"Saya kira Mas Adnan sudah menjelaskan kepada Ibu masalah dalam rumah tangga kami," jawabku dengan sopan.
Aku sangat menghormati ibu mertuaku, karena sikap beliau selama ini begitu baik."Adnan hanya bilang telah terjadi kesalah pahaman diantara kalian berdua. Itu sebabnya, Ibu datang kesini untuk bertanya langsung kepadamu," jawab Ibu seraya menatapku dengan sorot matanya yang teduh."Kesalah pahaman katanya? Apakah ketika seorang Istri menangkap basah suaminya yang sedang tidur dengan wanita lain itu masih bisa dikatakan kesalah pahaman?" tanyaku kepada Ibu.Wajah ibu sedikit tercengang mendengar pertanyaanku. Berbeda dengan Mas Irwan, dia terlihat biasa saja."A-apa maksudmu Aisha? Adnan berselingkuh?" tanya Ibu seolah tidak percaya anak kesayanganya telah mengkhianati pernikahannya sendiri."Iya Bu. Mas Adnan berselingkuh dengan wanita yang lebih muda dariku. Mereka tidur di ruko tempat usaha Mas Adnan!" tegasku.Kedua netra ibu terlihat mengembun. Sementara wajahnya masih terlihat seolah tidak percaya dengan kenyataan yang ada. Mungkin dia tidak menduga jika anaknya melakukan perbuatan yang bisa mencoreng nama baik keluarga."Seharusnya kamu introspeksi, Aisha. Kenapa sampai Adnan berselingkuh darimu!" ucap Mas Irwan ketus.Hati terasa panas mendengar ucapan kakak iparku itu. Jadi menurutnya, Mas Adnan selingkuh karena kesalahanku?"Instrospeksi apa maksud kamu, Mas? Apa maksud Mas aku tidak becus menjalankan tugas sebagai seorang istri, begitu?" ucapku dengan intonasi yang meninggi.Emosiku tersulut karena merasa disudutkan oleh kesahalan yang tidak pernah dilakukan."Laki-laki itu kalau terpuaskan dirumah, tidak mungkin jajan diluar. Kalau Adnan berselingkuh, itu tandanya dia tidak puas denganmu!" ujarnya lagi dengan wajah tanpa dosa."Jadi menurut Mas Irwan, wajar jika laki-laki tidak puas dengan pelayanan istrinya di rumah dan berselingkuh, begitu?" sindirku."Bagiku wajar, karena laki-laki adalah kepala keluarga dalam rumah tangga. Lagipula, dalam agama kita laki-laki diperbolehkan memiliki lebih dari satu orang istri."Ucapan Mas Irwan semakin membuatku meradang. Kedatangannya bukan menjadi penengah diantara kemelut rumah tanggaku, namun malah sebaliknya."Jadi berzina menurutmu hal yang wajar juga, Mas? Kamu sama saja dengan Mas Adnan, sama-sama sudah tidak waras!!" bentakku."Enak saja bilang aku tidak waras. Wajar Adnan berselingkuh, dia tidak tahan dengan wanita sok berkuasa seperti kamu!"Amarahku mencapai puncaknya, darah dalam tubuh seakan mendidih dan mulai naik ke ubun-ubun. Namun saat aku ingin beraksi membalas perkataannya, ibu mertua segera bertindak."Sudah-sudah, cukup. Kita kesini mau mencari solusi dan jalan tengah masalah ini tetapi kenapa malah jadi berdebat seperti ini? Irwan, sebaiknya kamu tidak usah ikut bicara. Percuma kalau hanya semakin memperuncing masalah!" hardik ibu mertua kepada anak tertuanya.Aku menarik nafas dalam, sebelum menghembuskannya kasar. Mencoba berusaha mengatur emosi yang siap meledak bagaikan bom atom. Semua aku lakukan semata-mata karena masih menghormati ibu mertua."Aisha, kalau memang Adnan yang bersalah, tolong maafkan dia. Nanti biar Ibu yang bicara kepadanya dan meminta maaf kepadamu!" ibu mertua terlihat memohon kepadaku."Maafkan Aisha, Bu. Sudah menjadi komitmen Aisha, jika dalam pernikahan ada kekerasan dalam rumah tangga atau perselingkuhan, tidak akan ada kata maaf dan toleransi. Minggu depan Aisha akan mengajukan gugatan perceraian ke kantor pengadilan agama!" ucapku tegas."Aisha, jangan cepat mengambil keputusan. Ibu yakin, saat ini kamu sedang emosi. Coba dipertimbangkan kembali, kalian memiliki anak yang masih kecil. Adeva masih membutuhkan kasih sayang ayahnya," ratap ibu mertua seraya menggenggam jemariku."Maafkan Aisha, Bu karena tidak bisa memaafkan Mas Adnan. Bagi Aisha, berselingkuh itu adalah suatu penyakit yang akan sulit disembuhkan. Kalaupun sembuh, suatu saat pasti akan kambuh. Aisha tidak mau menanggung resiko tersiksa lahir batin, Bu," sahutku menolak permintaan ibu dengan halus."Biar saja dia menggugat cerai Adnan, Bu. Toh Adnan sudah memiliki usaha yang bagus, jadi tidak membutuhkan wanita ...." ucap Mas Irwan tidak meneruskan ucapannya.Sepertinya dia keceplosan bicara, namun terhenti karena ibu mertua melotot ke arahnya.Apa maksud perkataan Mas Irwan, jika Mas Adnan tidak membutuhkanku lagi karena sekarang dia sudah memiliki usaha? Apa selama ini Mas Adnan menikahiku karena ada tujuan tersembunyi?"Ibu harap, kamu mempertimbangkan kembali keputusanmu untuk bercerai dengan Adnan. Ingat, ada Adeva yang akan kehilangan kasih sayang ayahnya jika kalian bercerai!" ibu mertua tidak menyerah membujukku.Aku hanya mengangguk, seolah mengikuti permintaannya. Wanita paruh bayu itu kemudian bangkit dari tempat duduknya dan berkata, " Aisha, maaf apakah uang bulanan ibu bisa ditransfer hari ini?" tanya ibu lirih namun berhasil membuatku terkejut.Rasa hormatku tiba-tiba sirna ketika mendengar permintaannya. Aku tidak menyangka, jika beliau masih mengharapkan jatah bulanan disaat rumah tangga sedang kacau karena ulah anaknya.Aku memang belum mengirimkan jatah rutin kepada ibu mertua bulan ini."Maaf Bu, mulai bulan ini dan seterusnya aku tidak akan mengirimkan jatah bulanan lagi. Aku membutuhkan uang banyak untuk proses pengajuan gugatan cerai!" jawabku dengan jujur.Wajah ibu yang awalnya terlihat sedih seketika berubah menjadi garang. Matanya menatapku sinis dan deru napasnya terdengar naik turun. Baru sekarang aku mengetahui watak asli wanita yang bergelar ibu mertua ini."Kamu masih sah menjadi istri Adnan, jadi masih menjadi kewajibanmu mengirimkan uang kepada Ibu, Aisha!" protes ibu dengan wajah tidak tahu malu."Maaf Bu, silakan minta saja pada Mas Adnan. Bukankah sekarang Mas Adnan sudah tidak membutuhkanku lagi?" sahutku dengan santai."Sudah Bu, jangan permalukan diri kita di depan wanita sombong ini. Pantas Adnan berselingkuh darinya, karena selain dia sombong dia juga punya sifat kikir kepada Ibu Mertuanya sendiri!!" teriak Mas Irwan seraya menyeret tangan ibu keluar dari rumah.Aku segera menutup pintu rumah dengan sekali hentakan, sebagai luapan emosi yang tidak tersalurkan. Biar saja sekalian aku di cap sebagai menantu kurang ajar karena bertindak kurang sopan kepada Ibu Mertua.Selama ini aku sudah berusaha menjadi Istri dan menantu yang baik. Namun semuanya percuma, karena kenyataannya Mas Adnan mengkhianatiku padahal selama ini dia sudah menjadi benalu dalam rumah tangga kami."Ada apa Bu? Apakah Ibu baik-baik saja?" tanya Bik Darmi yang terlihat berlari tergopoh-gopoh dari arah dapur."Tidak apa-apa, Bik. Saya cuma emosi saja sama keluarga benalu seperti mereka," jawabku seraya berusaha tersenyum dipaksakan."Benalu teh apa, Bu?" sepertinya Bibik baru dengar!" timpal Bik Darmi polos."Benalu itu sama kayak parasit Bik. Hidupnya merugikan orang lain," jawabku menjelaskan."Ooh itu maksudnya. Iya, Bibik paham Bu," ujar Bik Darmi seraya tersenyum malu-malu."Adeeva mana Bik?" tanyaku, karena daritadi tidak melihatnya."Non Adeeva sedang nonton kartun di TV, Bu," jawab Bik Darmi."Ya sudah, saya ke Adeva dulu Bik."Bik Darmi hanya mengangguk dan melangkah kembali menuju dapur....Malam harinya, ponselku berdering dengan kerasnya. Aku lupa mengatur volumenya, setelah mendengarkan alunan musik favorit tadi sore. Segera meraihnya tanpa melihat siapa yang menghubungiku di waktu malam begini."Hei wanita sombong!!!"Aku terkejut mendengar teriakan seseorang di sebrang sana....***“Mas Adnan? Apa maksud Kamu?” bentakku tak mau kalah.“Kamu bisa berlaku apapun kepadaku. Tetapi tidak kepada Ibu dan Kakakku. Kamu menantu kurang ajar, karena sudah bersikap tidak sopan kepada Ibu Mertuamu sendiri!” ucap Mas Adnan dengan suara bergetar. Nampaknya dia sedang dilanda emosi.“Memangnya apa yang sudah kulakukan kepada Ibu? tidak ada yang salah. Aku hanya menolak permintaan Ibu memberinya jatah bulanan, karena memang sedang membutuhkan banyak uang untuk proses pengajuan perceraian. Itupun Aku sampaikan dengan cara yang sopan, walaupun sebenarnya Aku sempat tersulut emosi karena sikap Mas Irwan!" sanggahku.“Tetapi bukan berarti Kamu bertindak kasar kepada Ibuku, mendorongnya hingga terjatuh!”“Mendorong? siapa bilang Aku mendorong Ibu? Aku masih bisa menahan emosi untuk tidak berbuat kasar, apalagi kepada Ibu yang sudah berusia lanjut. Walau bagaimanapun, Aku masih menghormati beliau!"“Alaah, Kamu tidak usah mengelak. Mas Irwan yang menjadi saksinya. Sekarang Kamu harus
"Bu Aisha, ini Aku Santi!" teriak seorang perempuan dari luar mobil. Aku menelisik wajahnya, karena penerangan di sekitar kurang begitu terang. Benar, dia adalah Santi salah satu karyawan Mas Adnan.Aku segera melepaskan seat belt dan membuka pintu mobil, menghampiri Santi yang sedang menungguku. "Ibu Aisha apa kabar?" tanya seorang gadis cantik bertubuh ramping itu seraya meraih punggung tanganku dan menciumnya takzim. Sudah menjadi kebiasaan semua karyawan wanita Mas Adnan, mencium tangan ketika bertemu denganku."Alhamdulillah, kabar Ibu baik Santi. Kamu sendiri?" tanyaku penasaran."Kalau kabar Saya kurang baik, Bu. Sudah satu minggu ini Saya dan karyawan lain di rumahkan!" jawab Santi lirih"Dirumahkan? maksudmu, rumah makan ini bangkrut?" Aku terkejut hingga membelalakkan mata."Iya, begitulah Bu. Sepertinya karena video Pak Adnan dan selingkuhannya yang sedang melabrak Ibu viral, berimbas sama pengunjung rumah makan!" jawab Santi dengan wajah sedih."Berarti rumah makan tutup
Aku sangat penasaran, siapa gerangan yang bertamu di jam istirahat seperti ini?“Ba-Pak Ad-nan, Bu!” jawab Bik Darmi gugup. Seketika Aku membelalakkan mata dan tanpa sadar menjatuhkan surat dalam genggaman. Dengan sigap Bik Darmi memungutnya dan meletakkan kembali ke tempat sebelumnya.“Apakah Ibu mau menemuinya? jika tidak biar Bibik yang sampaikan kalau Ibu sudah tidur!” ucap Bik Darmi memberikan ide.“Tidak perlu, Bi. Biar Saya temui saja,” Aku menolak ide Bik Darmi.‘Ada perlu apa sebenarnya Mas Adnan menemuiku? apakah dia juga sudah mendapatkan surat panggilan dari Pengadilan Agama?’ batinku.Aku melangkah perlahan menuju ruang tamu, rasa letih yang mendera sebelumnya seketika sirna. Dadaku sedikit bergemuruh jika berkaitan dengan laki-laki yang sudah menorehkan luka di hati. Aku berharap dia tidak membuat masalah lagi seperti tempo hari di telepon. Sesosok laki-laki yang dulu sangat Aku hormati sedang duduk menekur pada sofa yang berada di ruang tamu. Wajahnya sedikit kusut da
“Mas Adnan?” Aku mencoba memanggil namanya. Memastikan jika dia mendengar panggilanku.“Maaf, Mas Adnannya sedang sibuk jadi tidak bisa diganggu dengan urusan yang tidak penting!” jawab seseorang yang suarnya sangat Aku kenal. Itu suara Sarah, selingkuhannya Mas Adnan.“Aku tidak ada urusan denganmu. Cepat berikan pada Mas Adnan, ini menyangkut keselamatan putrinya!” hardikku dengan menahan emosi yang membuat sesak di dada.“Sudah Aku bilang Mas Adnan sibuk, ngerti enggak sih? lagipula, Mas Adnan pernah bilang kepadaku kalau dia sudah tidak peduli lagi dengan keluarganya, termasuk kepada Anaknya!” ucap Sarah dengan nada mengejek.Dadaku bergemuruh mendengar ejekannya, dengan cepat Aku langsung memutuskan panggilan, karena khawatir akan semakin tersulut emosi. Rasanya ingin menjambak dan menampar mulut wanita jalang itu. Aku juga sebenarnya tidak sudi menghubungi Mas Adnan, kalau bukan karena Adeeva membutuhkannya. Sekarang jelas bagiku, jika sikap Mas Adnan kemarin malam yang memohon
Aku masih belum percaya dengan ucapan Santi. Lagipula setahuku, ruko yang dijadikan tempat usaha Mas Adnan adalah sewa, bukan milik pribadi. Jadi mana mungkin bisa dijadikan jaminan hutang? Tidak tahu jika Mas Adnan dan pemilik ruko mempunyai kesepakatan.“Apakah ucapan Anto dapat di pertanggung jawabkan, Santi? apa dia punya bukti saat Bapak Adnan mengucapkan itu?” tanyaku mencoba meyakinkan ucapan Santi.“Ada, Bu. Kebetulan saat Bapak Adnan mengatakan akan membayar semua gaji karyawan, diam-diam Anto merekamnya. Tujuannya agar ada bukti jika suatu saat beliau ingkar janjinya!” jawab Santi membuatku sedikit lega.Santi meminta nomor kontakku dan mengirimkan rekaman suara Mas Adnan yang di dapat dari Anto. Tak lama kemudian, Santi berpamitan untuk kembali bekerja. Aku menatap kepergian Santi dengan tatapan kosong.Nafsu makanku tiba-tiba hilang setelah mendengar informasi dari Santi. Aku bergegas meninggalkan restaurant dan makanan yang belum habis di nikmati. Fikiranku kini berkecam
Langkahku terhenti, ketika Mas Adnan menghalangi jalan. Disusul kemudian oleh Ibu Mertua yang ikut menghadang jalanku.“Aisha, Kamu dapat informasi darimana kalau Aku ingin rujuk karena ingin memanfaatkanmu?” tanya Mas Adnan dengan tatapan memelas.“Kamu masih belum mau mengaku juga, Mas? apa bukti rekaman itu tidak cukup?” hardikku balik bertanya.“Aisha, dengarkan penjelasan Suamimu dulu, Nak. Tidak mungkin Anak Ibu mau memanfaatkan Kamu, dia benar-benar tidak ingin masa depan Adeeva hancur jika kalian bercerai,” ucap Ibu Mertua berusaha menengahi perdebatan Kami. Sejujurnya, Aku sudah muak melihat wajah Ibu dan Anak yang begitu kompak bersandiwara ini. Namun sayangnya, Aku bukan Aisha yang dulu. Istri dan menantu bodoh yang mau dimanfaatkan oleh Anak dan Ibu Mertua yang parasit.“Maaf Bu, Kita tunggu saja keputusan dari Pengadilan. Kalaupun nanti hasilnya tidak memuaskan, Aku akan tetap menuntut untuk berpisah dengan Mas Adnan. Aku sudah tidak sudi menjadi Istri yang selalu dibodo
Aku membunyikan klakson seraya menjulurkan kepala melalui jendela mobil.“Anto, bisa minta waktunya?” panggilku kepada Anto yang menoleh setelah mendengar suara klakson. Dia tersenyum seraya menganggukkan kepala. Lalu kemudian dia melajukan motornya dan berhenti di tempat parkiran halaman minimarket yang berada di area SPBU. Mobilku melaju mengikuti Anto. Setelah memarkirkan kendaraan dengan aman, Aku melangkah keluar mobil menghampiri Anto yang sudah menunggu di kursi besi yang tersedia di depan minimarket.“Apa kabar Anto?” sapaku mengawali pembicaraan.“Kabar Saya baik, Bu Aisha. Ibu sendiri bagaimana kabarnya?” Anto balik bertanya.“Kabar Saya juga baik-baik saja. Maaf kalau Saya mengganggu perjalanan Kamu. Sebenarnya, ada hal yang ingin Saya tanyakan!” berucap mengutarakan tujuanku.“Hal apa, Bu?” tanya Anto penasaran.“Apa benar, jika Mas Adnan menjanjikan akan membayar gaji kalian jika sudah rujuk dengan Saya?” tanyaku dengan tatapan menyelidik.Anto sedikit terkejut mendengar
Aku terkejut mendengar kemarahan Mas Akbar. Beliau seolah mengetahui masalah yang terjadi dalam rumah tanggaku.“Mas Akbar, apa maksudnya bicara seperti itu? memangnya Mas Adnan kenapa?” tanyaku ber[ura-pura tidak tahu alasan kemarahan kakak satu-satunya itu.“Kamu tidak usah menutupi masalah rumah tanggamu pada Mas, Dek. Aku saudara satu-satunya sekaligus pengganti kedua orang tua Kita. Kenapa Kamu menyembunyikan semuanya dari Mas, Dek?” tanya Mas Akbar dengan sorot mata penuh dengan kekecewaan.Sementara Mbak Nisa, terlihat berusaha menenangkan Mas Akbar yang sudah mulai emosi. Jemarinya yang lentik, mengusap perlahan punggung tangan Mas Akbar.“Ma-afkan Adek, Mas. Bukan maksud Adek menyembunyikan masalah yang sedang terjadi, tetapi Adek takut akan menjadi beban fikiran Mas Akbar!” jawabku memberikan alasan.“Membebani apa maksud Kamu, Dek? Mas ini Kakakmu, jadi berhak tahu apa yang terjadi dengan Adiknya. Mas tidak rela jika Kamu hidup menderita!" ujar Mas Akbar sedikit lebih tenan