[Rev. Kamu cepat pulang setelah selesai bekerja! Karena ada tamu di rumah. Bawa juga makanan yang enak untuk tamu kita!]
Begitulah pesan dari Tio, suami dari Reva. Rela bekerja di sebuah perusahaan bagian manajer. Mereka belum dikaruniai anak sejak lima tahun pernikahan.
Tio sehari-hari di rumah. Tidak bekerja, karena dia salah satu korban dari pengurangan karyawan di tempat kerja sebelumnya. Sejak tiga tahun terakhir, Reva lah yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Karena rumah mereka juga masih ngontrak.
Meskipun begitu, Reva tidak keberatan karena baginya yang paling penting saat ini adalah bekerja untuk keluarga.
Sepulangnya dari kantor, Reva membawa terang bulan, ayam goreng krispi lengkap dengan nasi dan sambal. Reva juga belum tahu siapa tamu yang dimaksud suaminya itu.
Reva berangkat dan pulang kerja naik motor, karena memang itu satu-satunya kendaraan yang dimilikinya.
Setelah memarkirkan motornya, Reva membawa makanan yang sudah dibeli di dekat kantornya.
Pintu tidak terkunci sehingga Reva bisa langsung masuk ke dalam rumah. Betapa terkejutnya Reva melihat suaminya sedang bermesraan dengan seorang wanita yang belum pernah ia kenal.
Tio dan perempuan terkejut juga karena kedatangan Reva tidak terdengar. Padahal suara motornya harusnya sudah terdengar oleh mereka sebelum Reva masuk rumah.
“Ka-Kamu sudah pulang, Rev,” sapa Tio setelah melepaskan wanita yang dicumbu sebelumnya.
Reva menghela napas, tidak akan ada kemarahan menurutnya. “Jadi ini tamunya?” tanyanya.
“Oh, iya. Kenalkan ini Mila. Ini istriku yang kedua. Dia akan tinggal di sini juga, Rev. Kamu mengizinkan, kan?” tanya Tio.
Reva menghampiri meja tamu, dan meletakkan beberapa bungkus makanan yang dia bawa. “Kenapa tidak? Silakan kalian tinggal di sini! Lagipula katamu Mila juga istrimu bukan? Ini makanan untuk kalian. Silakan dimakan! Aku sudah makan tadi, jadi tidak perlu menyisakan untukku,’’ ucapnya santai.
“Rev, kamu beneran mengizinkan? Kamu nggak marah?” tanya Tio.
“Kenapa harus marah?” balas Reva.
“Kenalkan aku Mila. Istrinya Tio,” ucap Mila sembari mengulurkan tangan.
Reva meraih tangan Mila dan memberikan senyum kepada Mila. “Aku Reva. Semoga kita akrab, ya.”
Tidak ada yang tahu tangannya langsung bergetar begitu melepas tangan Mila. Dengan penuh kesopanan, Reva mengangguk pelan tanpa melepaskan senyumnya. Lantas dengan tenang pergi ke kamarnya.
Begitu pintu terkunci, badan Reva luruh ke lantai. Sejak tadi kakinya lemas, nyaris jatuh. Beruntunglah ia bisa menahannya. Digigitnya bibir kuat-kuat, berupaya menahan jatuh air mata. Wanita kuat sekalipun pasti akan sakit hatinya bila dikhianati terang-terangan.
Reva terdiam. Terang-terangan? Jangan-jangan ... mereka sudah melakukan ini sejak lama? Dadanya terasa sakit seolah-olah dihantam palu. Padahal ia sudah berusaha selama tiga tahun ini, Cuma demi sang suami.
Perlahan Reva berdiri. Kakinya hanya melangkah pelan ke ranjang, tetapi tenaga ia terkuras habis. Pada akhirnya lagi-lagi ia jatuh, kali ini ke kasur, dan terbaring. Reva mengeluarkan handphone dari tas. Ketika melihat cerminannya di kaca ponsel, dia menghela napas.
Menyedihkan, pikirnya.
Sikap Reva di depan tadi hanya kamuflase, sesuatu untuk meyakinkan para pengkhianat bahwa ia bukan orang cengeng yang mudah patah. Juga, untuk meyakinkan dirinya, bahwa ia kuat.
Reva bukan wanita tidak berperasaan yang mampu begitu saja membiarkan suaminya secara terang-terangan membawa istri barunya ke rumah. Namun, ia juga bukan wanita bodoh. Ia tak ingin merusak penampilan dengan acara labrak-labrak dan jambak-jambak, menangis dan menjerit hingga make up yang dipakainya luntur, atau merusak karir sebagai manajer yang susah-susah dibangun selama bertahun-tahun.
Reva memilih untuk terus bertahan sampai waktunya tiba. Karena tentu suaminya tidak bisa menikahi istri barunya secara negara kalau tidak ada izin dari istri pertamanya. Bagi Reva tidak ada kata menjadi pertama atau kedua. Hanya ada satu sebagai seorang istri.
Tetapi Tio telah berkhianat. Bahkan tidak malu ketika membawa pulang istri baru untuk tetap tinggal di rumah mereka. Sebenarnya rumah itu adalah rumah hasil jerih payah mereka berdua.
Kalau pun Reva bercerai tentu memiliki hak atas rumah tersebut. Tidak rela Reva melepaskan rumah yang telah dibangunnya dengan susah payah begitu saja. Dia ingin memperjuangkan nya meskipun harus bertarung di pengadilan.
Reva memilih untuk mandi. Membasahi diri di bawah guyuran shower. Rasanya ingin sekali mendinginkan badan nya yang sebenarnya ingin meluap-luap.
Malam harinya rupanya Tio masuk ke dalam kamar Reva. "Rev, terima kasih kamu sudah menerima Mila. Tetapi aku ingin kamu menyetujui untuk mengizinkan aku dan Mila menikah resmi. Meskipun kami sudah menikah siri tentu ini tidak mudah bagiku. Karena Mila menolak berhubungan denganku jika tidak menikah resmi."
"Lalu kamu meminta aku untuk menyetujui kamu menikah lagi? Kamu lupa kalau kita pernah mengatakan tidak ada toleransi untuk selingkuh. Malah kamu mendatangkan istri baru di hadapanku. Aku tidak akan pernah setuju dimadu. Ceraikan saja aku dan kamu bisa bebas menikah dengan siapapun!" tegas Reva.
"Tidak, Sayang. Aku cinta sama kamu. Aku nggak mau kita pisah. Mila hanya cadangan saja. Tetap kamu yang pertama, Reva. Aku ingin kita hidup bersama-sama," pinta Tio. Dia seperti tidak tahu diri mengatakan hal demikian itu. Dia tidak memikirkan perasaan Reva yang sebenarnya sangat hancur mengetahui bahwa laki-laki yang dinikahi nya ternyata sudah menikah lagi dan kini memelas untuk menyetujui menikah lagi.
"Kamu jangan egois, Tio! Sudah tahu kamu yang salah jangan kamu malah menyalahkan aku! Aku sudah bekerja pagi sampai sore dan kamu menghadiahi ini untuk ku? Laki-laki macam apa kamu? Ceraikan saja aku atau aku yang akan menggugat kamu di pengadilan?" Reva memberikan usulan.
"Tidak kah kamu masih mencintai ku, Reva? Kita menjalani pernikahan kita lima tahun. Masa iya kamu dengan mudah berpisah dengan ku?" tanya Tio.
"Iya, aku memang pernah cinta sama kamu. Tetapi mulai hari ini juga cinta itu pudar. Silakan kamu pergi dari kamar ini! Aku ingin tidur sendiri! usir Reva yang sudah sangat malas melihat wajah Tio yang tidak ada rasa bersalah.
"Tapi Reva, tolong kamu mengerti keadaan ku! Aku juga ingin mendapatkan kasih sayang karena kamu selalu sibuk bekerja maka aku di rumah merasa kesepian. Aku butuh sosok yang bisa mengerti diriku. Hanya itu saja. Tetapi cintaku sama kamu tidak berubah," ungkap Tio.
Reva menggelengkan kepalanya. Dia tidak menyangka Tio akan berkata seperti itu. Padahal dia bekerja untuk untuk menutupi semua kebutuhan keluarga. Tetapi malah dia berfikir kesepian dan ingin kasih sayang. Sangat gila bagi Reva.
"Pergi kamu! Aku ingin istirahat dan aku sangat lelah hari ini," usir Reva kembali.
Tio pun lesu keluar dari kamar Reva. Rasanya masih belum siap kalau dirinya harus berpisah dengan Reva. Tio menuju ke kamar Mila. Mila sudah menempati kamar di lantai bawah. Meskipun ukurannya tidak sebesar kamar Reva di atas tetapi lumayan untuk tinggal di sana."Bagaimana, Mas? Apa Mbak Reva sudah setuju untuk kita menikah secara resmi?" tanya Mila.Tio terdiam."Mbak Reva nggak setuju?" tanya Mila lagi."Dia nggak mau dimadu. Dia memilih untuk berpisah dengan ku," jawab Tio lesu."APA? Nggak. Kalian nggak boleh pisah! Kalau kalian pisah dan kamu nggak punya penghasilan terus kita mau bagaimana?" "Ya maka dari itu.""Kalau nggak menikah resmi aku nggak mau berhubungan sama kamu, Mas. Kamu ingat itu, kan?" ujar Mila."Iya. Tapi setidaknya aku boleh tidur di dalam kan? Aku diusir sama Reva," tanya Tio lirih."Nggak. Kamu tidur di luar. Kalau kita tidur bersama kamu bisa curi-curi lagi," tolak Mila.Saat ini Tio sangat bingung karena memiliki dua istri tetapi tidak ada yang mau tidur
"Tapi, Bu.""Linda, aku minta tolong untuk kamu membantu aku mengemas barang-barangku! Setelah itu kamu bisa meninggalkan ruangan ini," pinta Reva. Dia memang selalu santun ketika meminta bantuan kepada bawahannya. Linda masih menatap Reva. Entah apa yang terjadi di dalam ruang meeting. Tetapi pasti ada masalah sehingga membuat Reva terlihat kurang fokus hari ini. "Baik, Bu." Setelah selesai mengemas, Reva pun menuju ke ruang staff keuangan biasa. Staff yang lain pun terkejut saat kedatangan Reva. Biasanya Reva ke sana untuk mengecek pekerjaan. Tetapi hari ini dia malah duduk bersama mereka di sana. Banyak yang membicarakan Reva. Tetapi Reva hanya tersenyum. Sebisa mungkin dia menerima apa yang menjadi konsekuensinya. Karena hari ini dia kehilangan konsentrasi. Padahal biasanya kalau ada masalah Reva selalu bisa berlaku profesional. Tetapi pengkhianatan yang dibuat suaminya sangat mengguncang hatinya. Di luar terlihat tegar, namun di dalam hatinya begitu rapuh. Perempuan mana yang
Tio menelan saliva. Melihat Mila makan ayam krispi membuat perutnya meronta. Tetapi apalah daya dia tidak diberikan walaupun sesuap. Tio kembali ke dapur. Dia mencoba untuk menggoreng telur. Dia ambil telur di dalam kulkas dan memanaskan wajan dengan minyak cukup banyak. Tio bingung bagaimana memecahkan telur. Lantas dia memukulkan Telur dan pecah berceceran di lantai. Dia mencoba lagi sampai Telur enam habis dan tak bersisa lagi.Tio sudah lelah tak bisa makan telur dan memilih untuk pergi dari dapur dan menunggu Reva mungkin membawa makanan sepulang dari kantor.*Sepulang Reva bekerja, dia tidak membawa apapun. Begitu masuk ke dalam rumah dia terkejut melihat rumahnya sangat berantakan. Banyak sampah dan bungkus makanan berserakan di lantai. Reva menghela napas. Dia malas membicarakan masalah ini. Lalu dia melihat Tio sedang duduk di depan televisi. "Kamu sudah pulang, Rev? Kamu bawa makanan tidak?" tanyanya. "Tidak," jawab Reva kemudian berlalu meninggalkan Tio. Dia melirik ke ar
Tio langsung masuk ke dalam kamar Reva dimana Reva sedang menenggelamkan diri di bawah selimut. Reva terkejut melihat suaminya masuk ke dalam kamar."Mau apa kamu ke sini?" tanya Reva.Tio tak menjawab kemudian menghampiri Reva yang masih berselimut. Dia menyibakkan selimut Reva lalu memeluk Reva dengan sangat erat. Kemudian menciumi Reva dengan begitu ganas sampai membuat Reva merasa diperkosa sama suaminya sendiri. "Apa-apaan kamu, Tio? Kamu seperti orang gila saja," sentak Reva."Kenapa aku? Aku hanya ingin mendapatkan hakku sebagai suami. Aku masih jadi suami kamu. Jangan mengira aku membawa istri baru kemudian kamu dengan mudah melepaskan diri dariku. Kamu masih wajib melayani aku, Reva," balas Tio.Reva merasa ngeri dengan suaminya sendiri. Meskipun masih suami istri bukankah Reva menolak jika harus diduakan. Dia tidak ingin lagi bersama dengan Tio karena merasa jijik. Bukannya merasa bersalah malah Tio seperti kesetanan. "Aku sudah tidak mau sama kamu. Aku ingin kita bercerai
"Bu Reva kenapa? Sepertinya Bu Reva ada masalah. Boleh cerita ke saya kalau memang butuh teman curhat!" ucap Linda saat melintasi meja kerja Reva yang baru."Eh, kamu, Lin. Sudah aku katakan jangan panggil ibu lagi lah! Aku bukan lagi atasan kamu sekarang," sahut Reva."Tidak. Saya tidak bisa menganggap Bu Reva teman biasa. Karena memang Bu Reva orang yang sangat berkomitmen. Mungkin karena memang ada masalah. Kalau tidak keberatan boleh ceritakan kepada saya, siapa tahu saya bisa bantu, kan?" balas Linda.Reva tersenyum menyambut uluran tangan dari Linda, dianggapnya sebagai seorang sahabat. "Nanti di jam makan siang, ya!" Linda senang karena setidaknya bisa memberikan perhatian kepada Reva. Saat jam makan siang, Reva menceritakan apa yang sedang terjadi di rumah tangga nya. Dia juga tidak segan mengeluarkan cairan bening dari ujung netranya karena rasanya sesak di dalam dada akhirnya bisa keluar dari dalam. "Ya Tuhan, ternyata seperti itu yang terjadi. Saya mengerti sekarang kena
Roy tidak ingin banyak bertanya kepada Reva. Tidak ingin disebut ikut campur. Namun, sebagai atasan tentu Roy juga bertanggung jawab atas keselamatan bawahannya. "Ya sudah, kalau begitu kamu di sini saja! Tanpa saya memberitahukan kepada suami kamu," sahutnya Roy.Reva sebenarnya tidak nyaman berada di rumah sakit. Tetapi kondisi nya tidak memungkinkan untuk pulang. Apalagi ke rumah dan kamarnya berada di lantai atas membuat semakin kesulitan berjalan. Terpaksa dia harus bertahan sementara di rumah sakit tanpa didampingi oleh siapa pun.Sementara itu di rumah, Tio dan Mila menghabiskan waktu bersama sebagai pasangan suami istri baru. Mereka juga tidak menyadari jika Reva sudah waktunya puluhan tetapi tak kunjung malam. Baru malam harinya, Tio ingat kalau Reva belum pulang."Kemana Reva? Tumben belum pulang," gumam Tio."Biarin sajalah, Mas! Lagipula mau pulang dan nggak pulang juga dia bisa jaga diri sendiri. Dia kan sudah besar. Ya kalau anak kecil perlu khawatir. Mungkin dia sedan
"Aku mau di sini saja. Kakiku sakit, untuk berjalan juga susah. Jadi lebih baik kalian pulang saja. Aku tidak butuh kalian. Aku bisa sendiri," usir Reva."Oh, kamu mengusir kami agar kamu bisa pacaran sama laki-laki ini? Iya? Mentang-mentang aku hanya di rumah lantas kamu berbuat seenaknya," sindir Tio.Plak.Tamparan panas mendarat di pipi Tio."Maksud kamu apa, Tio? Aku benar-benar sakit. Aku kecelakaan saat akan pulang. Perilaku dan perkataan mu membuat aku semakin yakin kalau aku benar-benar ingin berpisah dengan mu," tanya Reva tegas."Jadi nanti rumahnya Jadi di jual kan, Mas?" sahut Mila."Kamu malah memikirkan hal itu. Ini pernikahan ku sedang di ujung tanduk," balas Tio.Reva meninggalkan Tio dan juga Mila. Dengan kaki yang pincang dia kembali ke kamar rawatnya. Tio berteriak-teriak membuat petugas keamanan rumah sakit mengusirnya karena dianggap Mengganggu.Roy menghampiri Reva. "Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya."Sebaiknya Pak Roy meninggalkan saya! Bukannya saya mengusir
Reva tak menyangka, dia tidak pulang sehari saja rumah itu sudah sangat kacau. Bagaimana kalau sudah tak pulang. Tetapi hari ini juga dia akan ke pengadilan untuk mengajukan gugatan cerai. Setelah itu dia akan menjual rumah itu dan akan dibagi dua dengan Tio. Reva membuka kunci kamarnya kemudian dia akan mencari berkas yang dibutuhkan. Tetapi tiba-tiba ada yang memeluk Reva dari belakang yang membuat Reva berteriak. "Tolong!" Roy yang di luar pintu mendengar teriakan Reva meskipun samar. Dia pun akhirnya masuk ke dalam rumah itu dan mencari keberadaan Reva. Karena tak ada lagi suara Reva membuat Roy cemas. Tetapi dia mendengar suara pukulan ke tembok yang membuat dia tahu suara berasal dari lantai atas. Roy segera berlari dan mencari Reva. Roy melihat Reva sedang berada di bawah tubuh laki-laki yang kemarin sempat memukulnya. Reva dibungkam mulutnya sementara Tio berusaha untuk melepaskan pakaian Reva. Tetapi Roy sudah lebih dahulu mendorong Tio sampai kuat. "Kamu lagi kamu lagi. N