Di dalam rumah tersebut terasa sejuk. Juga ada kolam ikan begitu akan memasuki rumah. Terasa suasana yang begitu asri."Selamat datang, Bu. Saya sudah membuat minum dan makanan ringan. Silakan dinikmati! Setelah Bu Reva merasa tidak cukup lelah nanti akan saya urut," tutur Bi Ira. Hendak meninggalkan Reva."Tunggu! Saya mau bertanya," ucap Reva."Iya, Bu. Mau bertanya apa?" balas Bi Ira."Apa sebelumnya sudah ada pegawai yang dibawa Pak Roy kemari?" tanya Reva "Tidak ada, Bu. Rumah ini adalah rumah singgah Pak Roy. Dan baru pertama kalinya ada wanita yang dibawa sama Pak Roy. Sebelum menjadi CEO di perusahaan utama, Pak Roy sebagai direktur utama di cabang perusahaan yang ada di Semarang," jelas Bi Ira.Reva menelan saliva. Dia bingung kenapa Roy membawanya ke rumah singgahnya. "Jadi sebelumnya belum pernah?" tanya nya meyakinkan."Iya, wajah Bu Reva memang sangat cantik. Mana kakinya yang sakit?" tanya Bi Ira yang membuatnya bingung. "Kenapa Pak Roy membawa saya ke sini?" tanya Rev
Bi Ira terlihat sedih mendengar cerita Reva. Tetapi meskipun demikian bisa jadi akan merubah nasibnya. Tetapi dia juga tidak bisa memastikan. Bi Ira dan Reva hanya terus menghabiskan makan siang masing-masing. Setelah selesai bersiap, Reva hanya menunggu Roy yang katanya akan mengantar ke pengadilan agama. Beberapa saat kemudian Roy pun tiba."Kamu sudah siap?" tanya Roy."Tapi saya bisa berangkat sendiri, Pak," sahut Roy."Saya sedang tidak menawarkan. Ini perintah," ucap Roy. Reva hanya menurut. Dia keluar rumah dan melihat mobil mewah yang tadi sudah ada di depan matanya kembali. Reva kemudian masuk disusul Roy. Reva merasa tegang karena wajah Roy cukup tegas dan tak ada senyum tercetak di wajahnya. Dia hanya menatap keluar Jendela agar mengusir kecanggungan.Sesampainya di pengadilan agama, Reva disambut oleh seseorang yang belum dia kenal sebelumnya. ''Selamat siang dengan Bu Reva, saya Marko pengacara yang akan mendampingi Bu Reva untuk proses perceraian,'' ucap Laki-laki ber
"Iya, Bu. Dengan senang hati saya membantu. Saya siapkan kamar untuk Bu Reva, ya?" sahut Linda."Lin, anggap kita teman, ya? Jangan panggil aku Bu lah! Panggil saja Reva biar enak," pinta Reva.Linda pun tersenyum. "Baiklah kalau begitu, Reva.""Nah, begitu kan lebih baik," sahut Reva.Reva kemudian istirahat sementara di rumah Linda yang lumayan nyaman untuknya. Meskipun tak sebesar rumah nya sendiri, tetapi rumah Linda cukup membuatnya pergi meninggalkan pikiran tentang Pak Roy.Keesokan harinya, Reva ke kantor. Kakinya terpaksa tak mengenakan sepatu karena masih terluka. Sehingga dia mengenakan sandal. Tiba-tiba saat di ruangannya sudah ada sebuah surat.[Datang ke ruangan saya sekarang! Roy]Pesan singkat itu membuat Reva bingung. Dia juga takut jika tidak melakukan perintah Pak Roy. Namun, apa yang akan dikatakan kepada Pak Roy jika dirinya telah kabur dari rumah singgah itu.Reva pun ke lantai dimana ruangan CEO ada. Dia menuju ke ruangan itu dan mengetuk pintu.Tok tok tok.Ta
Sesampainya di rumah singgah Pak Roy, Bi Ira menyambut kedatangan Reva."Bu Reva, saya khawatir. Kemarin kok tidak pulang?" tanya Bi Ira. Setelah menutup pintu, Reva pun bercerita kalau sebenarnya dia takut dengan Pak Roy. Karena belum banyak mengenal Pak Roy tetapi Pak Roy banyak ikut campur urusan pribadi nya. Termasuk dengan perceraian. Bi Ira kemudian tersenyum simpul. "Bu Reva, tidak perlu khawatir! Pak Roy tak akan mencelakai Bu Reva. Yakinlah dengan saya. Saya bisa menjamin. Memang Pak Roy memiliki cara yang mungkin tak dipahami oleh orang lain. Jadi Bu Reva ikuti saja selagi itu tak membahayakan. Tetapi tak mungkin bahaya juga karena Bu Reva akan didampingi anak buah Pak Roy," jelasnya. "Saya diikuti? Untuk apa?" tanya Reva penasaran."Yah, untuk menjaga Bu Reva," jawab Bi Ira kemudian bangkit ke belakang.Reva masih melongo mendengar jawaban Bi Ira. Dia masih merasa takut juga. Entah apa yang akan terjadi besok harinya. Belum lah besok, hari ini juga masih bingung karena
Sidang hanya berlangsung satu kali. Dan saat itu juga diputuskan jika Reva dan Tio resmi bercerai.Terlihat wajah yang haru dari Tio. Penyesalan sudah tak ada guna lagi. Sekarang di depan mata. Keputusannya adalah menjual rumah yang sudah dibangun mereka berdua dan hasilnya dibagi dua. Meskipun terdapat pertentangan tetapi itulah yang menjadi Keputusannya. Mau tidak mau Tio harus menerima hasil yang sudah diputuskan. Setelah sidang selesai, Tio menghampiri Reva. "Rev, aku minta maaf. Kalau selama ini menjadi suami yang tidak baik untuk kamu. Tetapi aku mohon untuk sementara kamu perbolehkan aku tidur di rumah. Jika nanti sudah ada yang membeli barulah aku akan pergi meninggalkan rumah itu. Barang-barang kamu juga masih ada di sana, kan?" "Ya, semoga kamu bisa lebih bijak lagi sebagai suami. Karena kamu juga masih berstatus suami orang. Jadi seharusnya kamu bisa mengambil Pelajaran! Iya, silakan! Nanti aku akan pasang pengumuman jika rumah kita akan dijual," sahut Reva kemudian meni
"Hey, diam kamu! Kamu perempuan juga masa membiarkan rumah bisa sekotor tadi? Heran, ternyata ada perempuan yang jorok," balas Reva."Sudah, cukup! Ini kapan akan melakukan transaksi kalau kalian ribut begini?" tanya Pak Roy.Pak Roy sudah menyiapkan segala sesuatu nya, termasuk notaris dan juga perangkat nya untuk mendukung dalam jual beli rumah. "Saya akan membayar berapa pun yang kalian mau.""Saya minta sepuluh milyar," ucap Mila."Hey, kamu siapa? Kenapa ikut campur dalam urusan ini! Lebih baik kamu diam karen dalam hal ini kamu tidak ada andil sama sekali," gertak Reva."Ya sudahlah, satu milyar sesuai keinginan Reva saja. Saya sudah malas berdebat," sahut Tio."Nggak bisa begitu dong, Mas! Aku kan maunya harga tinggi. Kenapa kamu malah mengiyakan harga dari Reva? Belum lagi nanti harus dibagi dua. Dapatnya cuma 500 juta saja," tanya Mila.Reva menggelengkan kepalanya. Dia merasa heran kepada Mila seperti tak tahu malu dan juga tak tahu diri. Semuanya pun menegur Mila. Termasu
Reva berbalik. Melihat rumah itu seperti melihat kenangan akan bersama dengan Tio. Dia sedikit merasa tak sanggup kalau harus tinggal sendiri di rumah sebesar itu.Reva kemudian duduk di ruang tamu. Memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Jika dia harus berada di rumah sebesar itu tentu membuatnya kesepian. Tetapi siapa lagi yang bisa tinggal bersamanya. Tiba-tiba dia mengingat seseorang. Dan menelponnya. "Halo, Linda?" sapa Reva."Iya, halo. Ada apa, Rev?" tanya Linda.Reva menyampaikan kalau sepulang kerja Linda ke rumahnya untuk tinggal bersama. Setidaknya memiliki teman untuk mengutarakan uneg-uneg yang ada di pikiran nya.Sore harinya, Linda pun ke rumah Reva. Reva sudah memasak di dapurnya. ''Jadi kamu tinggal di sini lagi, Rev?" tanya Linda."Iya, ceritanya membingungkan. Jadi sebaiknya kamu makan dulu saja. Nanti baru aku ceritakan," jawab Reva.Dengan senang hati Linda makan. Karena memang masakan Reva begitu lezat. Apalagi ju
"Ya Tuhan. Kenapa bisa? Kok kamu nggak bilang sama kami, Reva? Walau bagaimanapun juga kamu seharusnya sampaikan kalau ada masalah dengan suami kamu. Nggak tiba-tiba bercerai seperti ini. Pantas saja Perasaan ibumu ini nggak enak, rupanya memang ada masalah dengan rumah tangga kalian," tanya ibunya Reva."Maaf, Bu. Karena memang masalahnya cukup rumit dan tidak bisa diselesaikan. Aku sudah mempertimbangkan dengan baik semuanya. Bahkan aku juga sudah cukup mengalah. Tio menikah lagi dan dia dan istri barunya memperlakukan aku dengan tidak baik," jawab Reva."Apapun harusnya kamu sampaikan kepada kami, Rev. Kami ini adalah orang tua kamu. Kamu tidak sendiri. Jadi seharusnya kamu sampaikan kepada kami apa masalah kamu jadi kami bisa membantu. Jadi kalian sudah resmi bercerai?" sahut ayahnya Reva."Iya, Yah. Hari ini sidang, dan hari ini juga menjual rumah ini," jawab Reva."Lalu kenapa kamu masih berada di rumah ini kalau rumah ini sudah dijual?" tanya i