Tanka segera pergi ke dapur untuk mengemasi beberapa belanjaan. Usai menyusun semua barang pada tempatnya, gadis itu beranjak perlahan mendekati kamar mandi dan membersihkan badannya terlebih dulu sebelum tidur.
Tanka keluar dengan mengenakan baju tidur sementara handuk kecil melilit rambutnya yang basah. Gadis itu segera menyambar camera mini yang tergeletak di atas nakas lalu berbaring di ranjang. Dia memutar kembali rekaman vidio mesranya.
Rasa penasaran yang besar membuatnya ingin segera menguak keganjilan yang ada. Namun saat gadis itu tengah berselancar dengan pikirannya, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Perlahan ia pun meletakkan camera kemudian meraih ponsel itu kemudian menekan tombol berwarna hijau.
Tanka seketika terbelalak, tangan kanannya membekap mulut, pelan. Matanya mulai mengembun siap meluncurkan bulir-bulir beningnya. Nampak jelas dari layar ponsel, sesosok tubuh tergeletak lemas di atas lantai dengan luka-luka di sekujur tubuh sementara darah segar tercecer di sekelilingnya.
Sosok itu tak lain adalah Paman Jo.
Entah bagaimana pria kurus itu bisa berada di sana, Tanka sendiri tidak tau menahu tentang hal itu."Apa yang kamu pikirkan, gadis kecil?" Tanka terperanjat, kaget. Dia terlalu fokus dengan apa yang dilihatnya.
Suara itu terdengar mengejek dari layar ponselnya yang telah berganti dengan gambar seorang lelaki angkuh yang bersembunyi di balik topeng berwarna hitam.
"Siapa kamu?" Tanka bertanya dengan wajahnya yang memerah. Matanya menatap tajam pada sosok lelaki bertopeng itu. Tiada lagi senyum manis yang senantiasa menghiasi paras ayunya.
"Percuma kau melotot seperti itu, kalau pada akhirnya kau akan tunduk padaku. Hahahaha ...!" Suara itu kembali menggema dengan tawa liciknya. Menyadarkan gadis itu akan ketidak berdayaannya saat ini.
"Apa maumu?" tanyanya, lesu.
"Aku ingin kamu menghabisi pria ini secepatnya!" titahnya tanpa mengurangi kesombongan.
"Sia--." Belum selesai gadis itu berkata, tiba-tiba panggilan vidio itu terhenti. Dia tak tau harus berbuat apa. Bagaimana mungkin Paman Jo bisa jatuh ke tangan mereka.
Terpaksa semua rencana yang telah tersusun dengan rapi terpaksa diurungkan. Di tengah keterpurukannya tiba-tiba ponsel itu kembali berbunyi, namun kini hanya sebuah pesan yang masuk.
Dibukanya pesan singkat tersebut, di sana tertera sebuah foto dua orang lelaki, nama, beserta alamatnya.
Derry( 55 tahun ) (Dony 55 tahun. Jalan kenanga, no: 105. Lembayung Senja.Tanka heran dengan alamat yang tertera di sana, sangat asing dan aneh. Namun setelah ia telusuri lewat G****e Maps. Ternyata itu bukan nama sebuah desa, namun lebih pada sebuah ciri khas dari desa itu sendiri. Desa yang letaknya jauh dan sangat terpencil.
Kenapa semakin ke sini, masalah yang ia hadapi semakin sulit. Tanka hanya berpikir realistis dan fokus pada tujuannya, yaitu menyelamatkan Paman Jo dari orang aneh yang tak dikenalnya.
Hari pun berlalu, udara pagi terasa segar dan dingin menusuk hingga ke tulang terdalam. Gadis itu telah siap dengan tas yang berisi baju juga senjata yang akan ia gunakan nanti. Mobil sedan merah itu mulai keluar dari garasi dan melaju cepat membelah jalanan yang masih lengang.
Tanka melajukan mobilnya mengikuti petunjuk yang ada pada aplikasi di layar ponselnya. Tanpa sadar mobil yang ia kendarai sudah jauh meninggalkan perkotaan.
Setiap jalanan yang ia lalui begitu sepi dan lengang. Sangat sedikit orang yang berlalu lalang di sana, bahkan rumah pun masih jarang dan jaraknya jauh dari rumah satu ke rumah yang lainnya.
Hampir mirip rumah di pedalaman.Aroma mistis mulai tercium dari udara yang begitu dingin. Ditambah suasana desa yang teramat sepi, mencekam.
Tanka menghentikan mobilnya di tepi jalan sembari mengawasi pemukiman yang ia lalui saat ini.Tak berapa lama dari jauh terlihat seorang lelaki tua, tepatnya kakek.
berjalan mendekat dengan seikat kayu bakar di pundaknya. Gadis itu keluar dari mobil, hendak bertanya."Permisi, Kek!" seru Tanka seraya mendekat. Kakek itu pun menoleh dan menghentikan langkahnya.
"Iya, ada apa, Non?" Kakek itu menjawab seraya menurunkan beban yang sedari tadi bertengger di pundaknya.
Tanka merogoh tasnya lalu memberikan selembar foto pada kakek tersebut.
"Apakah Kakek mengenal lelaki yang ada di dalam foto tersebut?" tanya gadis itu sambil menunjuk ke arah foto yang tengah dipegang kakek itu.Kakek mengernyitkan dahinya lalu menatap lekat gadis di depannya.
"Darimana Nona tau alamatnya?" Kakek itu balik bertanya.
"Dia sahabat dari ayah saya, Kek." Tanka menjawab asal.
Kakek itu manggut-manggut lalu berkata, "Baiklah, mari saya hantar!" ucap kakek seraya mengangkat kayunya kembali. Tanka pun membuka pintu mobil hendak mengendarainya, namun dicegah oleh kakek di depannya.
"Tidak usah pakai mobil, Non. Rumahnya tidak jauh dari sini," ucap kakek itu lagi.
Tanka pun mengikuti kakek itu dari belakang. Selama perjalanan tak seorang pun terlihat di daerah itu. Nampak sunyi dan sepi, ditambah udara dingin juga matahari yang mulai memasuki peraduannya. Suasana semakin gelap tanpa ada pencahayaan listrik di depan rumah-rumah pada umumnya.
"Nona, kita sudah sampai." Kakek itu meletakkan kayunya di samping rumah lalu membuka pintu rumah tersebut.
Tanka tercengang sesaat, melihat suasana rumah yang berbeda. Karena rumah yang dia masuki hanya rumah gribik yang berukuran kecil. Beda jauh dengan yang dilihatnya saat ini.
Gadis itu masuk perlahan dan menelisik seluruh ruangan yang nampak luas dan rapi."Silahkan duduk, Non!" ucap kakek itu sembari meletakkan segelas air putih untuk tamunya dan kembali masuk ke dalam.
Cukup lama Tanka terdiam dalam duduknya, tak ada suara aktifitas apa pun di rumah itu, sunyi.
"Apakah anda mencari saya?" Nampak seseorang datang bersama kursi roda yang didudukinya. Ya, dia orang yang sama dengan yang ada di dalam foto. Lelaki itu nampak sedikit kurus dengan kedua kakinya yang telah tiada. Entah itu dari bawaan lahir atau karena sebuah kecelakaan.
"Umh, iya." Tanka mengangguk lalu bangkit hendak mendekat.
"Tidak usah, Nak. Duduklah saja." ucap lelaki itu seraya mengangkat tangannya.
"Apa tujuanmu kemari?"
"Saya--," ucapan Tanka terhenti saat seorang wanita menerobos masuk dengan membawa kantung plastik yang berisi obat-obatan.
"Tuan, maaf saya terlambat. Ini obat-obatan yang anda pesan," ucap wanita itu seraya meletakkan plastik tersebut di atas meja.
"Tidak apa-apa. Letakkan saja di situ, biar abah nanti yang menyiapkan semuanya." Wanita itu mengangguk lalu beranjak pergi.
"Hari sudah larut malam, kamu tidur saja dulu di sini, nanti abah yang akan menunjukkan kamarnya. Besok kita lanjutkan perbincangannya." Tanka mengangguk.
Lelaki itu pun memutar kursi roda dan melajukannya, masuk.
Tidak berselang lama kakek yang tadi datang lagi. Kali ini ia membawa sepiring nasi dan sebotol air mineral dalam nampan."Mari, Non! Saya tunjukkan kamarnya." Tanka bangkit dan mengikuti kakek dari belakang.
Kakek itu menuju ruangan bersekat di sisi sebelah kiri yang bersisihan dengan ruang tengah. Sebuah kamar sederhana namun penuh dengan fasilitas terkini.
"Baik. Ini kamarnya, semoga Nona menyukainya. Kalau butuh sesuatu panggil saja saya di kamar belakang," ucap kakek itu setelah meletakkan nampan di atas meja.
"Terima kasih, Kakek." Lelaki itu mengangguk lalu pamit keluar.
Setelah kakek itu sudah tidak terlihat, Tanka menutup pintu dan menjatuhkan bobotnya di atas kasur yang berada di sebelahnya.
Gadis itu melihat kamar yang ia tempati saat ini, matanya tiba-tiba tertuju pada sebuah lukisan yang sangat ganjil.Lukisan itu menggambarkan sosok wanita cantik sedang duduk memeluk lututnya. Seperti ketakutan. Ditatapnya cukup lama lukisan itu hingga kejadian aneh mengejutkannya. Tiba-tiba lukisan itu mengeluarkan air mata.
itu. "Aku terpaksa." Dony meremas rambutnya, frustasi. "Wanita itu tengah mengandung benih bosmu." Kakek itu menunduk lagi dan mengusap air matanya kasar. Derry dan Dony saling pandang. Mereka tidak mengira semua akan sejauh ini. "Mungkinkah sosok yang hadir sebelum kecelakaan itu--?" ucapan Derry menggantung. Dia melihat ke arah Dony dan Abah secara bergantian. "Wanita itu?" tanya Dony kemudian. "Jangan ngaco kamu, semua itu tidak mungkin. Aku tidak percaya dengan adanya hantu dan apalah itu," sanggah Dony lagi. "Siapa yang telah membocorkan keberadaan wanita itu?" tanya kakek. Lelaki tua itu mulai berdiri lalu duduk di kursi yang ada di sampingnya. "James," ucap Derry. Tanka terkejut mendengar percakapan mereka.Dia tidak menyangka mantan kekasihnya itu turut andil dalam sebuah pembunuhan. "Apa ini? Siapa yang mereka bicarakan sebenarnya? Apa ada kaitannya dengan lukisan itu?" Tanka bermon
Flash back **** " mengiyakan. Pikirannya menerawang jauh di mana saat dia tengah melukis Yara. "Saat itu malam buta, Kakek kedatangan tamu dari kota. Sepasang kekasih, kononnya mereka tidak direstui oleh ayah angkat pemuda itu." Kakek terdiam sesaat, menarik nafas dan menghembuskannya pelan. "Pemuda itu menitipkan kekasihnya yang bernama Yara. Namun baru beberapa hari Yara tinggal di sini, ada segerombolan orang dari kota datang bersama seseorang yang sangat tampan dan gagah. Sepertinya itu bosnya." Lanjut kakek lagi. "Setelah kedatangan mereka ke rumah ini, semua berubah tidak terkendali. Anak-anakku menjadi gila harta dan terjadilah hal yang tidak seharusnya." Kakek menghentikan ceritanya. Menyesap wedang kopi yang mulai dingin. "Siapa pemuda yang bersama Yara, Kek? Apakah dia tidak kembali lagi ke rumah Ini?" tanya Tanka penasaran. "Entahlah, semua berjalan begitu cepat. Hingga aku lupa menanyakan n
Hari begitu cepat berlalu, tanpa terasa Tanka sudah hampir satu minggu berada di desa itu. Desa yang secara tidak sengaja memberinya pelajaran yang sangat berharga. Juga sebuah petunjuk yang sulit terpecahkan. "Kakek, terima kasih atas tumpangannya," ucap Tanka setelah ia menyatakan niatnya untuk pulang. "Jangan sungkan, Non. Bila ada waktu mampirlah di pondokku lagi" jawab kakek sambil menyerahkan sekardus oleh-oleh yang berisi singkong dan pisang. Setelah berpamitan gadis itu meninggalkan desa dan melajukan mobilnya menuju rumah Tony. Tempat ia tinggal selama ini.Hampir seharian ia melakukan perjalanan untuk cepat sampai di rumah, jika berhenti pun hanya untuk makan lalu tancap gas lagi. Tepat pukul 8 malam, Tanka akhirnya sampai di rumah.Setelah melakukan ritual mandinya, gadis ayu itu mengenakan piama dan merebahkan badan sambil mendengarkan musik relaksasi.Namun tak lama berselang terdengar suara seseorang memanggil dari luar.
kemudian lari tunggang langgang menjauhi Tanka. Sedangkan gadis itu hanya tersenyum dan berlalu pergi meninggal kan taman. Di kejauhan, nampak seseorang mengawasi adegan perkelahian tersebut dari dalam mobil sembari menyesap rokok yang berulang kali disulutnya. "Gadis yang tangguh, cantik dan cerdas. Membuat aku semakin menggilai dan tidak mungkin bisa melupakannya," ucapnya kagum. Lelaki itu kemudian turun dari mobil, sesaat setelah orang suruhannya mulai mendekat. "Maaf, Bos. Kami gagal," ucap salah satu orang suruhannya yang mulai kehabisan tenaga. "Kenapa bisa begitu?" tanya Si Bos. "Gadis itu sungguh kuat, Bos." Kedua pemuda itu pun menunduk, tak berani menatap wajah Si Bos. "Ok, tak apa. Tapi lain kali kalian tidak boleh gagal lagi," ucap lelaki itu sambil masuk mobil dan berlalu pergi meninggalkan kedua suruhannya. "Dasar Bos Billy aneh, kenapa dia selalu mengincar gadis itu? Apa yang dia rencanakan
Si masa Paman Jo disandera.Byuurr!Aku langsung gelagapan. Bagaimana tidak, satu ember air mengguyur tubuhku yang belum 100% sadar. Kuusap air pada wajahku, mencoba berdiri, tapi tak bisa. Yah, tentu saja karena kedua kakiku terikat."Si--siapa kalian? Beraninya main keroyokan," umpatku pada mereka."Katakan, apa maksudmu mengikuti jejakku? Mau jadi jagoan? Hah!" Lelaki bertopeng itu bangkit dari duduknya.Lelaki bertopeng itu mulai mendekatiku, lalu dengan keras kaki kekarnya terayun ke perutku.Tiada perlawanan berarti dariku, hanya lenguhan dan suara mengaduh yang bergantian karena sakitnya pukulan."Jawab pertanyaanku, bedebah!" serunya seraya terus menendang seluruh badanku.Aku hanya diam, tak ada sedikitpun info yang mereka dapat.Aku tidak akan mengkhianati gadis malang itu, Tanka adalah pemegang saham terbesar di perusahahaan karet yang dikelola ayahnya. Aku harus melindungi semua aset
Kay mengayunkan tangan ke arah Willy lalu menunjuk ke arah tembok yang tertutup dedaunan nan rimbun. Willy mengangguk, dia mendekat lalu berjongkok untuk menjadi tumpuan teman-temannya. Yah, karena hanya Willy yang memiliki tubuh yang lumayan berisi dibandingkan yang lainnya.Kay menatap jony, dia menyuruh temannya itu untuk memanjat duluan, setelah Jony mendarat tanpa kendala, Kay pun membantu Tanka untuk ikut memanjat tembok setinggi dua meter tersebut. Kemudian disusul Rasya, Kay dan Willy.Suasana yang remang kurang pencahayaan membuat mereka leluasa bergerak. Aneh bila dirasa, di bagian depan dan belakang rumah nampak puluhan penjaga dengan persenjataan yang lengkap.Sementara di samping cuma ada segelintir penjaga saja.Kay sebagai ketua regu begitu sangat hati-hati. Dia akan memantau suasana sebelum menyuruh anak buahnya bergerak.Seperti saat ini, lelaki bertubuh tinggi, kekar dan berwajah tampan bak bintang film ternama, Jo
"Jony ...." Willy berteriak sekerasnya. Lelaki itu tidak kuasa melihat sahabatnya mati mengenaskan dengan puluhan peluru bersarang di tubuh.Namun saat Willy hendak meraih tubuh Jony, tiba-tiba Rasya menarik tubuh kekar Willy menjauhi arena.Rasya segera membawa Willy ke tempat yang lebih aman.Sementara Tanka dan Kay segera menyusul kedua temannya. Kemudian Kay mendekati Willy, mencoba menenangkan."Kenapa tidak kau biarkan aku meraih tubuh Jony!" teriak Willy seraya mengusap kasar wajahnya."Jangan bodoh, Will! Itu sama saja kamu mencari mati!" Kay memegang kedua pundak Willy, mencoba menenangkan."Lalu bagaimana dengan Jony? Dia pasti tengah menanti kita," ucap Willy di antara isak tangisnya."Jony sudah menang dalam misi ini, dan sekarang giliran kita. bagaimana caranya agar bisa keluar dari tempat ini secepatnya"Kay lalu menarik tubuh Willy dalam pelukannya. Setelah situasi mulai terkendali, mereka b
Hari pun semakin petang. Usai menyelesaikan masakannya Tanka segera menyiapkan semua di atas meja makan lalu beranjak menuju kamar di mana tamunya berada. "Hi ... gaes! Makanan sudah siap, tapi lebih baik kalian mandi dulu sebelum makan. Nanti biar Kay aku yang urus," ucap gadis itu sebelum berlalu dari kamar. "Siap," teriak Willy yang kemudian bangkit menuju kamar mandi. Demikian pula dengan Tanka. Usai menyelesaikan ritual mandinya gadis itu menuju dapur, mengambil piring lalu menyendok sedikit nasi juga lauknya sekalian, dan ia pun beranjak menuju kamar di mana Kay berada. "Loh, kenapa kalian masih di sini. Emang gak laper, toh?" tanya gadis itu yang kemudian duduk di sebelah Kay. "Aku mau dong, dilayani juga," ledek Rasya sembari melirik ke arah Kay, sahabatnya. "Jangan ngaco, deh. Aku mah ogah, dilayani tapi badan sakit semua," timpal Willy kemudian. "Hemh," protes Kay, membuat kedua temannya berlalu tanpa menung