Home / Romansa / Tanda Cinta Tuan Benjamin / Menolak melahirkan anak?

Share

Menolak melahirkan anak?

Author: Babytiran
last update Last Updated: 2024-02-07 15:01:24

Ceklek!

Pintu dibuka. Seorang pelayan laki-laki dengan menggunakan pakaian polos, sederhana, dan tampak tak menarik perhatian. Pelayan itu kemudian masuk, ekspresinya tampak terkejut kala melihat Tuannya dan seorang wanita cantik yang tengah berada di situasi tak baik.

Pelayan itu menebak dalam benak. "Mungkin mereka tengah bertengkar." Rasanya dia tahu bahwa kedatangannya tidak diwaktu yang tepat.

Benjamin lantas meraih nampan berisi sarapan dan segelas susu yang dibawa pelayan itu.

Pelayan itu menelan ludah kala tatapan menusuk tuannya terarah padanya. Dia tertunduk takut.

"Apa lagi yang kau tunggu. Keluar sekarang!" suruhnya terdengar tegas.

Pelayan itu bergegas keluar dengan menutup pintu rapat-rapat.

“Tidak! Tunggu,” Rhea ingin memanggil kembali pelayan itu, dia ingin meminta bantuannya.

Jika hanya dia dan Benjamin disini, situasi tak akan berubah baik untuknya. Dia ingin menghindari pria sialan ini.

Benjamin yang tengah meletakan nampan diatas meja meliriknya dengan tajam. Itu berhasil menghentikan niat Rhea.

Rhea prustasi atas ketidakmampuannya melawan pria ini. Lalu dia menatap marah Benjamin. Dengan keyakinan bahwa mungkin pria ini menahannya karena anak dalam perutnya.

“Aku tak akan melahirkan anak ini!!” ucapnya lantang, meski begitu matanya berkaca-kaca.

Benjamin tampak tak terkejut. Dia duduk diatas kasur dengan tenang karena dia tau itu hanya kemarahan sesaat wanita yang sedang kacau.

“Kemari. Ini dibuatkan untukmu.”

Hati Rhea terasa pedih, Benjamin dengan mudah mengabaikan kalimatnya.

“Anak yang ada karena kesalahan harusnya tidak lahir. Dia tak harusnya menanggung dosa. Jadi tak ada alasan kau menahan ku lama!!” lirihnya dengan mencengkeram erat roknya.

“Jadi kau memilih membunuhnya begitu?! Karena kau berpikir demikian atau karena itu anakku?!” suara Benjamin terdengar menekan.

Lalu Benjamin mengacak kasar rambutnya. Dia beranjak bangun dari duduknya dan mendekati Rhea. “Pikirkan dengan hati-hati. Anak kita juga berhak atas hidupnya selepas dari kesalahan yang kau katakan itu.”

Rhea tertunduk dengan perasaan gusar. Dia tahu bahwa dia tampak seperti orang jahat yang dengan lantang berkata ingin mengugurkan anak dalam perutnya. Dia hanya ingin pergi dari pria ini. Sejujurnya dia belum memutuskan dengan benar.

Tiba-tiba tangannya ditarik oleh Benjamin.

“Jangan bersikap kekanakan.” Benjamin menarik kursi dan mendudukannya disana.

“Aku akan pergi hanya ketika kau menghabiskan makananmu.” paksanya dengan meletakan secangkir susu digengaman tangan Rhea.

“Kau menolak aku bersikap lembut, maka aku akan sedikit kasar.” ucap Benjamin tegas.

Rhea menatap Benjamin sekejap setelahnya perhatiannya tertuju pada secangkir susu digengamannya. Dia tak mempercayai pria ini. Tapi, perutnya juga terus berisik meminta segera diisi.

Tak ada pilihan, dan ada kehidupan lain diperutnya. Pria ini tak akan memberikan sesuatu yang berbahaya dalam makanannya, bagaimanapun dia tengah mengandung anaknya.

Kemudian Rhea menegak cepat susu itu. Dia lantas menikmati sup kacang merah yang telah disiapkan untuknya. Rasanya dia bisa menelannya dengan baik.

Benjamin puas Rhea menurut dan tampak menikmatinya. Dia menepati janjinya keluar dari kamar dan membiarkan Rhea beristirahat agar lebih tenang. Karena kehadiran dirinya masih belum diterima dan membuat Rhea terguncang.

Setelah yakin Benjamin sudah menjauh, tiba-tiba tangis Rhea pecah. Dan kebencian dengan situasinya kembali memenuhi. Hatinya terasa pedih.

Meski berpikir Benjamin telah pergi jauh. Nyatanya Benjamin masih berdiri didepan pintu dengan mendengar tangisan wanitanya.

“Hanya perlu waktu sampai dia beradaptasi.”

“Bantu wanitaku bersiap.” Suruh Benjamin pada dua pelayan wanita yang sudah bersiap menjalankan tugasnya.

Ditengah Rhea yang kacau, tiba-tiba dua pelayan wanita sudah berada disebelahnya.

Satu pelayan dengan rambut pendek dan satunya dengan rambut sedikit panjang terikat. Dua pelayan dengan pakaian yang sama dengan pelayan sebelumnya.

Rhea yang tenggelam dalam kesedihan bahkan tak menyadari kapan tepatnya pelayan itu masuk.

“Pria itu menyuruhmu?” tanya Rhea sembari mengusap kasar air matanya.

Dua pelayan itu memberikan anggukan sebagai jawaban.

Kemudian salah satu pelayan berambut pendek berkata. “Kami akan membantu anda bersiap.”

“Ya! Lagipula aku tidak akan bisa menolak meski aku ingin.” Rhea tampak muak.

Pelayan itu bekerja secara profesional. Semua yang mereka lakukan sangat diperhitungkan dan penuh kehati-hatian. Tak satupun keluar pertanyaan tak penting dari mulut mereka. Siapa dia dan mengapa menitikkan air mata?

Meski tak banyak bicara dengan ekspresi cenderung datar, namun sikap yang mereka tunjukan sangat hangat.

"Tempat ini kediaman Benjamin?" tanya Rhea memecah keheningan.

"Benar ini kediaman Tuan Benjamin." jawab pelayan berambut pendek, Ina.

"Tampaknya dia pria yang disegani. Siapa dia?" tanya Rhea lagi.

"Beliau orang hebat." balas pelayan berambut panjang, Marie.

"Kalian tak berniat memberitahuku, bukankah begitu?!"

Kedua pelayan itu terdiam. Tebakan Rhea benar telak.

Rhea tak mendapatkan jawaban yang diinginkan. Jelas orang-orang ini tak akan berpihak pada orang baru sepertinya.

“Anda terlihat sangat indah.” sanjung Marie dengan senyum manisnya.

Rhea yang tengah sibuk dengan pikirannya dikejutkan dengan kalimat Marie. Kemudian Rhea menatap dirinya di cermin. Dress dengan warna Baby Pink dia kenakan.

Dress yang memberikan nuansa manis pada penampilannya. Warna yang cocok untuk tampilan yang feminism dan ceria. Ah! ceria apanya? Dia bahkan sangat kacau sekarang. Lalu rambutnya ditata dengan rapi dan dibiarkan terurai.

Selesai mendandani, kedua pelayan saling memandang dengan senyum manis dibibir mereka, bak puas dengan apa yang mereka lakukan.

"Cantik sekali." puji Ina lagi.

"Itu benar, terlihat menawan." timpal marie.

“Bukankah ini sedikit berlebihan? Setidaknya beritahu aku mengapa aku didandani seperti ini?” tanya Rhea, penasarannya sangat besar.

“Kami hanya menjalankan tugas. Kami tak mengetahui tepatnya alasan yang anda tanyakan. Tuanlah yang tahu dan memiliki hak memberitahu anda.” ucap Marie sopan.

Rhea mengepal kuat jemarinya. Pelayan-pelayan ini bahkan tak tergoyah untuk memberi tahunya. Sikap mereka seperti tuanya, bersikap hangat agar dipercaya lalu bersikap dengan misterius yang mengesalkan.

Setelah selesai dengan tugas mereka. Kedua pelayan dengan sopan undur diri. Tentu saja Rhea tak bisa menahan atau memaksa mereka menjawab penasarannya.

Kedua pelayan itu tetap bungkam mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang pria itu. Sedikitpun mereka tak berniat menjawab.

Rhea tak bersemangat, dia memandangi dirinya lekat-lekat. Entahlah, dia tak merasa puas atau senang.

Rhea menunduk memandanggi perut datarnya. Dia mengelus perutnya lembut. “Dunia ini tak adil, namun lebih tak adil jika aku bertahan dengan keegoisanku. Kau berhak untuk melihat dunia. Ibu akan menjagamu.”

Setelah pikir Panjang. Rhea memutuskan melahirkan anaknya, seperti apa akhir hidup nantinya? Kesedihan, kemalangan, atau kebahagiaan? Dia akan memilih melewatinya dan tak akan melarikan diri setidaknya untuk dirinya dan anak yang tak bersalah.

Beberapa menit setelah Rhea selesai berdandan Benjamin masuk kedalam kamar. Dia berdiri tepat dibelakang Rhea yang tengah sibuk memandangi dirinya dicermin.

Perhatian Rhea teralih, dia memandangi Benjamin dari pantulan cermin. Tampak Benjamin menggenakan celana hitam dengan ditimpali kemeja putih. Dengan gaya rambut yang disibak kesamping dengan rapi.

Dia tampak gagah. Wibawanya sangat terasa dengan ketenangan tegas yang selalu pria itu tunjukan.

Benjamin mendekat, dia sedikit membungkukkan badannya. “cantik.” pujinya didekat telinga Rhea.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tanda Cinta Tuan Benjamin   Tertawan

    Di balik kain penutup wajahnya, Rhea hanya bisa mendengar suara langkah, desahan napas berat, dan keheningan yang terasa seperti ancaman tak kasat mata.Mobil berguncang sesekali. Jalanan yang dilalui tampak bukan jalan utama—mungkin sengaja dipilih untuk menghindari perhatian.Dalam kegelapan, Rhea mencoba menghitung waktu, menebak arah berdasarkan belokan, durasi, dan kecepatan. Ia mengandalkan naluri yang telah terasah oleh berbagai ancaman sejak terlibat dengan Benjamin.Dia berusaha berani di tengah ketakutan. Jantungnya berdetak kencang, jemarinya bergetar, dan keringat membasahi dahinya. Ia hanya bisa mengepal jemarinya, menahan ketakutannya, sembari berharap Benjamin segera datang.Saat-saat seperti ini, satu hal yang diyakininya—suaminya akan datang lebih cepat."Ben... segeralah datang," gumam Rhea dalam hati.Tiba-tiba, suara Lili terdengar dari bangku depan. "Kau tahu, aku membenci wajahmu sejak dulu. Terlalu sempurna. Semua orang memujimu. Sialan!!"Rhea terdiam, tak ingi

  • Tanda Cinta Tuan Benjamin   Tertangkap

    Saat tiba di halaman depan, Ray sudah menunggunya di samping mobil yang akan membawanya pergi. "Silahkan masuk nyonya," Ray tersenyum tipis. Ia kemudian membukakan pintu mobil untuk Rhea. Begitu Rhea naik, beberapa pelayan-Ina dan Caca juga bersiap di tempat mereka masing-masing, kali ini pelayan Marie tidak ikut. Rhea menghela napas, menyandarkan tubuhnya di kursi. Akhirnya, ia akan bertemu dengan neneknya lagi....Begitu memasuki Equator cafe, aroma kopi yang khas langsung menyambutnya, bercampur dengan wangi vanilla dan sedikit kayu manis. Kafe itu memiliki suasana hangat dan elegan, dengan pencahayaan temaram dari lampu gantung berdesain vintage yang menggantung rendah di atas meja-meja kayu mahoni.Dindingnya dihiasi dengan rak buku berisi novel-novel klasik, beberapa lukisan bernuansa tropis, serta jendela besar dengan tirai berwarna krem yang membiarkan cahaya matahari sore masuk dengan lembut. Di sudut ruangan, ada grand piano yang di mainkan dengan melodi jazz ringan, men

  • Tanda Cinta Tuan Benjamin   Liontin Kupu-kupu

    Benjamin menyibak kasar rambutnya, tampak berpikir keras. Dia masih ragu memberi izin Rhea untuk keluar sekalipun di temani Ray atau pelayan lain. Rhea melihat suaminya bimbang segera menyentuh ujung bajunya, "Kau harus menepati janji mu." katanya dengan mata membulat penuh harap. "Ugh! itu curang." dengus Benjamin. Dia benar-benar lemah terhadap istrinya. Namun, senyum kecil akhirnya terukir di bibirnya. "Aku memintamu mencium pipi, bukan bibir. Artinya, kesepakatan kita tidak sah."Rhea menyipitkan mata, jemarinya menyentuh bibirnya sendiri dengan lembut. "Sayang sekali, padahal aku masih ingin mengecup bibirmu. Baiklah, aku berubah pikiran. Aku akan mengecup pipimu saja."Sedikit berjinjit, Rhea melingkarkan tangannya di leher suaminya, lalu mengecup pipi Benjamin tanpa aba-aba.Benjamin mematung. Istrinya tidak biasa bersikap agresif seperti ini. Biasanya, Rhea hanya akan bersikap manja atau menyentuhnya lebih dulu jika menginginkan sesuatu darinya. Mengingat hal itu, Benjamin

  • Tanda Cinta Tuan Benjamin   Izin bertemu

    "Mau sampai kapan memelukku seperti ini?" Rhea menatap Benjamin dengan malas. Mentari mulai meninggi, sinarnya menembus tirai jendela, namun Benjamin tampaknya tak berniat beranjak dari kasur. Sebaliknya, pelukannya justru semakin erat, seolah enggan melepaskannya. "Sebentar lagi," gumamnya manja. "Kau tahu, pertikaian kemarin membuatku lelah. Aku butuh pelukanmu untuk mengisi tenaga."Rhea mendengus pelan. "Kau begitu berlebihan," ujarnya, berusaha melepaskan diri. Dia meraih ponsel di atas meja, alisnya sedikit berkerut saat layar terus bergetar. "Ini berisik sekali. Tampaknya orang-orangmu mencari. Mungkin masalah pekerjaan."Dia menyodorkan ponsel itu pada Benjamin, tapi alih-alih menerimanya, pria itu justru bangkit dari posisi tidurnya dan menyandarkan dagunya di bahu Rhea, kembali memeluknya dari belakang. "Biarkan saja, itu tidak penting," ujarnya santai, lalu meletakkan ponsel sembarangan di atas ranjang. Rhea menghela napas, tapi sebelum sempat berkata apa-apa, ses

  • Tanda Cinta Tuan Benjamin   Kegilaanya

    Hendra mencengkeram kuat pundak Lili, jemarinya menekan hingga terasa nyeri. Matanya menusuk tajam, menatap putrinya tanpa belas kasihan. "Mengapa tak ada hasil, huh?! Banyak bulan terlewati, tapi kau tak mampu membujuk kakak mu!!" Suaranya menggelegar, memenuhi ruangan dengan amarah yang tak tertahan."Aku merugi! Reputasi hancur, dan film-film ku gagal!!" teriak lantang Hendra. Kemarahannya semakin meledak-ledak. Lili tersentak, bahunya bergetar, matanya berkaca-kaca. Ketakukan menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia tak berani menatap mata Ayahnya, hanya bisa menunduk dalam ketakutan. Hidupnya tak tenang. Hari-harinya di penuhi amarah Ayahnya, dan dia masih menyalahkan Rhea atas situasinya sekarang.Jemari Lili mengepal erat, menahan gejolak emosinya. "Karena Rhea hari ku berubah seperti neraka." benaknya di penuhi kekesalan membara."Kegagalan yang paling ku takutkan, semuanya terjadi karena putri bodoh!!" Hendra semakin mencengkeram pundak Lili, genggamannya kian kuat. Tatapannya ber

  • Tanda Cinta Tuan Benjamin   Berikan pelukan

    Rhea termenung di atas kasur nya. Sampai pagi menyapa, Benjamin benar-benar tak menemuinya. Ya! ketenangan yang dia inginkan sejak kemarin. "Namun, mengapa aku sedikit kecewa?" Entah mengapa hatinya terasa resah sejak semalam. Keseharian yang tak biasa Rhea lewati tanpa adanya kehadiran Benjamin. Rhea ingat bahwa setidaknya setiap Benjamin pergi untuk mengurus pekerjaannya. Dia tak pernah pergi tanpa menemuinya lebih dulu. Dia akan datang dengan kata manis yang di rangkai indah, lalu bersikap manja padanya. Marah sekalipun pada akhirnya Benjamin akan menemuinya bak tak terjadi hal apapun, dan hari-hari akan berjalan seperti biasa. "Untuk apa aku memikirkannya." Rhea tak akan ambil pusing tentang Benjamin lagi. Lagipula pria yang membawa wanita yang katanya di cintai namun tak berniat menjadikannya rumah. Rasanya sia-sia. Rhea menghabiskan waktu nya seperti biasa. Dia sibuk dengan kegiatan barunya merajut baju. Hingga malam tiba, Benjamin benar-benar tak terlihat.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status