Share

Tangisan Widuri
Tangisan Widuri
Penulis: Nyakraba

Mengapa Harus Aku?

“Kamu harus mau menikah dengannya. Apapun yang terjadi! Dengan menikah dengannya hutang keluarga kita pasti akan terlunasi. Cobalah tunjukkan baktimu pada keluarga ini,” ucap Isma pada anak bungsunya.

“Tapi kenapa harus aku Bu? Bahkan aku baru saja lulus sekolah, aku belum pantas untuk menikah Bu. Umurku baru saja genap 18 tahun bulan kemaren. Mengapa bukan Kak Tasya saja, sebentar lagi dia wisuda. Maka yang lebih layak menikah duluan itu kak Tasya bu, lagi pula bukannya hutang keluarga menumpuk karena membiayai kuliah kak Tasya di Fakultas Kedokteran. Aku belum mau menikah Bu. Aku juga ingin kuliah seperti kak Tasya Bu. Ibu lihatkan? bahkan prestasiku lebih bagus dari pada kak Tasya,” ucap Widuri sembari sesegukan di pojok kamarnya.

“Widuri kamu tidak pantas berbicara begitu. Jelas kakakmu tidak bisa di samakan dengan kamu! Ibu tidak mau tahu, pokoknya minggu depan kamu harus menikah dengan Arlo!” bentak Isma lagi.

“Kenapa Bu? Kenapa dari aku kecil ibu selalu membeda –bedakan aku dengan kak Tasya? Bukankah kami sama –sama lahir dari rahim Ibu? Tetapi kenapa Ibu selalu saja melebihkan perhatian Ibu kepada kak Tasya di banding aku. Setiap harinya aku makan dengan garam sesekalinya Ibu berikan aku rebusan daun ubi. Kak Tasya selalu Ibu mewahkan makanannya. Kak Tasya Ibu suruh tidur di kasur sementara aku di lantai dengan tikar jerami dan sekarang Ibu memaksaku untuk menikahi lelaki yang jauh lebih tua dariku, lelaki itu sudah sepantasnya jadi Ayahku bu. Umurnya bahkan sudah 38 tahun,” batin Widuri mulai memberontak.

“Ada apa ini? Pagi –pagi sudah ribut saja!” Ucap pak Ducan yang baru saja bangun akibat kegaduhan antara Isma dan putrinya Widuri. Tampak garis bekas tidurnya masih membekas di wajahnya.

Melihat ayahnya keluar dari kamar, Widuri langsung berlari dan memeluk ayahnya. “Ayah, Widuri mohon tolong cukupkan penderitaan Widuri Ayah,” isak Widuri pada ayahnya.

“Apa yang kamu katakan Nak?” tanya Ducan yang belum sepenuhnya sadar dari tidurnya. Lagi pula akibat pengaruh alkohor semalam. Sepertinya Ducan mendeguk begitu banyak alkohol semalam.

“Ayah. Aku belum mau menikah, aku juga mau kuliah sama seperti kak Tasya,” rengek Widuri di pelukan ayahnya. Walaupun Ducan seorang pemabuk, namun Ducanlah satu –satunya orang yang sangat peduli dengan Widuri. Akan tetapi Kuasa Isma lebih besar ketimbang Ducan. Ducan sangat takut pada Istrinya, takut akan rahasia besar akan terbongkar.

“Hmmm... Sayang, pahamilah ibumu. Ibumu sudah sangat benar segala –galanya, bahkan dia memilihkan jodoh yang bagus untukmu, walaupun Arlo itu jauh lebih tua darimu tetapi dia berasal dari keluarga yang terpandang. Dia sudah mapan, mempunyai banyak bisnis di dalam maupun luar kota, bahkan ada juga bekerjasama perusahaan asing di luar negeri. Sudah jelas masa depanmu akan terjain jika menikah dengannya. Jika Kamu kuliah, Ayah takut nanti tidak bisa membiayai kuliahmu. Lihat kakakmu, dengan menguliahkannya saja hutang kita menumpuk sebanyak itu. Bahkan Ayah bingung bagaimana melunasinya,” ucap Ducan sembari menuntun Widuri Untuk duduk di kursi kayu di meja makan yang sudah mulai roboh.

“Ayah tidak perlu mengkhawatirkan biaya kuliahku. Ayah tahu? Aku jadi satu –satunya siswi undangan yang akan langsung di terima di sebuah universitas ternama, dan aku bisa kuliah gratis sampai tamat. Dengan syarat aku bisa mempertahankan prestasiku. Ayaaahh... aku mohon aku masih belum ingin menikah. Aku ingin mengembangkan sayapku ayah. Aku ingin kuliah. Dan aku berjanji, jika aku berhasil nanti aku akan melunasi semua hutang –hutang ayah,” bujuk Widuri pada Ayahnya.

“Alaaaahh... jangan banyak gaya kamu Widuri. Wanita itu percuma kuliah, ujung –ujungnya pun ke dapur juga. Palingan kamu kuliah Cuma gaya –gayaan doang. Lebih baik kamu menikah dengan Arlo, dia menawarkan mahar yang gede. Jadi hutang Ayahmu bisa langsung di Lunasi. Kalau tunggu kamu sukses keburu Ayahmu di bunuh sama rang tenir itu,” ucap Isma lagi.

“Apa Ibu lupa jika Kak Tasya juga wanita? Mengapa Ibu menguliahkannya tinggi –tinggi sampai Ibu rela berhutang sana –sini, Ibu rela di hujat sana sini? Apa bedanya dengan aku Ibu? Aku juga punya cita –cita dan impian,” ucap Widuri dengan penuh isakannya.

“Jangan lagi –lagi kamu samakan Tasya denganmu. Kalian itu berbeda Tasya pantas menggampai mimpinya. Kalau kamu untuk bermimpi saja kamu tidak pantas Widuri,” nada Isma kian meninggi ketika Widuri terus saja membandingkan dirinya dangan Tasya.

“Kenapa Ibu? Kenapa? Apa bedanya? Katakan Ibu! Dari dulu aku sangat ingin mengetahui penyebab bencinya Ibu padaku,” ucap Widuri dengan nada tinggi sembari berdiri dan mendekati ibunya.

“Kamu sudah lewat batasanmu Widuri,” Isma kemudaian melayangkan tamparannya pada Widuri.

“Asal kamu ketahui, kamu itu adalah anak...,” belum sempat Isma melanjutkan perkataannya Ducan langsnung berdiri sembari memukul meja dengan sangat kuat.

“Apa –apaan ini. Apa kalian tidak malu di dengar tetangga. Sudah Widuri! Ikuti saja permintaan ibumu. Ayah sakit kepala jika ibumu sudah berteriak –teriak begini, sudah cukup Ayah bilang,” ucap Ducan sembari memapah Widuri ke kamar Widuri dan membiarkan Widuri di dalam kamar yang tidak berpintu, hanya ada tirai penutupnya.

Kenapa? Kenapa Ibu? Apa yang berbeda denganku? Mengapa Ibu selalu saja membenciku. Mengapa Ibu seakan tidak menginginkanku terlahir ke dunia ini. Ayah... ya... hanya Ayah yang tulus sayang padaku, tetapi Ayah tidak pernah bisa menghalangi Ibu untuk terus menyakitiku.

Mengapa kasihmu tidak pernah Ibu hadiahkan untukku. Lihat Ibu aku tumbuh menjadi wanita yang tidak buruk, walau aku selalu memakai baju lusuh bekas Kak Tasya. Tidak jarang orang –orang tetap menyanjung kecantikanku. Dan lihatlah piala yang berjejer di lantai itu Ibu, juga piagam –piagam yang memenuhi dinding kamarku ini, mereka semua adalah bukti bahwa aku bukanlah anak yang bodoh Ibu. Bahkan aku selalu selangkah lebih unggul dari kak Tasya.

Apa semua itu tidak cukup untuk membuat Ibu tersentuh dan mencoba untuk menyayangiku? Ibu... aku selalu merindu peluk hangatmu, yang sangat ringan engkau hadiahkan pada Kak Tasya. Terkadang aku juga ingin merasakan sebuah suapan dari tanganmu, aku ingin semua yang di rasakan kak Tasya Ibu. Hari –hariku penuh dengan kecemburuanku pada kak Tasya Ibu.

Ibu aku mohon pandang aku ibu, pandang aku walau hanya sekali. Isak Widuri di kamarnya. Dunianya seakan tidak berarti sekarang. Bahkan impiannya terancam untuk lenyap.

Widuri meringkup di tikar jerami, matanya memejam dengan airmata yang terus saja mengalir deras. Kepedihan terlihat nyata di hari –hari yang di lalu oleh Widuri. Seketika melintas kenangan –kenangan masa lalunya.

^_^

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dhesy Shellvia
widuriii akhirnya kita bertemu lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status