Share

Tuan Manipulatif

Author: Babytiran
last update Last Updated: 2024-02-07 15:00:06

Rhea terperanjat bangun dari posisi tidurnya. Dia sadar dia berada dikasur yang jelas bukan miliknya. "Dimana aku?”

Matanya mengamati sekitar, tempat yang tak di kenali. Tampak Interior kamar yang elegan didominasi dengan warna hitam abu-abu.

“Ah! Aku ingat. Semalam tanpa sadar aku tertidur dalam pelukan pria itu,” Rhea menyesali tindakan yang tak pikir panjang itu.

“Apa ini kamar pria itu? ini kediamannya?!”

“Akh! au…” Rhea menyentuh pipinya yang terasa nyeri, pipi yang ditampar kuat Ayahnya semalam. Namun, tampaknya itu telah diobati. Karena terdapat plester dipipinya.

Rhea mengigit bibirnya kuat. “Benjamin ya?!” Dia tak mengerti perlakuan baik pria itu. Pria yang tak mampu dia tebak dengan mudah.

Seketika pikirannya kalut, dia yakin akan sulit menghindari pria itu. Dia menenangkan diri sejenak, setelah merasa lebih tenang dia turun dari kasurnya dengan hati-hati.

Rhea menuju pintu, tentu saja dia ingin pergi dari tempat ini, tangannya menyentuh pelan gagang pintu.

Namun, tiba-tiba saja seseorang mengebrakan pintu membuat Rhea terkunci diantara tubuh pria itu.

Tindakan tiba-tiba itu membuatnya mematung tanpa berani berbalik, terlebih tangannya dicengkeram kuat.

“Kau mau kemana?!”

Suara berat yang dia kenali, sudah jelas bahwa itu Benjamin.

“Tentu ingin pergi dari tempat sialan ini!” dia ingin mengatakan itu dengan lantang, namun mulutnya tiba-tiba kalut. Ketakutan besar masih saja terus menjalar di sekujur tubuhnya kala berhadapan dengan pria ini.

Suasana menjadi hening, lalu tetesan-tetesan air mengenai Rhea. Tampaknya Benjamin baru saja selesai mandi. Seketika suasana malam itu memenuhi kepalanya. Napasnya menderu dengan degupan jantung yang kian cepat. Dia takut kejadian itu kembali terulang, mendadak isi kepalanya kosong tanpa rencana.

"Kau tak mendengarnya?!" cengkeraman Benjamin kian kuat.

"Ini sakit!" rintih Rhea tersadar dari lamunan, berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman kuat.

Benjamin melonggarkan cengkeramannya kala melihat Rhea kesakitan. Dia lantas mendekatkan tubuhnya pada Rhea, hingga membuatnya nyaris menempel.

“Jangan mengira kau bisa pergi dari tempat ini!” bisik Benjamin terdengar menakuti.

“Sekali saja digegamanku kau tak akan ku lepas.” Tangan Benjamin sibuk memainkan rambut wanita yang tampak membeku dengan mulut kalut.

Benjamin lantas memaksa Rhea berbalik dan menatap matanya. Tangannya mencengkeram paksa rahang Rhea agar tak berpaling darinya.

Mata hitam legam yang tampak tajam itu rasanya tengah memperingatinya. Rhea mengeratkan gigi kuat, dengan berani menatap tajam Benjamin. "Kau menunjukan wajah aslimu!"

"Wanita akan lemah kala terdesak. Kau sendiri yang jatuh dalam perangkap."

Rhea mengalihkan pandangannya, dia tak bisa membalas kalimat itu. Sedikit kalimat penenang yang dibutuhkan malam itu, membuatnya jatuh dalam jurang.

"Pria manipulatif yang menyulitkan." benaknya. Rhea mengusap lengannya, dia bergidik tak bisa membayangkan berurusan dengan pria yang sulit dihadapi.

“Jangan takut." suara Benjamin terdengar lembut. "Aku tak akan berbuat apapun. Ya! Setidaknya untuk saat ini.” senyum nakal tampak dibibir seksinya.

Kalimat itu membuat Rhea marah. Apa yang akan dia lakukan sekarang?

Dia kembali memberanikan diri menatap pria itu. Dia membelalak kala menyadari pria itu hanya menggenakan mantel mandi dengan bagian dada yang sedikit terbuka.

"Wajahmu memerah. Kau malu atau tengah terpesona!" goda Benjamin.

Rhea mendorong dada bidang Benjamin, hanya saja tenaganya bahkan tak mampu mengerakkan tubuh Benjamin yang jauh lebih kuat darinya.

Dia tak tampak sedang terpesona dengan pria ini, melainkan lemas ketakutan. "Aku benci! Ini menakutkan," air mata Rhea menetes begitu saja dengan tubuh yang kian bergidik. Benjamin yang bertelanjang dada memunculkan sikap siaga didirinya. Sikap awas untuk menyelamatkan diri dari predator yang kapan saja bisa menyerang.

"Aku tak bermaksud menakuti." raut wajahnya tampak kesal, Benjamin berbalik dan segera menggenakan bajunya.

Rhea yang melihat Benjamin menjauh tampak lega. Dia masih mematung dengan menyender didekat pintu. Dia tak berani bergerak barang selangkah pun.

Benjamin melirik Rhea, dia dengan kasar menyibak rambutnya. “Aku pikir ini akan mudah. Tapi dia masih saja ketakutan.” Benjamin tak mengerti mengapa Rhea sulit menerimanya. Dia memiliki segalanya, harusnya saat dia sadar dan mengetahui dia orang terpandang harusnya dia senang. Bukankah kebanyakan wanita berlomba untuk bersanding disebelah pria kaya?!

“Aku tak mengerti wanita! Wanita sangat sulit dipahami.”

Setelah berpakain dengan pikiran yang dipenuhi kebingungan akan Rhea, Benjamin kembali mendekati Rhea. Kali ini dia tak berniat mengoda atau membuat Rhea ketakutan. Wajahnya tampak teduh dan hangat. “Dengar aku dan tempat ini tak berbahaya. Kau aman disini, selama bersamaku.”

Dahi Rhea mengernyit, kemudian dia tertawa dengan kencang, namun berisi kesedihan pahit didalamnya. “Orang yang menghancurkan ku berkata aman disini! Dan kau meminta agar aku kembali percaya…”

“Ha! ini gila.” Rhea mendongak menatap Benjamin penuh kebencian. “Kalimat yang tak pantas kau ucapkan pada korban.”

Benjamin mengengam erat tangan wanita yang tampak kacau itu. Rhea memberontak marah.

“Kau menahanku sejauh ini, untuk apa?! Apa karena kau tahu aku mengandung?!” teriak lantang Rhea.

“Kita tak saling mengenal. Dan tidak mungkin cinta diantara kita. Perasaan bersalah atau ingin bertanggung jawab? Itu hanya akan melukai dua hati. Aku tidak sudi hidup seperti itu!”

“Kenapa tidak mungkin?” Benjamin menatap Rhea lekat.

Kalimat itu membuat Rhea terdiam, tanpa kata lagi yang keluar dari mulutnya.

Benjamin menyentuh wajah Rhea lembut, dia menatapnya dengan pupil mata membulat. “Tidak mengenal bukan berarti tak mungkin. Tidak ada cinta diantara kita? Apa kau percaya cinta pandangan pertama itu nyata adanya?”

Rhea menekankan diri bahwa tak akan mempercayai kalimat hangat yang dilontarkan pria bermuka dua ini. Dia hanya berusaha menahannya dengan kata-kata manis juga perlakuannya.

“Hal semacam itu hanya selingan kata tak berarti. Bahkan mereka yang telah lama menikah mampu menghianati kesuciaan pernikahan! Lalu kau meminta aku percaya kalimat mu!” emosi Rhea kian tak terkendali, dia menjadi emosional kala seorang pria berkata mengenai perasaan cinta.

Bagi Rhea yang tak mempercayai cinta dari seorang pria, dia tak bisa menerima hal itu mudah. Ibunya mengalami hal pahit dari sosok Ayah yang dia percaya, dan hal itu kapanpun mungkin saja menimpanya.

Percaya dengan pria yang baru dia temui? itu hal tergila.

“Jangan membodohiku berulang!” Rhea mendorong dada bidang Benjamin.

“Kau lebih keras kepala rupanya, namun itulah dirimu.” Benjamin tersenyum kecil.

“Ya, ini lebih baik dari pada kau berdiam dengan terpuruk.” seringai yang menakutkan terselip dibibirnya. Tangannya lantas menyentuh leher Rhea.

Rhea membelalak, rasanya dia akan memukul pria didepannya jika berani sembarang padanya.

Tok… Tok…

Sontak perhatian mereka tertuju kearah pintu.

“Tuan, saya datang membawakan sarapan yang anda minta.” ucap seseorang terdengar sopan dari luar pintu.

“Cih! Masuklah.” suruh Benjamin dengan nada yang terdengar kesal. Dia melepaskan Rhea dari gengamannya.

Rhea bernapas lega, dan dalam benak berterimakasih atas pertolongan tak terduga ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tanda Cinta Tuan Benjamin   Berikan pelukan

    Rhea termenung di atas kasur nya. Sampai pagi menyapa, Benjamin benar-benar tak menemuinya. Ya! ketenangan yang dia inginkan sejak kemarin. "Namun, mengapa aku sedikit kecewa?" Entah mengapa hatinya terasa resah sejak semalam. Keseharian yang tak biasa Rhea lewati tanpa adanya kehadiran Benjamin. Rhea ingat bahwa setidaknya setiap Benjamin pergi untuk mengurus pekerjaannya. Dia tak pernah pergi tanpa menemuinya lebih dulu. Dia akan datang dengan kata manis yang di rangkai indah, lalu bersikap manja padanya. Marah sekalipun pada akhirnya Benjamin akan menemuinya bak tak terjadi hal apapun, dan hari-hari akan berjalan seperti biasa. "Untuk apa aku memikirkannya." Rhea tak akan ambil pusing tentang Benjamin lagi. Lagipula pria yang membawa wanita yang katanya di cintai namun tak berniat menjadikannya rumah. Rasanya sia-sia. Rhea menghabiskan waktu nya seperti biasa. Dia sibuk dengan kegiatan barunya merajut baju. Hingga malam tiba, Benjamin benar-benar tak terlihat.

  • Tanda Cinta Tuan Benjamin   Kesabaran dan ambang batas

    “Wajah tertekuk dengan dahi mengkerut tak cocok dengan mu!” tukas Benjamin. “Ha! Memang siapa yang membuatku begini?” gumam Rhea. Rhea berusaha keras terlepas dari genggaman tangan Benjamin, namun apa daya genggamannya sangat kuat.Kesal! jelas itu tergambar di wajah Rhea. Dia ingin mencaci, memarahinya, dan memukul kuat pria yang mengekangnya dengan perhatian yang membuatnya kebingungan dan sulit berkutik.Pada akhirnya dia mengurungkan niatnya, sudah jelas pria besar ini tak akan pernah berniat kalah darinya hal sekecil apapun itu. Dia menatap datar wajah Benjamin yang bahkan tampak santai dengan senyum yang terukir indah dibibirnya. Bak tak menyadari kekesalan diwajah istrinya atau dia pura-pura tak tahu bahwa istrinya tengah menahan amarahnya? Kesabaran ada ambang batasnya dan diperlakukan seperti orang bodoh, memilih tetap diam juga melelahkan.Rhea menghela napas, dia lelah dan tak ingin berdebat lagi. Berdebat dengan Benjamin hanya membuat tensinya naik. Senyum terpaksa Rh

  • Tanda Cinta Tuan Benjamin   Berikan kecupan!

    Bayangan bahwa semua perkataan Benjamin akan di tepati, nyatanya janji-janjinya hanya angin lalu yang terhembus begitu saja. Bertemu dengan keluarga Benjamin? Tak pernah sekalipun itu terjadi. Ketika Rhea menanyakan perihal tersebut. Selalu saja Benjamin mengalihkan pembicaraan. Semua berlalu hingga lima bulan, dan kehamilan Rhea telah memasuki delapan bulan. Tak sekalipun kalimat Benjamin terealisasikan. Hingga Rhea lelah untuk menanyakan hal itu lagi dan memilih diam. Kehamilan 8 bulan membuat Rhea kesulitan berjalan, terlebih pergerakan bayinya menjadi lebih aktif. Rhea lebih banyak menghabiskan harinya berjalan-jalan di sekitar halaman rumah. Meski dia bosan, namun dia merasa jauh lebih aman untuknya tetap berada di sekitar rumah. Rhea duduk di kursi taman belakang rumah. Dia menghela napas pelan sembari mengelus-elus perutnya yang membesar, sesekali terasa pergerakan bayinya yang menendang-nendang. “Sebentar lagi kau akan lahir. Itu tak terasa sekali.” Rhea tersenyum ma

  • Tanda Cinta Tuan Benjamin   Membangunkan adik kecil

    “Bagaimana, aku sudah wangi bukan?!” Benjamin tersenyum nakal. Rhea menarik dirinya sedikit menjauh. “Ya, kau sudah wangi.” jawabnya. “Tak perlu sampai mencumbu ku, dari jauh aku bisa mencium bau sabun dari mu.” uap Rhea sembari mendorong pelan Benjamin menjauh darinya. “Ah! Kau perlu merasakan langsung diriku yang sudah wangi ini.” goda Benjamin, dia menunduk menatap Rhea yang terlihat kesal padanya. Rhea bangkit dari duduknya. Dia tampak menghindari situasi yang jelas akan terarah kemana. “Ben sangat berbahaya jika menuruti godaan nya. Mengapa dia bertelanjang dada dan hanya menutupi bagian bawahnya dengan handuk kecil. Otot-otot dadanya sangat menarik perhatianku.” benak Rhea. Dia berdiri didekat jendela, menghindari Benjamin dengan wajah merona merah. Meski Rhea terkesan menolak dan menghindar, nyatanya pikirannya tengah kacau dan tertuju pada dada bidang Benjamin. “Pikiran mesum apa ini.” Rhea berusaha memblokir pikirannya yang terus tertuju pada Ben. Dia bahkan memukul

  • Tanda Cinta Tuan Benjamin   Karena Bunga

    Sepanjang hari Rhea termenung dikursi dengan menatap kearah luar jendela, menatap langit, cuaca yang berubah-ubah, lalu lalang burung yang berterbangan, dan pesawat yang melintas beberapa kali.Semua itu adalah upayanya mengalihkan pikirannya.“Apa yang tengah kau lakukan?!” Rhea tersentak lantas menoleh, disebelahnya dia mendapati Benjamin. Dia bahkan tak menyadari kapan tepatnya kedatangannya. “Ini untukmu.” Benjamin memberikan buket bunga pada Rhea. Benjamin memberikannya begitu saja dengan wajah datarnya. Dia terlihat kaku.Mata Rhea membulat dengan ragu-ragu dia menyentuh buket bunga itu. “Kebetulan sekali aku menyukai mawar merah.” benak Rhea. “Ini sangat indah.” puji Rhea. “Aku senang kau menyukainya.” tukas Benjamin lantas menatap lekat wajah istrinya. “Mengapa tiba-tiba bunga?!” tanya Rhea penasaran. “Tak ada alasan.” jawab Benjamin.“Mm, biasanya bunga di berikan pada hari spesial. Mungkin ulang tahun, anniversary, Valentine, ya hari semacam itu. Aku tak tengah beru

  • Tanda Cinta Tuan Benjamin   Club

    Setengah hari berlalu dan Rhea lebih banyak berdiam dikamarnya. Setelah mengetahui bahwa yang kakek itu katakana bohong. Rhea merasa bodoh, percaya dengan ucapan dari orang asing. Rhea lebih banyak merebahkan diri diatas kasur dengan mata terpejam, namun tak mampu tertidur. Itu adalah bentuk kekhawatiran dan stres berlebihan tanpa dia sadari. Kemudian Rhea bangkit dari kasurnya, dia duduk di kursi dan mulai membaca buku yang sebelumnya telah dia minta ambilkan pada pelayan Ina. Rhea ingin mengalihkan pikiran-pikiran yang membuatnya frustasi, terlebih tentang Benjamin. Sedetik kemudian air mata Rhea menetes begitu saja. “Bohong jika aku tak khawatir, bohong jika aku tak takut.” Rhea menyeka air matanya dan berusaha menenangkan diri. Lalu pembahasan mengenai Vantoni yang masih belum menemukan titik temu membuat kekesalan dalam diri Benjamin kian memuncak. Ditambah dengan Rhea yang semakin penasaran dan bergerak untuk mencari tau tentangnya. "Saat ini aku masih bisa menyembunyi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status