Share

Bab.7

"Saya kira Mas Adnan sudah menjelaskan kepada Ibu masalah dalam rumah tangga kami," jawabku dengan sopan.

Aku sangat menghormati ibu mertuaku, karena sikap beliau selama ini begitu baik.

"Adnan hanya bilang telah terjadi kesalah pahaman diantara kalian berdua. Itu sebabnya, Ibu datang kesini untuk bertanya langsung kepadamu," jawab Ibu seraya menatapku dengan sorot matanya yang teduh.

"Kesalah pahaman katanya? Apakah ketika seorang Istri menangkap basah suaminya yang sedang tidur dengan wanita lain itu masih bisa dikatakan kesalah pahaman?" tanyaku kepada Ibu.

Wajah ibu sedikit tercengang mendengar pertanyaanku. Berbeda dengan Mas Irwan, dia terlihat biasa saja.

"A-apa maksudmu Aisha? Adnan berselingkuh?" tanya Ibu seolah tidak percaya anak kesayanganya telah mengkhianati pernikahannya sendiri.

"Iya Bu. Mas Adnan berselingkuh dengan wanita yang lebih muda dariku. Mereka tidur di ruko tempat usaha Mas Adnan!" tegasku.

Kedua netra ibu terlihat mengembun. Sementara wajahnya masih terlihat seolah tidak percaya dengan kenyataan yang ada. Mungkin dia tidak menduga jika anaknya melakukan perbuatan yang bisa mencoreng nama baik keluarga.

"Seharusnya kamu introspeksi, Aisha. Kenapa sampai Adnan berselingkuh darimu!" ucap Mas Irwan ketus.

Hati terasa panas mendengar ucapan kakak iparku itu. Jadi menurutnya, Mas Adnan selingkuh karena kesalahanku?

"Instrospeksi apa maksud kamu, Mas? Apa maksud Mas aku tidak becus menjalankan tugas sebagai seorang istri, begitu?" ucapku dengan intonasi yang meninggi.

Emosiku tersulut karena merasa disudutkan oleh kesahalan yang tidak pernah dilakukan.

"Laki-laki itu kalau terpuaskan dirumah, tidak mungkin jajan diluar. Kalau Adnan berselingkuh, itu tandanya dia tidak puas denganmu!" ujarnya lagi dengan wajah tanpa dosa.

"Jadi menurut Mas Irwan, wajar jika laki-laki tidak puas dengan pelayanan istrinya di rumah dan berselingkuh, begitu?" sindirku.

"Bagiku wajar, karena laki-laki adalah kepala keluarga dalam rumah tangga. Lagipula, dalam agama kita laki-laki diperbolehkan memiliki lebih dari satu orang istri."

Ucapan Mas Irwan semakin membuatku meradang. Kedatangannya bukan menjadi penengah diantara kemelut rumah tanggaku, namun malah sebaliknya.

"Jadi berzina menurutmu hal yang wajar juga, Mas? Kamu sama saja dengan Mas Adnan, sama-sama sudah tidak waras!!" bentakku.

"Enak saja bilang aku tidak waras. Wajar Adnan berselingkuh, dia tidak tahan dengan wanita sok berkuasa seperti kamu!"

Amarahku mencapai puncaknya, darah dalam tubuh seakan mendidih dan mulai naik ke ubun-ubun. Namun saat aku ingin beraksi membalas perkataannya, ibu mertua segera bertindak.

"Sudah-sudah, cukup. Kita kesini mau mencari solusi dan jalan tengah masalah ini tetapi kenapa malah jadi berdebat seperti ini? Irwan, sebaiknya kamu tidak usah ikut bicara. Percuma kalau hanya semakin memperuncing masalah!" hardik ibu mertua kepada anak tertuanya.

Aku menarik nafas dalam, sebelum menghembuskannya kasar. Mencoba berusaha mengatur emosi yang siap meledak bagaikan bom atom. Semua aku lakukan semata-mata karena masih menghormati ibu mertua.

"Aisha, kalau memang Adnan yang bersalah, tolong maafkan dia. Nanti biar Ibu yang bicara kepadanya dan meminta maaf kepadamu!" ibu mertua terlihat memohon kepadaku.

"Maafkan Aisha, Bu. Sudah menjadi komitmen Aisha, jika dalam pernikahan ada kekerasan dalam rumah tangga atau perselingkuhan, tidak akan ada kata maaf dan toleransi. Minggu depan Aisha akan mengajukan gugatan perceraian ke kantor pengadilan agama!" ucapku tegas.

"Aisha, jangan cepat mengambil keputusan. Ibu yakin, saat ini kamu sedang emosi. Coba dipertimbangkan kembali, kalian memiliki anak yang masih kecil. Adeva masih membutuhkan kasih sayang ayahnya," ratap ibu mertua seraya menggenggam jemariku.

"Maafkan Aisha, Bu karena tidak bisa memaafkan Mas Adnan. Bagi Aisha, berselingkuh itu adalah suatu penyakit yang akan sulit disembuhkan. Kalaupun sembuh, suatu saat pasti akan kambuh. Aisha tidak mau menanggung resiko tersiksa lahir batin, Bu," sahutku menolak permintaan ibu dengan halus.

"Biar saja dia menggugat cerai Adnan, Bu. Toh Adnan sudah memiliki usaha yang bagus, jadi tidak membutuhkan wanita ...." ucap Mas Irwan tidak meneruskan ucapannya.

Sepertinya dia keceplosan bicara, namun terhenti karena ibu mertua melotot ke arahnya.

Apa maksud perkataan Mas Irwan, jika Mas Adnan tidak membutuhkanku lagi karena sekarang dia sudah memiliki usaha? Apa selama ini Mas Adnan menikahiku karena ada tujuan tersembunyi?

"Ibu harap, kamu mempertimbangkan kembali keputusanmu untuk bercerai dengan Adnan. Ingat, ada Adeva yang akan kehilangan kasih sayang ayahnya jika kalian bercerai!" ibu mertua tidak menyerah membujukku.

Aku hanya mengangguk, seolah mengikuti permintaannya. Wanita paruh bayu itu kemudian bangkit dari tempat duduknya dan berkata, " Aisha, maaf apakah uang bulanan ibu bisa ditransfer hari ini?" tanya ibu lirih namun berhasil membuatku terkejut.

Rasa hormatku tiba-tiba sirna ketika mendengar permintaannya. Aku tidak menyangka, jika beliau masih mengharapkan jatah bulanan disaat rumah tangga sedang kacau karena ulah anaknya.

Aku memang belum mengirimkan jatah rutin kepada ibu mertua bulan ini.

"Maaf Bu, mulai bulan ini dan seterusnya aku tidak akan mengirimkan jatah bulanan lagi. Aku membutuhkan uang banyak untuk proses pengajuan gugatan cerai!" jawabku dengan jujur.

Wajah ibu yang awalnya terlihat sedih seketika berubah menjadi garang. Matanya menatapku sinis dan deru napasnya terdengar naik turun. Baru sekarang aku mengetahui watak asli wanita yang bergelar ibu mertua ini.

"Kamu masih sah menjadi istri Adnan, jadi masih menjadi kewajibanmu mengirimkan uang kepada Ibu, Aisha!" protes ibu dengan wajah tidak tahu malu.

"Maaf Bu, silakan minta saja pada Mas Adnan. Bukankah sekarang Mas Adnan sudah tidak membutuhkanku lagi?" sahutku dengan santai.

"Sudah Bu, jangan permalukan diri kita di depan wanita sombong ini. Pantas Adnan berselingkuh darinya, karena selain dia sombong dia juga punya sifat kikir kepada Ibu Mertuanya sendiri!!" teriak Mas Irwan seraya menyeret tangan ibu keluar dari rumah.

Aku segera menutup pintu rumah dengan sekali hentakan, sebagai luapan emosi yang tidak tersalurkan. Biar saja sekalian aku di cap sebagai menantu kurang ajar karena bertindak kurang sopan kepada Ibu Mertua.

Selama ini aku sudah berusaha menjadi Istri dan menantu yang baik. Namun semuanya percuma, karena kenyataannya Mas Adnan mengkhianatiku padahal selama ini dia sudah menjadi benalu dalam rumah tangga kami.

"Ada apa Bu? Apakah Ibu baik-baik saja?" tanya Bik Darmi yang terlihat berlari tergopoh-gopoh dari arah dapur.

"Tidak apa-apa, Bik. Saya cuma emosi saja sama keluarga benalu seperti mereka," jawabku seraya berusaha tersenyum dipaksakan.

"Benalu teh apa, Bu?" sepertinya Bibik baru dengar!" timpal Bik Darmi polos.

"Benalu itu sama kayak parasit Bik. Hidupnya merugikan orang lain," jawabku menjelaskan.

"Ooh itu maksudnya. Iya, Bibik paham Bu," ujar Bik Darmi seraya tersenyum malu-malu.

"Adeeva mana Bik?" tanyaku, karena daritadi tidak melihatnya.

"Non Adeeva sedang nonton kartun di TV, Bu," jawab Bik Darmi.

"Ya sudah, saya ke Adeva dulu Bik."

Bik Darmi hanya mengangguk dan melangkah kembali menuju dapur.

...

Malam harinya, ponselku berdering dengan kerasnya. Aku lupa mengatur volumenya, setelah mendengarkan alunan musik favorit tadi sore. Segera meraihnya tanpa melihat siapa yang menghubungiku di waktu malam begini.

"Hei wanita sombong!!!"

Aku terkejut mendengar teriakan seseorang di sebrang sana....

***

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Revida Anugrah
wah mereka emang benar" kluarga farasit....
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
keluarga toxic
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status