Share

Demosi

Tio pun lesu keluar dari kamar Reva. Rasanya masih belum siap kalau dirinya harus berpisah dengan Reva. Tio menuju ke kamar Mila. Mila sudah menempati kamar di lantai bawah. Meskipun ukurannya tidak sebesar kamar Reva di atas tetapi lumayan untuk tinggal di sana.

"Bagaimana, Mas? Apa Mbak Reva sudah setuju untuk kita menikah secara resmi?" tanya Mila.

Tio terdiam.

"Mbak Reva nggak setuju?" tanya Mila lagi.

"Dia nggak mau dimadu. Dia memilih untuk berpisah dengan ku," jawab Tio lesu.

"APA? Nggak. Kalian nggak boleh pisah! Kalau kalian pisah dan kamu nggak punya penghasilan terus kita mau bagaimana?" 

"Ya maka dari itu."

"Kalau nggak menikah resmi aku nggak mau berhubungan sama kamu, Mas. Kamu ingat itu, kan?" ujar Mila.

"Iya. Tapi setidaknya aku boleh tidur di dalam kan? Aku diusir sama Reva," tanya Tio lirih.

"Nggak. Kamu tidur di luar. Kalau kita tidur bersama kamu bisa curi-curi lagi," tolak Mila.

Saat ini Tio sangat bingung karena memiliki dua istri tetapi tidak ada yang mau tidur dengannya. Dengan berat hati Tio melangkah menuju ke sofa depan televisi. Dia merebahkan diri di sana. Dia memikirkan cara agar Reva mau menerima Mila untuk menjadi madunya tanpa harus berpisah.

Esok harinya Reva sudah berpakaian rapi untuk menuju ke kantor. Dia melihat Tio masih tertidur pulas di depan televisi. "Katanya pengantin baru. Malah tidur pisahan begitu," gumamnya.

Tetapi Reva tak peduli. Dia hanya menyiapkan sarapan dan juga bekal untuk dirinya ke kantor. Tanpa menyisakan di rumah. Baginya saat ini Reva sendirian tidak memiliki suami.

Saat Reva hendak berangkat, Tio rupanya terbangun. "Kamu sudah mau berangkat, Rev?" tanyanya. 

"Iya." Reva hanya terus berjalan tanpa mengindahkan Tio.

"Kamu sudah menyiapkan sarapan kan untuk aku dan juga Mila?" tanya Tio.

Reva menghentikan langkah. Menoleh ke arah Tio.

"Kenapa harus aku yang menyiapkan? Kamu kan sudah memiliki istri baru yang katamu bisa melayani kamu. Aku mau bekerja jadi kamu minta sama istri baru mu untuk menyiapkan kamu sarapan!" ucap tegas Reva.

"Tapi kan kami tidak punya uang. Mila dan aku nggak bekerja. Jadi kamu bagi lah uang untuk kami makan. Setidaknya nya untuk beli bahan makanan," pinta Tio.

"Mas, kamu nggak usah khawatir! Di dapur ada banyak bahan makanan yang bisa Mila gunakan memasak. Jadi nggak perlu lah aku membagi uang untuk kalian juga," tolak Reva lalu bergegas pergi. Karena dia tidak mau banyak berdebat dengan Tio hanya untuk menghabiskan waktu dan membuatnya telat datang ke kantor.

Reva mengendarai motornya dan sampai lah dia di kantor. Menyapa beberapa pegawai dan duduk di tempatnya mengais rezeki. Dia termenung. Sampai kapan dia akan bertahan di rumah tersebut. Sedangkan Tio juga sudah menikah lagi. Apakah Reva harus menanggung biaya Tio dan juga Mila. Itu membuat biaya pengeluaran begitu banyak. 

Hanya berdua saja dengan Tio biasanya juga banyak mengeluarkan biaya karena kebiasaan hedon Tio sekarang ditambah Mila. 

Tidak menyadari Reva ada bawahannya yang masuk ke dalam ruangannya. 

"Maaf, Bu. Saya langsung masuk. Karena beberapa kali saya mengetuk pintu tidak ada jawaban. Sedangkan ada berkas yang harus Ibu tanda tangani," ucap Linda.

"Iya, saya yang minta maaf tidak mendengar kalau kamu mengetuk pintu," sahut Reva.

"Sepertinya ibu sedang banyak pikiran.  Apa perlu saya menyiapkan teh hangat?" Linda memberikan tawaran.

"Tidak perlu, Lin. Maaf kalau saya merepotkan kamu," tolak Reva.

Sudah bekerja cukup lama Linda cukup mengerti dengan keadaan atasannya. Entah sedang dalam suasana hati senang atau sedih. Linda cukup mengenal Reva. Tetapi dia tidak ingin terlalu jauh ikut campur. Dia hanya ingin memastikan jika atasannya bisa baik-baik saja.

Meeting para manajer akan dimulai. Reva lupa kalau hari ini ada meeting. Bahkan dia belum menyiapkan apapun. 

"Bu, sepertinya Bu Reva belum menyiapkan bahan untuk meeting, ya? Saya susah siapkan semua. Tinggal ibu baca nanti!" ucap Linda.

"Terima kasih banyak, Lin," sahut Reva kemudian masuk ke dalam ruang meeting. Di sana sudah ada pada manajer dan juga CEO perusahaan. Reva melihat orang baru di sebelah CEO. Tetapi Reva hanya terus berjalan menuju ke kursinya. 

Setelah dimulai, Ternyata CEO memperkenalkan CEO baru yang akan menaungi perusahaan mereka. Usianya masih terlihat muda. Reva hanya menyimak tanpa melihat banyak ke arah sumber suara yang sedang memperkenalkan diri.

Beberapa petinggi dan manajer sudah mempresentasikan kinerja masing-masing. Kini giliran Reva. CEO lama bertepuk tangan karena Reva adalah manajer terbaik yang ada selama ini. Di bawah naungan Reva keuangan begitu transparan dan sangat terkondisi. Bahkan CEO lama juga membanggakan Reva di hadapan CEO baru yang diketahui bernama Roy.

Tetapi hari ini terlihat berbeda. Bahkan semua peserta rapat pun tak menyangka jika Reva terlihat kurang profesional. 

"Kamu siapa namanya?" tanya Roy dengan nada tinggi.

"Reva," jawab Reva pelan.

"Jadi seperti ini kinerja manajer yang berprestasi? Iya? Saya kira tidak ada kata untuk tidak profesional. Karena saat ini saya yang menjabat CEO saya turunkan kamu sebagai staf keuangan biasa. Tidak ada toleransi," bentak Roy.

Semua mata tertuju pada Roy. Reva yang selama ini bekerja dengan sangat baik dan menjadi panutan manajer lain harus melihat saat itu juga Reva diturunkan jabatannya. Bahkan CEO lama pun tidak bisa membela Reva karena semua keputusan sudah diberikan kepada Roy.

Reva menghela nafas panjang. "Baik, Pak. Saya terima. Kalau begitu saya permisi meninggalkan ruang rapat," pamit nya. 

Beberapa petinggi dan manajer lain pun menyesalkan keputusan itu. Tetapi ada juga yang senang karena ada yang bisa menggantikan posisi Reva.

Reva menuju ke ruangannya. Karena hari ini ruangan itu menjadi ruangannya yang terakhir. Dia tidak bisa menahan air matanya. Jujur kerja kerasnya selama ini merasa sia-sia. Dia juga tidak bisa menyalahkan siapa pun. Karena dirinya lah yang bersalah karena tidak profesional. Setidaknya dia masih diberikan kesempatan untuk bekerja. Bukan malah dipecat. Kalau iya bagaimana nantinya akan menghidupi dirinya, Tio dan istri baru Tio.

Linda yang segera masuk untuk bertanya kepada Reva. "Kenapa Bu Reva menangis?"

Reva justru tersenyum melihat kedatangan Linda. "Terima kasih karena selama ini kamu sudah membantu saya. Hari ini saya tidak lagi menjadi atasan kamu. Saya akan digantikan oleh orang lain."

Ucapan Reva membuat Linda bingung. Tetapi dia berpikir positif. "Apa Bu Reva akan diangkat jabatan?"

"Tidak, Linda. Posisi ku lebih rendah dari kamu. Kita masih bisa bertemu. Kamu jangan panggil aku Bu, ya!" jawab Reva.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
lagi² perempuan bodoh dan tolol objek penderitaan ... sekelas menejer masa mai²nya dimadu dan mau2nya menghidupi benalu !!! yg benar thor jnagan menjadikan perempuan terus objek penderitaan !!!!
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
bertahanlah dipoligami klu cuman si tyo laki2 di dunia ini. klu si reva sedikit pintar, seharusnya bisa lebih tegas utk berpisah
goodnovel comment avatar
Dyah Astri Andriyani
kere kok berani poligami .........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status