beranjak dari tempat tidur. Nikmat sekali rasanya memejamkan mata walau sekejap. Kuseret langkah kaki keluar dari kamar menuju ruang tamu. Aku terkejut, ketika melihat seseorang yang tengah duduk di ruang tamu.

"Mas Adnan," pekikku.

Laki-laki yang baru saja menorehkan luka di hatiku itu menengok dengan wajah datar.

"Kamu jangan kegeeran dulu, Aku kesini cuma mau mengambil semua barang-barangku." Ucapnya seraya bangkit dari tempat duduk dan berkacak pinggang dengan jumawanya.

"Siapa juga yang kegeeran? baguslah Kamu datang dan mengambil barang-barangmu. Tadinya kalau Kamu tidak datang mengambilnya, akan Aku buang atau dibakar saja sekalian!" ucapku sinis.

Mata mas Adnan melotot mendengar ucapanku. Tanpa banyak bicara, dia melangkah lebar menuju kamar Kami, sementara Aku mengikutinya dari belakang. Mas Adnan mengambil kopernya yang tersimpan di atas lemari. Lalu memasukkan semua pakaian dan barang-barang miliknya. Lebih tepatnya barang pemberian dariku.

"Ayo buruan, Aku capek dan ingin segera tidur. Jangan-jangan Kamu sengaja, agar bisa berlama-lama berduaan denganku?" sindirku dengan sinis.

Aku sudah muak melihat wajah Mas Adnan, jadi ingin segera melihatnya pergi dan jangan pernah kembali.

Lagi-lagi Mas Adnan melotot ke arahku tanpa berkata-kata. Dia mempercepat gerakan tangannya memasukkan semua barang-barangnya ke dalam koper yang berukuran jumbo. Setelah selesai, dia segera menyeret kopernya tanpa berkata sepatah pun.

Tidak ada kata perpisahan, atau sekedar menanyakan Adeva buah hatinya. Mas Adnan sudah dibutakan oleh Wanita murahan itu, sehingga dengan mudahnya dia melupakan keluarga kecilnya.

Setelah Mas Adnan keluar dari rumah, Aku membanting pintu dengan satu hentakan keras. Sebagai luapan rasa kecewaku padanya. Semoga ini terakhir kalinya melihat wajahnya yang sok baik, tetapi ternyata menusukku dari belakang. Jangan salahkan hatiku yang akhirnya mati rasa kepadanya.

"Ibu, Bapak mau kemana bawa koper?" tanya bik Darmi dengan wajah penuh tanda tanya.

Aku menghela nafas dan menghembuskannya perlahan.

"Enggak tahu, Bik. Mungkin pulang ke rumah Wanita murahan itu!" ucapku dengan mata yang berembun.

"Wanita murahan? maksudnya apa, Bu? maaf kalau Bibik lancang," tanyanya lagi.

"Mas Adnan berselingkuh di depan mata Saya, bik. Dia tidur dengan wanita lain di rukonya." Jawabku, dengan air mata yang akhirnya tak dapat kucegah untuk mengalir.

"Astagfirullah. Ibu yang sabar ya, ini semua hanya ujian dari Allah. Ibu harus kuat demi Anak-anak." Bik Darmi berkata seraya memelukku yang saat ini memang membutuhkan sandaran.

Bik Darmi adalah asisten rumah tanggaku yang sudah bekerja bertahun-tahun lamanya, bahkan sejak awal Aku bekerja. Aku sudah menganggapnya seperti Ibu sendiri, karena sejak kecil sudah menjadi piatu.

"Pantas saja tadi waktu Bapak ingin ketemu sama Ibu, dia minta bibik bilang ke Ibu sebagai tamu. Sebenarnya bibik bingung, tetapi menuruti saja permintaan Bapak" ujar bik Darmi.

"Mas Adnan laki-laki yang tidak tahu diri, Bik. Kurang baik apa Saya selama ini? padahal dia hanya menumpang hidup, karena yang mencukupi semua kebutuhan rumah dan Anak-anak adalah Saya. Sekarang, usahanya baru maju sedikit saja, dia berani selingkuh!" ucapku di sela isak tangis.

"Bibik tahu, pengorbanan Ibu selama ini. Sebenarnya Bibik juga kasihan sama Ibu, punya Suami, tapi kayak enggak punya Suami. Pak Adnan kayak enggak punya rasa tanggung jawab sama keluarga. Mungkin ini jalan dari Allah, agar Ibu tidak makan hati punya Suami macam Pak Adnan. Kalau Ibu ikhlas, Insya Allah pasti akan diganti dengan yang lebih baik." Bibik berkata seraya mengusap punggungku dengan lembut.

"Iya, Bik. Saya harus kuat, karena ada Anak-anak. Mereka tidak butuh Papa yang tidak bertanggung jawab seperti Mas Adnan!" timpalku.

"Ya sudah, sebaiknya sekarang Ibu beristirahat. Sepertinya Ibu kelelahan," ucap bik Darmi memberi saran.

"Iya, Bik. Tadi Saya juga sudah tertidur sebentar, tetapi terganggu karena kedatangan Mas Adnan." Ucapku seraya melepaskan pelukan dari bik Darmi.

Kenyataannya, Aku tidak dapat memejamkan mata. Pandanganku menerawang memandang langit-langit kamar. Aku kembali teringat kejadian di rukonya Mas Adnan. Sepertinya, bukan kali ini saja mereka melakukan hubungan Suami Istri. Mungkin saja, mereka juga pernah melakukan sebelumnya di tempat yang sama.

Aku tidak habis fikir, Mas Adnan yang terlihat alim dan tidak pernah lupa menunaikan shalat lima waktu itu melakukan perbuatan nista di tempatnya membuka usaha. Apa dia tidak berfikir kalau yang di lakukannya adalah sebuah dosa? selain itu, kata orang tempat usaha yang di jadikan tempat mesum akan mendapatkan kesialan. Wallahu a'lam.

Memoriku kembali berputar saat pertama kali Aku bertemu dengan Mas Adnan empat tahun yang lalu.

......

"Mas Adnan, ini gaji pertama Mas menjadi ojek Sekolahnya Aldi. Terimakasih, karena selama ini selalu mengantar dan menjemputnya tepat waktu." Aku berucap seraya menyodorkan amplop berwarna cokelat kepada Mas Adnan dan tersenyum.

"Jazakillah, khoir. Terimakasih banyak, bu Aisha. Semoga Allah selalu memberikan rezeqi yang berlimpah untuk keluarga Ibu!" sahut Mas Adnan kala itu.

Ya, Mas Adnan dulu adalah seorang tukang ojek online. Selain itu, dia juga menerima orderan antar jemput Anak Sekolah di kampungku. Mas Adnan juga bertugas sebagai marbot di Masjid. Selain memelihara dan merawat kebersihan Masjid megah kebanggaan di kampungku, dia juga sering mengumandangkan adzan setiap waktu shalat tiba.

Suaranya saat mengumandangkan adzan begitu merdu, membuat siapa saja yang mendengarnya akan jatuh hati. Salah satunya Aku. Ya, Aku jatuh cinta dengan suara merdunya saat mengumandangkan adzan. Aku juga kagum kepadanya yang begitu taat dalam menjalankan perintah agama.

Itu sebabnya, hubungan Kami yang awalnya hanya sebatas tukang ojek dan konsumen, semakin lama menjadi semakin dekat. Aldi juga menyukai Mas Adnan, karena dia merindukan sosok Ayah yang telah meninggalkannya beberapa tahun yang lalu.

Mas Syarif, Suami pertamaku meninggal karena serangan jantung saat menunaikan shalat Jum'at di hari kedua Ramadhan. Pernikahan pertamaku dikaruniai seorang Anak laki-laki yang bernama Aldi.

Singkat cerita, Aku dan Mas Adnan akhirnya menikah. Keputusanku untuk menikah lagi tentunya atas persetujuan Aldi yang memang sudah dekat dengan Mas Adnan dan menginginkan sosok Ayah baru.

Begitupun Mas Akbar, Kakak laki-laki satu-satunya sebagai pengganti Ayah dan Ibu yang sudah berpulang juga menyetujui hubunganku dengan Mas Adnan. Mas Akbar bertindak sebagai wali pengganti Ayahku di pernikahanku dengan Mas Adnan.

Sikap Mas Adnan tidak berubah setelah menikah denganku. Bahkan dia semakin menunjukkan kasih sayangnya kepadaku dan kepada Aldi. Aku sangat bersyukur karena Mas Adnan menganggap Aldi seperti Anak kandungnya sendiri. Setelah menikah, Aku baru mengetahui kalau Mas Adnan ternyata jago masak. Semua masakannya terasa lezat di lidah Kami.

Terutama ayam bakar buatan Mas Adnan, begitu sedap. Aldi sangat menyukai ayam bakar buatan Mas Adnan. Pada suatu malam Mas Adnan pernah bercerita, jika mempunyai modal dia bercita-cita ingin membuka usaha kuliner ayam bakar. Aku sangat mendukung niatnya itu, dan sangat yakin jika ayam bakar buatannya akan laris dan disukai para pecinta kuliner.

Aku dan Aldy merasa bahagia dengan kehidupan baru Kami. Tetapi kebahagiaan Kami tidak berlangsung lama. Karena setelah menikah denganku, Mas Adnan tidak kembali bekerja. Awalnya Aku kira, Mas Adnan ingin menghabiskan masa pengantin barunya denganku. Aku memakluminya, karena Mas Adnan seorang perjaka. Tetapi kenyataannya, dia tidak lagi kembali bekerja malah lebih memilih membantu bik Darmi mengerjakan pekerjaan rumah.

Padahal sebenarnya Aku berharap dia tetap bekerja, tidak peduli berapa pendapatannya menjadi tukang ojek online. Yang terpenting, dia mau bertanggung jawab dengan keluarga barunya. Sudah beberapa kali Aku berbicara dengannya agar dia kembali bekerja. Tetapi dia beralasan pendapatan ojek online tidak seberapa, dia malu jika harus memberi nafkah tidak sebesar gajiku bekerja di Kantor Pajak.

Hingga akhirnya Aku hamil dan melahirkan Anak perempuanku, Adeva. Kehadiran buah cinta Kami tidak membuat Mas Adnan tergerak untuk bekerja. Dia malah memintaku memberinya modal untuk membuka usaha ayam bakar. Aku akhirnya mengabulkan permintaan Mas Adnan setelah menabung beberapa tahun untuk mewujudkan cita-citanya.

Aku ingin Mas Adnan mempunyai pekerjaan dan bertanggung jawab kepada keluarganya. Selain itu, Aku tidak ingin Mas Adnan menjadi bahan gunjingan tetangga dan teman-temannya dan memberinya julukan 'Dunia Terbalik. Karena harga diri seorang laki-laki adalah jika dia mempunyai pekerjaan.

Tetapi keputusanku mengabulkan permintaannya adalah salah besar. Karena setelah dia sukses, dia malah mencampakkanku begitu saja. Dia tergoda dengan wanita yang usianya lebih muda dariku. Perih, itu yang kurasakan saat ini. Seperti luka, yang di siram air cuka.

"Tok tok tok." Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunanku.

Aku beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu kamar.

"Ibu...ayah mana?" Adeva, putri kecilku berdiri di depan pintu kamar seraya mengucek matanya.

Aku bingung harus menjawab apa?

******

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
ntar juga kere lagi usahanya bangkrut ngemis lagi ke mantan,mana ada laki yg sukses trus mengkhianati istri yg membantu dari nol bahagia selingkuh ,nggak sabar adnan jdi kere lagi
goodnovel comment avatar
Revida Anugrah
pokokny ceritanya saya suka banget.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status