Roy tertawa pelan, sambil menggelengkan kepalanya. “Bibi terlalu asik, sampai saja panggil di depan tidak ada yang menyahut,” jawab Roy, dengan wajah sedikit kesal namun nyatanya tidak. Itu hanya menjadi gurauan yang disalurkan lewat ekspresi.Bu Ira tersenyum kikuk. “Wajar den, udah tua. Pendengaran bibi sudah mulai tidak berfungsi,” balasnya. Memang kan faktor U? Jika semakin tua mungkin telinga, mata bahkan seluruh anggota tubuh pasti akan mulai tidak berfungsi. Bukan tidak berfungsi, namun tidak sepenuhnya bisa melihat, mendengar dengan jelas seperti manusia yang baru lahir.Roy hanya menganggukan kepalanya, dia berjalan ke kulkas dan Mengambil sebotol minuman.“Reva mana, Bi?” Tanya Roy, sembari meminum minuman yang berada di tangannya.“Dikamar dia, hujan-hujan malas katanya keluar,” jawab Bi Ira sebelum menatap Roy dengan nyalang. “den Roy, suka ya sama Neng Reva?” Bi Ira menunjuk Roy, dengan senyum candanya. Bahkan menatao Roy yang benar terlihat seperti terciduk.Roy justru
Roy menatap kedua mata Reva, yang tengah menatap wajahnya tak kalah tajam. Roy menganggukkan kepalanya dengan mantap, seusai mendengar pertanyaan dari Reva. “Aku benar mencintaimu Reva. Aku tahu, jika sikapku terasa dingin untukmu, tapi percayalah itu cara ku untuk menyembunyikan rasa cintaku di hadapanmu,” jawab Roy dengan sangat tulus, membuat Reva yang mendengarnya menjadi sedikit terharu.“Terimakasih Roy,” jawab Reva, bahkan seperti berbisik namun masih bisa di dengar jelas oleh Roy.“Sama-sama Reva. Kita lewati semua bersama-sama ya?” kata Roy, memegang kedua tangan Reva dengan erat. Bahkan Reva pun membalas tautan tangganya tak kalah dengan erat.Ekem!Mereka berdua saling mengalihkan pandanganya, dan melepaskan tautan tangan mereka. Ketika Bu Ira datang begitu saja di hadapan mereka, bahkan menatap mereka berdua dengan lucu.“Keciduk ya? Maaf bibi teh lihat pintu terbuka kira enggak ada orang,” kata Bu Ira, sedikit tidak enak. Namun dia merasa senang, melihat Roy dan Reva ter
“Aku belum izin kepada orang tuaku di kampung. Aku juga tidak mau disini teralu lama, mereka pasti akan sibuk mencariku,” jawab Reva. Mengingat jika dia pergi tanpa sepengetahuan siapapun, membuat Roy hanya menghembuskan nafasnya dengan pasrah.“Baiklah, tapi jika kau membutuhkan pekerjaan jangan cari yang lain. Cukup datang kepadaku, katakan kau mau di posisi mana pasti akan aku berikan,” balas Roy dengan nada tegasnya.Reva tersenyum, mendengar ucapan Roy. “Termakasih banyak Roy.”Ucapan merka terpaksa terhentikan, ketika makakan yang mereka pesan sudah datang kepada mereka.Setelah pelayan pergi, mereka menyantap makanan dengan senang dan lahap. Bahkan Reva dan Roy yang sama-sama lapar, karena belum sempat untuk memakan nasi.Tak butuh waktu lama, mereka sudah selesai makan. Lantas Roy membayar, dan kembali ke mobil.“Kita jadi ke ujung taman kota kan?” tanya Reva, dengan cepat dibalas anggukan oleh Roy.“Iya, lagian kamu belum pernah ke sana bukan? Sekarang aku akan mengantarkanmu
Penolakan RestuSetelah meyakinkan Reva dengan pasti, bahkan membuat dia semangat. Sekarang Reva berada di dalam mobil Roy, Roy akan mengajak Reva untuk bertemu keluarganya. Terlihat Reva yang sedikit gelisah, Roy pun paham membuat dia tak menghidupkan mobilnya dari tadi.“Reva, apa yang kamu pikirkan? Aku lihat kau sejak tadi, terlihat sangat gelisah,” tanya Roy, dengan menatap wajah Reva dengan cemas.Reva berusaha untuk menstabilkan nafasnya, lalu menggelengkan kepalanya. “Tidak ada apa, aku hanya gugup karena ingin bertemu keluargamu,” jujur Reva, membuat Roy menghembuskan namanya paham.“Kita berangkat sekarang, atau kamu ingin refresing? Agar tidak terlalu gelisah?” tawar Roy, dibalas gelengan oleh Reva.“Tidak perlu Roy, kita langsung saja biar tidak keburu siang.” Roy pun mengikuti Reva, dia menyalakan mobilnya dan pergi dari pekarangan rumah singgah. Roy sengaja membawa mobil, dengan kecepatan rendah. Agar Reva bisa mengatur gekisahnya, dan nanti akan baik-baik saja.Tak bu
Roy menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Ayah, cinta Roy ada kepada Reva. Kenapa kalian tidak merestuinya?” tanya Roy tak habis fikir, dia lalu menatap Reva yang hanya diam menundukan kepalanya.“Sampai kapanpun, tidak akan!”“baik Bu.” Reva mengangkat suara, dia menatap kedua orang tua Roy dengan sopan. Masih menghargai orang tua di dihadapannya, walau mereka memperlakukan Reva tidak baik.“Saya memang tidak pantas bersanding dengan anak bapak, saya juga sadar saya hanya seorang janda,” jawab Reva.Bu Werdah tersenyum dengan senang. “Baguslah jika kau sadar diri, karena kami memang menginginkan kau untuk sadar diri,” balas Bu Werdah.Roy menatap Reva. Namun Reva dengan cepat mengalihkan pandanganya.“Saya permisi, maaf suda lancang datang kemari.” Reva langsung pergi dari hadapan mereka, Roy hendak mengejar namun Bu Werdah mencegat Roy agar tidak mengejar Reva.“Mau kemana? Mau kerjar dia? Lihat! Dia sama sekali tidak memiliki sopan santun, bahkan pulang salam saja tidak!” bentak B
Reva sudah berada di rumah, dengan sangat lesu dia memasuki rumahnya dengan raut yang berbeda. Bahkan Bi Ira belum berani untuk menyapanya, melihat raut wajah Reva.Reva tak menyapa Bi Ira, dia juga langsung menaiki tangga untuk pergi ke dalam kamarnya. Dia benar hancur, tidak bisa di jelaskan dengan kata-kata saja. “Kenapa dengan Neng Reva?” Batin Bi Ira bertanya-tanya, tentang apa yang terjadi kepadanya. Namun dia tidak berani untuk bertanya, dia pun memutuskan untuk kembali melanjutkan pekerjaan dan menunggu berapa menit lagi, untuk bertanya kepada Reva.Lain halnya dengan Reva, yang langsung merebahkan diri di atas kasur. Tidak kuat menahan tangis dan sakit hati, yang dia rasakan sejak tad.“Kenapa mereka sungguh keterlaluan sekali?” kata Reva dibalik bantal, mengingat bagaimana perkataan keluarga Roy kepada dirinya.Reva benar merasa paling rendah, bahkan paling sampah di mata keluadepannya.“Aku memang seorang janda, tapi aku juga punya perasaan, hiks!” teriak Reva, dengan memu
Reva menghembuskan nafasnya, dia maish nampak bimbang untuk memikirkan semua itu. Namun bagaimana bisa, jika memang sudah soeerti itu alurnya. Hanya sampai disini saja Reva bisa bersama dengan Roy, tidak akan lagi mungkin kenangan mereka bersama nanti.“Baiklah Bi, aku mungkin akan mengikuti kata bibi,” jawab Reva, membuat Bi Ira menghembuskan nafasnya dengan lega.“Bibi suka, jika kau menurut. Sekarang ayo, kita makan. Isi energi kamu, sudah lewat siang pasti kamu belum makan,” ajak Bi Ira. Menarik tangan Reva agar mau bangkit, dan mengajaknya untuk ke meja makan.Di meja makan, sudah banyak sekali makanan yang tersedia. Lauk pauk kesukaan Reva, senuanya berada diatas meja maka. Membuat Reva benar merasakan hangatnya rumah dan sebuah keharmonisan keluarga, walau hanya dua orang tegapi Reva merasakan bagaimana kehangatan didalamnnya.“Kita makan, ya.” Setelah memberikan Reva makanan, mereka pun makan bersama. Sesekali, mereka tertawa ria mengobrol tentang hak yang mungkin bisa menjad
Pagi hari yang cerah, matahari batu bersinar menyinari bumi. Orang sudah berlalu lalang, untuk berangkat kerja dan berangkat ke sekolah.Tok! Tok! Tok! Bi Ira mengetuk pintu kamar Reva, tak lama kemudian Reva membuka kamarnya. Dia terlihat seperti baru bangun tidur.“Ada apa Bi?” Tanya Rev, sambil mengucek kedua matanya dengan tangan.“ada Den Roy dibawah, apakah kau tidak turun?”Reva melebarkan matanya. “Bilang aku sedang mandi, ya bi.” Reva langsung menutup pintunya, membuat Bi Ira menggelengkan kepalanya. Iya. Roy sudah berada di dalam rumah singgahnya, duduk di sofa dengan pakaian kantornya. Dia akan berangkat kerja, namun dia harus bisa menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu bersama dengan Reva.Bi Ira membawakan minuman kepadanya, menaruh di atas meja dengan sopan. “Neng Reva masih mandi, ditunggu saja ya Den,” ujar Bi Ira, membuat Roy menganggukan kepalanya dengan cepat.Bi Ira pergi dari hadapan Roy, Roy pun menatap di sekitar. Menghilangkan rasa bosannya, dia lalu memai