Beranda / Romansa / Tamu Di Rumah / Pengkhianatan

Share

Tamu Di Rumah
Tamu Di Rumah
Penulis: Akina

Pengkhianatan

Penulis: Akina
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-26 19:48:48

[Rev. Kamu cepat pulang setelah selesai bekerja! Karena ada tamu di rumah. Bawa juga makanan yang enak untuk tamu kita!]

Begitulah pesan dari Tio, suami dari Reva. Rela bekerja di sebuah perusahaan bagian manajer. Mereka belum dikaruniai anak sejak lima tahun pernikahan.

Tio sehari-hari di rumah. Tidak bekerja, karena dia salah satu korban dari pengurangan karyawan di tempat kerja sebelumnya. Sejak tiga tahun terakhir, Reva lah yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Karena rumah mereka juga masih ngontrak. 

Meskipun begitu, Reva tidak keberatan karena baginya yang paling penting saat ini adalah bekerja untuk keluarga. 

Sepulangnya dari kantor, Reva membawa terang bulan, ayam goreng krispi lengkap dengan nasi dan sambal. Reva juga belum tahu siapa tamu yang dimaksud suaminya itu.

Reva berangkat dan pulang kerja naik motor, karena memang itu satu-satunya kendaraan yang dimilikinya.

Setelah memarkirkan motornya, Reva membawa makanan yang sudah dibeli di dekat kantornya. 

Pintu tidak terkunci sehingga Reva bisa langsung masuk ke dalam rumah. Betapa terkejutnya Reva melihat suaminya sedang bermesraan dengan seorang wanita yang belum pernah ia kenal. 

Tio dan perempuan terkejut juga karena kedatangan Reva tidak terdengar. Padahal suara motornya harusnya sudah terdengar oleh mereka sebelum Reva masuk rumah.

“Ka-Kamu sudah pulang, Rev,” sapa Tio setelah melepaskan wanita yang dicumbu sebelumnya.

Reva menghela napas, tidak akan ada kemarahan menurutnya. “Jadi ini tamunya?” tanyanya.

“Oh, iya. Kenalkan ini Mila. Ini istriku yang kedua. Dia akan tinggal di sini juga, Rev. Kamu mengizinkan, kan?” tanya Tio.

Reva menghampiri meja tamu, dan meletakkan beberapa bungkus makanan yang dia bawa. “Kenapa tidak? Silakan kalian tinggal di sini! Lagipula katamu Mila juga istrimu bukan? Ini makanan untuk kalian. Silakan dimakan! Aku sudah makan tadi, jadi tidak perlu menyisakan untukku,’’ ucapnya santai.

“Rev, kamu beneran mengizinkan? Kamu nggak marah?” tanya Tio.

“Kenapa harus marah?” balas Reva.

“Kenalkan aku Mila. Istrinya Tio,” ucap Mila sembari mengulurkan tangan.

Reva meraih tangan Mila dan memberikan senyum kepada Mila. “Aku Reva. Semoga kita akrab, ya.”

Tidak ada yang tahu tangannya langsung bergetar begitu melepas tangan Mila. Dengan penuh kesopanan, Reva mengangguk pelan tanpa melepaskan senyumnya. Lantas dengan tenang pergi ke kamarnya.

Begitu pintu terkunci, badan Reva luruh ke lantai. Sejak tadi kakinya lemas, nyaris jatuh. Beruntunglah ia bisa menahannya. Digigitnya bibir kuat-kuat, berupaya menahan jatuh air mata. Wanita kuat sekalipun pasti akan sakit hatinya bila dikhianati terang-terangan.

Reva terdiam. Terang-terangan? Jangan-jangan ... mereka sudah melakukan ini sejak lama? Dadanya terasa sakit seolah-olah dihantam palu. Padahal ia sudah berusaha selama tiga tahun ini, Cuma demi sang suami.

Perlahan Reva berdiri. Kakinya hanya melangkah pelan ke ranjang, tetapi tenaga ia terkuras habis. Pada akhirnya lagi-lagi ia jatuh, kali ini ke kasur, dan terbaring. Reva mengeluarkan handphone dari tas. Ketika melihat cerminannya di kaca ponsel, dia menghela napas.

Menyedihkan, pikirnya.

Sikap Reva di depan tadi hanya kamuflase, sesuatu untuk meyakinkan para pengkhianat bahwa ia bukan orang cengeng yang mudah patah. Juga, untuk meyakinkan dirinya, bahwa ia kuat.

Reva bukan wanita tidak berperasaan yang mampu begitu saja membiarkan suaminya secara terang-terangan membawa istri barunya ke rumah. Namun, ia juga bukan wanita bodoh. Ia tak ingin merusak penampilan dengan acara labrak-labrak dan jambak-jambak, menangis dan menjerit hingga make up yang dipakainya luntur, atau merusak karir sebagai manajer yang susah-susah dibangun selama bertahun-tahun.

Reva memilih untuk terus bertahan sampai waktunya tiba. Karena tentu suaminya tidak bisa menikahi istri barunya secara negara kalau tidak ada izin dari istri pertamanya. Bagi Reva tidak ada kata menjadi pertama atau kedua. Hanya ada satu sebagai seorang istri.

Tetapi Tio telah berkhianat. Bahkan tidak malu ketika membawa pulang istri baru untuk tetap tinggal di rumah mereka. Sebenarnya rumah itu adalah rumah hasil jerih payah mereka berdua. 

Kalau pun Reva bercerai tentu memiliki hak atas rumah tersebut. Tidak rela Reva melepaskan rumah yang telah dibangunnya dengan susah payah begitu saja. Dia ingin memperjuangkan nya meskipun harus bertarung di pengadilan.

Reva memilih untuk mandi. Membasahi diri di bawah guyuran shower. Rasanya ingin sekali mendinginkan badan nya yang sebenarnya ingin meluap-luap.

Malam harinya rupanya Tio masuk ke dalam kamar Reva. "Rev, terima kasih kamu sudah menerima Mila. Tetapi aku ingin kamu menyetujui untuk mengizinkan aku dan Mila menikah resmi. Meskipun kami sudah menikah siri tentu ini tidak mudah bagiku. Karena Mila menolak berhubungan denganku jika tidak menikah resmi."

"Lalu kamu meminta aku untuk menyetujui kamu menikah lagi? Kamu lupa kalau kita pernah mengatakan tidak ada toleransi untuk selingkuh. Malah kamu mendatangkan istri baru di hadapanku. Aku tidak akan pernah setuju dimadu. Ceraikan saja aku dan kamu bisa bebas menikah dengan siapapun!"  tegas Reva.

"Tidak, Sayang. Aku cinta sama kamu. Aku nggak mau kita pisah. Mila hanya cadangan saja. Tetap kamu yang pertama, Reva. Aku ingin kita hidup bersama-sama," pinta Tio. Dia seperti tidak tahu diri mengatakan hal demikian itu. Dia tidak memikirkan perasaan Reva yang sebenarnya sangat hancur mengetahui bahwa laki-laki yang dinikahi nya ternyata sudah menikah lagi dan kini memelas untuk menyetujui menikah lagi.

"Kamu jangan egois, Tio! Sudah tahu kamu yang salah jangan kamu malah menyalahkan aku! Aku sudah bekerja pagi sampai sore dan kamu menghadiahi ini untuk ku? Laki-laki macam apa kamu? Ceraikan saja aku atau aku yang akan menggugat kamu di pengadilan?" Reva memberikan usulan.

"Tidak kah kamu masih mencintai ku, Reva? Kita menjalani pernikahan kita lima tahun. Masa iya kamu dengan mudah berpisah dengan ku?" tanya Tio.

"Iya, aku memang pernah cinta sama kamu. Tetapi mulai hari ini juga cinta itu pudar. Silakan kamu pergi dari kamar ini! Aku ingin tidur sendiri! usir Reva yang sudah sangat malas melihat wajah Tio yang tidak ada rasa bersalah.

"Tapi Reva, tolong kamu mengerti keadaan ku! Aku juga ingin mendapatkan kasih sayang karena kamu selalu sibuk bekerja maka aku di rumah merasa kesepian. Aku butuh sosok yang bisa mengerti diriku. Hanya itu saja. Tetapi cintaku sama kamu tidak berubah," ungkap Tio.

Reva menggelengkan kepalanya. Dia tidak menyangka Tio akan berkata seperti itu. Padahal dia bekerja untuk untuk menutupi semua kebutuhan keluarga. Tetapi malah dia berfikir kesepian dan ingin kasih sayang. Sangat gila bagi Reva.

"Pergi kamu! Aku ingin istirahat dan aku sangat  lelah hari ini," usir Reva kembali.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tamu Di Rumah   Kebahagiaan

    "Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita

  • Tamu Di Rumah   Pernikahan Mega

    Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay

  • Tamu Di Rumah   Surat dari Bu Wendah

    "Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i

  • Tamu Di Rumah   Berita duka

    Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan

  • Tamu Di Rumah   laki-laki

    Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"

  • Tamu Di Rumah   Dibohongi

    Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status