Home / Romansa / Tamu Di Rumah / Malam Pertama

Share

Malam Pertama

Author: Akina
last update Last Updated: 2022-09-26 19:52:08

Tio langsung masuk ke dalam kamar Reva dimana Reva sedang menenggelamkan diri di bawah selimut. Reva terkejut melihat suaminya masuk ke dalam kamar.

"Mau apa kamu ke sini?" tanya Reva.

Tio tak menjawab kemudian menghampiri Reva yang masih berselimut. Dia menyibakkan selimut Reva lalu memeluk Reva dengan sangat erat. Kemudian menciumi Reva dengan begitu ganas sampai membuat Reva merasa diperkosa sama suaminya sendiri. 

"Apa-apaan kamu, Tio? Kamu seperti orang gila saja," sentak Reva.

"Kenapa aku? Aku hanya ingin mendapatkan hakku sebagai suami. Aku masih jadi suami kamu. Jangan mengira aku membawa istri baru kemudian kamu dengan mudah melepaskan diri dariku. Kamu masih wajib melayani aku, Reva," balas Tio.

Reva merasa ngeri dengan suaminya sendiri. Meskipun masih suami istri bukankah Reva menolak jika harus diduakan. Dia tidak ingin lagi bersama dengan Tio karena merasa jijik. Bukannya merasa bersalah malah Tio seperti kesetanan. 

"Aku sudah tidak mau sama kamu. Aku ingin kita bercerai saja. Tetapi setelah itu kita jual rumah ini dan aku bisa mendapatkan hak yang harusnya memang menjadi milikku," tolak Reva.

"Kamu mau bercerai aku tidak. Keputusan ada di tanganku, Reva. Kalau aku tidak menjatuhkan talak maka kamu tidak akan bisa berpisah sama aku,'' jawab Tio.

"Kenapa tidak? Aku bisa mengajukan ke pengadilan. Untuk apa mempertahankan suami yang tidak bekerja? Setiap hari meminta uang. Dan ternyata uang itu hanya untuk membiayai perempuan lain yang akhirnya dinikahi secara siri. Dan dibawa pulang ke rumah yang jelas rumah ini masih menjadi rumah kita. Di sini siapa yang jahat?" Reva tidak mau kalah.

"Jadi kamu anggap aku jahat? Aku hanya ingin mendapatkan hak sebagai suami. Layani aku malam ini. Karena aku mau berhubungan denganmu, Reva. Buka bajumu sekarang juga!" perintah Tio.

"Aku sudah tidak sudi berhubungan dengan laki-laki yang sudah menyentuh perempuan lain."

"Kalau tidak aku akan memaksa kamu, Reva," ancam Tio.

Reva benar-benar tidak habis pikir. Dia bangkit dan mencoba untuk mengusir Tio dari kamarnya. "Pergi dari kamar ini kamu, Tio. Aku besok akan mengajukan cerai ke pengadilan. Dan kamu harus setuju untuk menjual rumah ini dan kita bagi dua uangnya." Reva mendorong Tio. Dia memiliki kekuatan cukup untuk mendorong Tio keluar.

Tio yang hanya bermasalah nasi goreng tak bisa melawan Reva. Dia tahu kalau istrinya itu memiliki ilmu silat dan akan digunakan ketika dibutuhkan seperti sekarang ini. 

"Tidak. Kamu hanya perlu ingat kalau rumah ini atas namaku. Kalau pun aku menjual aku akan gunakan uang itu untuk keperluan ku," teriak Tio dari luar kamar Reva.

"Jangan egois kamu! Rumah ini kita bangun sama-sama. Aku juga punya andil di rumah ini. Jangan seenaknya kamu mengambil hakku," tolak Reva. Dia tidak terima dengan ucapan Tio yang tak lagi menjawab ucapannya.

Reva merasa geram dengan Tio. Rumah itu adalah hasil jerih payah mereka berdua. Dulu memang Reva meminta agar Rumah tersebut atas nama Tio saja. Tak ada bayangan sebelumnya jika mereka akhirnya harus berjalan seperti ini. Apapun yang terjadi Reva akan terus memperjuangkan haknya.

Esok harinya, Reva bekerja dengan yang sebelumnya adalah bawahannya. Tetapi semua sama. Reva sudah menjadi karyawan biasa. Tetapi tidak masalah yang penting dia memiliki penghasilan daripada tidak memiliki pemasukan sama sekali. Apalagi setelah ini dirinya akan berpisah dengan Tio. Tentu dia harus berjuang sendiri.

Reva bekerja dengan cukup giat. Meskipun beberapa teman kerja nya masih nyaman memanggil Reva dengan panggilan ibu. Tetapi berkali-kali Reva menyampaikan kalau sekarang mereka sama. Tidak ada bawahan dan atasan. Reva dari dulu memanG bersikap santun kepada siapa pun. Sehingga membuat dirinya begitu disegani oleh rekan kerjanya.

Sementara itu Tio di rumah sudah sangat kesal. Hasratnya tak tersalurkan selama beberapa hari membuat kepala nya sakit. Meminta kepada Mila tak bisa begitu juga dengan Reva yang sudah mantap untuk mengakhiri hubungan mereka.

Sebenarnya Tio tak rela jika harus berpisah dari Reva. Baginya Reva adalah perempuan terbaik. Dari segala sisi apapun. Tetapi cintanya kepada Mila membuat dirinya buta. Tak ada yang bisa dilakukan. Tio ingin terus mempertahankan pernikahannya dengan Reva.

Mila tiba-tiba keluar dari kamarnya. "Aduh, kenapa rumah ini sangat kotor? Kenapa kamu tidak membersihkan rumah?" 

Tio menoleh. "Bukannya yang membuat sampah itu kamu? Harusnya kamu yang bersihkan lah! Reva saja sudah membersihkan dapur padahal bukan dia yang membuat rusuh."

"Oh, jadi kamu membela istri kamu itu? Mas, dengar ya! Rumah besar itu biasanya ada pembantunya. Ini masa yang punya rumah yang bersihkan. Bilang sama Mbak Reva jangan pelit jadi orang!" ketus Mila.

"Aku capek berdebat terus sama kamu. Kapan kamu mau melayani aku? Aku sudah pusing," keluh Tio.

"Sudah aku katakan kalau aku mau melayani kamu jika kita menikah secara negara. Nanti kalau ada apa-apa aku bisa punya pegangan. Bisa-bisa kamu tinggalin aku kalau aku punya anak siapa yang mau membiayai?" jawab Mila.

"Oke, nanti aku akan menikahi kamu secara negara, tetapi kamu belajar untuk mengurus rumah seperti Reva. Dia orangnya rajin. Nggak pernah rumah kotor meskipun dia bekerja," sahut Tio.

"Enak saja kamu samakan aku dengan Mbak Reva. Aku nggak mau melakukan itu. Kalau mau ya bayar pembantu," tolak Mila.

"Rumah ini akan aku jual, jadi kita pindah dari rumah ini," ucap Tio.

Mila termenung sejenak. Kalau rumah sebesar ini dijual tentu akan punya banyak uang. Dan dia bisa menikmati hasil penjualan rumah itu. "Serius kamu mau jual rumah ini?"

"Iya."

Mila begitu senang mendengar ucapan Tio tersebut. Dia kemudian dengan senang hati melayani Tio yang sudah haus akan berhubungan. Mila juga memberikan tubuhnya kepada Tio dengan janji kalau uang hasil penjualan rumah sebagian besar diberikan kepadanya.

Hari itu menjadi malam pertama bagi mereka berdua. Tio bisa menyalurkan hasratnya kepada istri barunya yang memang masih perawan. Tio merasa lega, meskipun dia tidak yakin dengan janji yang dia buat kepada Mila. Yang jelas saat ini dia bisa menikmati tubuh Mila.

"Kok cuma sebentar sih? Aku mau lagi,'' keluh Mila.

"Sudah kan? Memang kamu bisa kuat lagi?" tanya Tio.

"Ternyata enak. Kalau tahu begitu dari kemarin menikah aku sudah mau, Mas,'' ucap manja Mila.

Tio sudah kelelahan sehingga dia tidak menyanggupi permintaan Mila. Dia tertidur di samping Mila.

*

Di kantor, Reva masih memikirkan keputusannya untuk menggugat cerai Tio. Tetapi pekerjaan di kantor hari ini cukup padat. Sehingga dia sepertinya belum bisa izin ke luar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tamu Di Rumah   Kebahagiaan

    "Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita

  • Tamu Di Rumah   Pernikahan Mega

    Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay

  • Tamu Di Rumah   Surat dari Bu Wendah

    "Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i

  • Tamu Di Rumah   Berita duka

    Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan

  • Tamu Di Rumah   laki-laki

    Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"

  • Tamu Di Rumah   Dibohongi

    Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status