Share

Episode 7

Tanka segera pergi ke dapur untuk mengemasi beberapa belanjaan. Usai menyusun semua barang pada tempatnya, gadis itu beranjak perlahan mendekati kamar mandi dan membersihkan badannya terlebih dulu sebelum tidur. 

Tanka keluar dengan mengenakan baju tidur sementara handuk kecil melilit rambutnya yang basah. Gadis itu segera menyambar camera mini yang tergeletak di atas nakas lalu berbaring di ranjang. Dia memutar kembali rekaman vidio mesranya.

Rasa penasaran yang besar membuatnya ingin segera menguak keganjilan yang ada. Namun saat gadis itu tengah berselancar dengan pikirannya, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Perlahan ia pun meletakkan camera kemudian meraih ponsel itu kemudian menekan tombol berwarna hijau.

Tanka seketika terbelalak, tangan kanannya membekap mulut, pelan. Matanya mulai mengembun siap meluncurkan bulir-bulir beningnya. Nampak jelas dari layar ponsel, sesosok tubuh tergeletak lemas di atas lantai dengan luka-luka di sekujur tubuh sementara darah segar tercecer di sekelilingnya.

Sosok itu tak lain adalah Paman Jo.

Entah bagaimana pria kurus itu bisa berada di sana, Tanka sendiri tidak tau menahu tentang hal itu.

"Apa yang kamu pikirkan, gadis kecil?" Tanka terperanjat, kaget. Dia terlalu fokus dengan apa yang dilihatnya.

Suara itu terdengar mengejek dari layar ponselnya yang telah berganti dengan gambar seorang lelaki angkuh yang bersembunyi di balik topeng berwarna hitam.

"Siapa kamu?" Tanka bertanya dengan wajahnya yang memerah. Matanya menatap tajam pada sosok lelaki bertopeng itu. Tiada lagi senyum manis yang senantiasa menghiasi paras ayunya.

"Percuma kau melotot seperti itu, kalau pada akhirnya kau akan tunduk padaku. Hahahaha ...!" Suara itu kembali menggema dengan tawa liciknya. Menyadarkan gadis itu akan ketidak berdayaannya saat ini.

"Apa maumu?" tanyanya, lesu.

"Aku ingin kamu menghabisi pria ini secepatnya!" titahnya tanpa mengurangi kesombongan.

"Sia--." Belum selesai gadis itu berkata, tiba-tiba panggilan vidio itu terhenti. Dia tak tau harus berbuat apa. Bagaimana mungkin Paman Jo bisa jatuh ke tangan mereka.

Terpaksa semua rencana yang telah tersusun dengan rapi terpaksa diurungkan. Di tengah keterpurukannya tiba-tiba ponsel itu kembali berbunyi, namun kini hanya sebuah pesan yang masuk.

Dibukanya pesan singkat tersebut, di sana tertera sebuah foto dua orang lelaki, nama, beserta alamatnya.

Derry( 55 tahun ) (Dony 55 tahun. 

Jalan kenanga, no: 105. Lembayung Senja.

Tanka heran dengan alamat yang tertera di sana, sangat asing dan aneh. Namun setelah ia telusuri lewat G****e Maps. Ternyata itu bukan nama sebuah desa, namun lebih pada sebuah ciri khas dari desa itu sendiri. Desa yang letaknya jauh dan sangat terpencil.

Kenapa semakin ke sini, masalah yang ia hadapi semakin sulit. Tanka hanya berpikir realistis dan fokus pada tujuannya, yaitu menyelamatkan Paman Jo dari orang aneh yang tak dikenalnya.

Hari pun berlalu, udara pagi terasa segar dan dingin menusuk hingga ke tulang terdalam. Gadis itu telah siap dengan tas yang berisi baju juga senjata yang akan ia gunakan nanti. Mobil sedan merah itu mulai keluar dari garasi dan melaju cepat membelah jalanan yang masih lengang.

Tanka melajukan mobilnya mengikuti petunjuk yang ada pada aplikasi di layar ponselnya. Tanpa sadar mobil yang ia kendarai sudah jauh meninggalkan perkotaan.

Setiap jalanan yang ia lalui begitu sepi dan lengang. Sangat sedikit orang yang berlalu lalang di sana, bahkan rumah pun masih jarang dan jaraknya jauh dari rumah satu ke rumah yang lainnya.

Hampir mirip rumah di pedalaman.

Aroma mistis mulai tercium dari udara yang begitu dingin. Ditambah suasana desa yang teramat sepi, mencekam.

Tanka menghentikan mobilnya di tepi jalan sembari mengawasi pemukiman yang ia lalui saat ini.

Tak berapa lama dari jauh terlihat seorang lelaki tua, tepatnya kakek.

berjalan mendekat dengan seikat kayu bakar di pundaknya. Gadis itu keluar dari mobil, hendak bertanya.

"Permisi, Kek!" seru Tanka seraya mendekat. Kakek itu pun menoleh dan menghentikan langkahnya.

"Iya, ada apa, Non?" Kakek itu menjawab seraya menurunkan beban yang sedari tadi bertengger di pundaknya.

Tanka merogoh tasnya lalu memberikan selembar foto pada kakek tersebut. 

"Apakah Kakek mengenal lelaki yang ada di dalam foto tersebut?" tanya gadis itu sambil menunjuk ke arah foto yang tengah dipegang kakek itu. 

Kakek mengernyitkan dahinya lalu menatap lekat gadis di depannya.

"Darimana Nona tau alamatnya?" Kakek itu balik bertanya.

"Dia sahabat dari ayah saya, Kek." Tanka menjawab asal.

Kakek itu manggut-manggut lalu berkata, "Baiklah, mari saya hantar!" ucap kakek seraya mengangkat kayunya kembali. Tanka pun membuka pintu mobil hendak mengendarainya, namun dicegah oleh kakek di depannya. 

"Tidak usah pakai mobil, Non. Rumahnya tidak jauh dari sini," ucap kakek itu lagi. 

Tanka pun mengikuti kakek itu dari belakang. Selama perjalanan tak seorang pun terlihat di daerah itu. Nampak sunyi dan sepi, ditambah udara dingin juga matahari yang mulai memasuki peraduannya. Suasana semakin gelap tanpa ada pencahayaan listrik di depan rumah-rumah pada umumnya. 

"Nona, kita sudah sampai." Kakek itu meletakkan kayunya di samping rumah lalu membuka pintu rumah tersebut. 

Tanka tercengang sesaat, melihat suasana rumah yang berbeda. Karena rumah yang dia masuki hanya rumah gribik yang berukuran kecil. Beda jauh dengan yang dilihatnya saat ini. 

Gadis itu masuk perlahan dan menelisik seluruh ruangan yang nampak luas dan rapi.

"Silahkan duduk, Non!" ucap kakek itu sembari meletakkan segelas air putih untuk tamunya dan kembali masuk ke dalam.

Cukup lama Tanka terdiam dalam duduknya, tak ada suara aktifitas apa pun di rumah itu, sunyi. 

"Apakah anda mencari saya?" Nampak seseorang datang bersama kursi roda yang didudukinya. Ya, dia orang yang sama dengan yang ada di dalam foto. Lelaki itu nampak sedikit kurus dengan kedua kakinya yang telah tiada. Entah itu dari bawaan lahir atau karena sebuah kecelakaan. 

"Umh, iya." Tanka mengangguk lalu bangkit hendak mendekat.

"Tidak usah, Nak. Duduklah saja." ucap lelaki itu seraya mengangkat tangannya. 

"Apa tujuanmu kemari?" 

"Saya--," ucapan Tanka terhenti saat seorang wanita menerobos masuk dengan membawa kantung plastik yang berisi obat-obatan.

"Tuan, maaf saya terlambat. Ini obat-obatan yang anda pesan," ucap wanita itu seraya meletakkan plastik tersebut di atas meja.

"Tidak apa-apa. Letakkan saja di situ, biar abah nanti yang menyiapkan semuanya." Wanita itu mengangguk lalu beranjak pergi.

"Hari sudah larut malam, kamu tidur saja dulu di sini, nanti abah yang akan menunjukkan kamarnya. Besok kita lanjutkan perbincangannya." Tanka mengangguk.

Lelaki itu pun memutar kursi roda dan melajukannya, masuk.

Tidak berselang lama kakek yang tadi datang lagi. Kali ini ia membawa sepiring nasi dan sebotol air mineral dalam nampan.

"Mari, Non! Saya tunjukkan kamarnya." Tanka bangkit dan mengikuti kakek dari belakang.

Kakek itu menuju ruangan bersekat di sisi sebelah kiri yang bersisihan dengan ruang tengah. Sebuah kamar sederhana namun penuh dengan fasilitas terkini.

"Baik. Ini kamarnya, semoga Nona menyukainya. Kalau butuh sesuatu panggil saja saya di kamar belakang," ucap kakek itu setelah meletakkan nampan di atas meja. 

 "Terima kasih, Kakek." Lelaki itu mengangguk lalu pamit keluar. 

Setelah kakek itu sudah tidak terlihat, Tanka menutup pintu dan menjatuhkan bobotnya di atas kasur yang berada di sebelahnya. 

Gadis itu melihat kamar yang ia tempati saat ini, matanya tiba-tiba tertuju pada sebuah lukisan yang sangat ganjil.

Lukisan itu menggambarkan sosok wanita cantik sedang duduk memeluk lututnya. Seperti ketakutan. Ditatapnya cukup lama lukisan itu hingga kejadian aneh mengejutkannya. Tiba-tiba lukisan itu mengeluarkan air mata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status