Roy tidak ingin banyak bertanya kepada Reva. Tidak ingin disebut ikut campur. Namun, sebagai atasan tentu Roy juga bertanggung jawab atas keselamatan bawahannya. "Ya sudah, kalau begitu kamu di sini saja! Tanpa saya memberitahukan kepada suami kamu," sahutnya Roy.Reva sebenarnya tidak nyaman berada di rumah sakit. Tetapi kondisi nya tidak memungkinkan untuk pulang. Apalagi ke rumah dan kamarnya berada di lantai atas membuat semakin kesulitan berjalan. Terpaksa dia harus bertahan sementara di rumah sakit tanpa didampingi oleh siapa pun.Sementara itu di rumah, Tio dan Mila menghabiskan waktu bersama sebagai pasangan suami istri baru. Mereka juga tidak menyadari jika Reva sudah waktunya puluhan tetapi tak kunjung malam. Baru malam harinya, Tio ingat kalau Reva belum pulang."Kemana Reva? Tumben belum pulang," gumam Tio."Biarin sajalah, Mas! Lagipula mau pulang dan nggak pulang juga dia bisa jaga diri sendiri. Dia kan sudah besar. Ya kalau anak kecil perlu khawatir. Mungkin dia sedan
"Aku mau di sini saja. Kakiku sakit, untuk berjalan juga susah. Jadi lebih baik kalian pulang saja. Aku tidak butuh kalian. Aku bisa sendiri," usir Reva."Oh, kamu mengusir kami agar kamu bisa pacaran sama laki-laki ini? Iya? Mentang-mentang aku hanya di rumah lantas kamu berbuat seenaknya," sindir Tio.Plak.Tamparan panas mendarat di pipi Tio."Maksud kamu apa, Tio? Aku benar-benar sakit. Aku kecelakaan saat akan pulang. Perilaku dan perkataan mu membuat aku semakin yakin kalau aku benar-benar ingin berpisah dengan mu," tanya Reva tegas."Jadi nanti rumahnya Jadi di jual kan, Mas?" sahut Mila."Kamu malah memikirkan hal itu. Ini pernikahan ku sedang di ujung tanduk," balas Tio.Reva meninggalkan Tio dan juga Mila. Dengan kaki yang pincang dia kembali ke kamar rawatnya. Tio berteriak-teriak membuat petugas keamanan rumah sakit mengusirnya karena dianggap Mengganggu.Roy menghampiri Reva. "Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya."Sebaiknya Pak Roy meninggalkan saya! Bukannya saya mengusir
Reva tak menyangka, dia tidak pulang sehari saja rumah itu sudah sangat kacau. Bagaimana kalau sudah tak pulang. Tetapi hari ini juga dia akan ke pengadilan untuk mengajukan gugatan cerai. Setelah itu dia akan menjual rumah itu dan akan dibagi dua dengan Tio. Reva membuka kunci kamarnya kemudian dia akan mencari berkas yang dibutuhkan. Tetapi tiba-tiba ada yang memeluk Reva dari belakang yang membuat Reva berteriak. "Tolong!" Roy yang di luar pintu mendengar teriakan Reva meskipun samar. Dia pun akhirnya masuk ke dalam rumah itu dan mencari keberadaan Reva. Karena tak ada lagi suara Reva membuat Roy cemas. Tetapi dia mendengar suara pukulan ke tembok yang membuat dia tahu suara berasal dari lantai atas. Roy segera berlari dan mencari Reva. Roy melihat Reva sedang berada di bawah tubuh laki-laki yang kemarin sempat memukulnya. Reva dibungkam mulutnya sementara Tio berusaha untuk melepaskan pakaian Reva. Tetapi Roy sudah lebih dahulu mendorong Tio sampai kuat. "Kamu lagi kamu lagi. N
Di dalam rumah tersebut terasa sejuk. Juga ada kolam ikan begitu akan memasuki rumah. Terasa suasana yang begitu asri."Selamat datang, Bu. Saya sudah membuat minum dan makanan ringan. Silakan dinikmati! Setelah Bu Reva merasa tidak cukup lelah nanti akan saya urut," tutur Bi Ira. Hendak meninggalkan Reva."Tunggu! Saya mau bertanya," ucap Reva."Iya, Bu. Mau bertanya apa?" balas Bi Ira."Apa sebelumnya sudah ada pegawai yang dibawa Pak Roy kemari?" tanya Reva "Tidak ada, Bu. Rumah ini adalah rumah singgah Pak Roy. Dan baru pertama kalinya ada wanita yang dibawa sama Pak Roy. Sebelum menjadi CEO di perusahaan utama, Pak Roy sebagai direktur utama di cabang perusahaan yang ada di Semarang," jelas Bi Ira.Reva menelan saliva. Dia bingung kenapa Roy membawanya ke rumah singgahnya. "Jadi sebelumnya belum pernah?" tanya nya meyakinkan."Iya, wajah Bu Reva memang sangat cantik. Mana kakinya yang sakit?" tanya Bi Ira yang membuatnya bingung. "Kenapa Pak Roy membawa saya ke sini?" tanya Rev
Bi Ira terlihat sedih mendengar cerita Reva. Tetapi meskipun demikian bisa jadi akan merubah nasibnya. Tetapi dia juga tidak bisa memastikan. Bi Ira dan Reva hanya terus menghabiskan makan siang masing-masing. Setelah selesai bersiap, Reva hanya menunggu Roy yang katanya akan mengantar ke pengadilan agama. Beberapa saat kemudian Roy pun tiba."Kamu sudah siap?" tanya Roy."Tapi saya bisa berangkat sendiri, Pak," sahut Roy."Saya sedang tidak menawarkan. Ini perintah," ucap Roy. Reva hanya menurut. Dia keluar rumah dan melihat mobil mewah yang tadi sudah ada di depan matanya kembali. Reva kemudian masuk disusul Roy. Reva merasa tegang karena wajah Roy cukup tegas dan tak ada senyum tercetak di wajahnya. Dia hanya menatap keluar Jendela agar mengusir kecanggungan.Sesampainya di pengadilan agama, Reva disambut oleh seseorang yang belum dia kenal sebelumnya. ''Selamat siang dengan Bu Reva, saya Marko pengacara yang akan mendampingi Bu Reva untuk proses perceraian,'' ucap Laki-laki ber
"Iya, Bu. Dengan senang hati saya membantu. Saya siapkan kamar untuk Bu Reva, ya?" sahut Linda."Lin, anggap kita teman, ya? Jangan panggil aku Bu lah! Panggil saja Reva biar enak," pinta Reva.Linda pun tersenyum. "Baiklah kalau begitu, Reva.""Nah, begitu kan lebih baik," sahut Reva.Reva kemudian istirahat sementara di rumah Linda yang lumayan nyaman untuknya. Meskipun tak sebesar rumah nya sendiri, tetapi rumah Linda cukup membuatnya pergi meninggalkan pikiran tentang Pak Roy.Keesokan harinya, Reva ke kantor. Kakinya terpaksa tak mengenakan sepatu karena masih terluka. Sehingga dia mengenakan sandal. Tiba-tiba saat di ruangannya sudah ada sebuah surat.[Datang ke ruangan saya sekarang! Roy]Pesan singkat itu membuat Reva bingung. Dia juga takut jika tidak melakukan perintah Pak Roy. Namun, apa yang akan dikatakan kepada Pak Roy jika dirinya telah kabur dari rumah singgah itu.Reva pun ke lantai dimana ruangan CEO ada. Dia menuju ke ruangan itu dan mengetuk pintu.Tok tok tok.Ta
Sesampainya di rumah singgah Pak Roy, Bi Ira menyambut kedatangan Reva."Bu Reva, saya khawatir. Kemarin kok tidak pulang?" tanya Bi Ira. Setelah menutup pintu, Reva pun bercerita kalau sebenarnya dia takut dengan Pak Roy. Karena belum banyak mengenal Pak Roy tetapi Pak Roy banyak ikut campur urusan pribadi nya. Termasuk dengan perceraian. Bi Ira kemudian tersenyum simpul. "Bu Reva, tidak perlu khawatir! Pak Roy tak akan mencelakai Bu Reva. Yakinlah dengan saya. Saya bisa menjamin. Memang Pak Roy memiliki cara yang mungkin tak dipahami oleh orang lain. Jadi Bu Reva ikuti saja selagi itu tak membahayakan. Tetapi tak mungkin bahaya juga karena Bu Reva akan didampingi anak buah Pak Roy," jelasnya. "Saya diikuti? Untuk apa?" tanya Reva penasaran."Yah, untuk menjaga Bu Reva," jawab Bi Ira kemudian bangkit ke belakang.Reva masih melongo mendengar jawaban Bi Ira. Dia masih merasa takut juga. Entah apa yang akan terjadi besok harinya. Belum lah besok, hari ini juga masih bingung karena
Sidang hanya berlangsung satu kali. Dan saat itu juga diputuskan jika Reva dan Tio resmi bercerai.Terlihat wajah yang haru dari Tio. Penyesalan sudah tak ada guna lagi. Sekarang di depan mata. Keputusannya adalah menjual rumah yang sudah dibangun mereka berdua dan hasilnya dibagi dua. Meskipun terdapat pertentangan tetapi itulah yang menjadi Keputusannya. Mau tidak mau Tio harus menerima hasil yang sudah diputuskan. Setelah sidang selesai, Tio menghampiri Reva. "Rev, aku minta maaf. Kalau selama ini menjadi suami yang tidak baik untuk kamu. Tetapi aku mohon untuk sementara kamu perbolehkan aku tidur di rumah. Jika nanti sudah ada yang membeli barulah aku akan pergi meninggalkan rumah itu. Barang-barang kamu juga masih ada di sana, kan?" "Ya, semoga kamu bisa lebih bijak lagi sebagai suami. Karena kamu juga masih berstatus suami orang. Jadi seharusnya kamu bisa mengambil Pelajaran! Iya, silakan! Nanti aku akan pasang pengumuman jika rumah kita akan dijual," sahut Reva kemudian meni