itu.
"Aku terpaksa." Dony meremas rambutnya, frustasi.
"Wanita itu tengah mengandung benih bosmu." Kakek itu menunduk lagi dan mengusap air matanya kasar.
Derry dan Dony saling pandang. Mereka tidak mengira semua akan sejauh ini.
"Mungkinkah sosok yang hadir sebelum kecelakaan itu--?" ucapan Derry menggantung. Dia melihat ke arah Dony dan Abah secara bergantian.
"Wanita itu?" tanya Dony kemudian.
"Jangan ngaco kamu, semua itu tidak mungkin. Aku tidak percaya dengan adanya hantu dan apalah itu," sanggah Dony lagi.
"Siapa yang telah membocorkan keberadaan wanita itu?" tanya kakek. Lelaki tua itu mulai berdiri lalu duduk di kursi yang ada di sampingnya.
"James," ucap Derry. Tanka terkejut mendengar percakapan mereka.
Dia tidak menyangka mantan kekasihnya itu turut andil dalam sebuah pembunuhan."Apa ini? Siapa yang mereka bicarakan sebenarnya? Apa ada kaitannya dengan lukisan itu?" Tanka bermonolog dalam hati.
"Kenapa kita harus membicarakan tentang hal ini lagi. Bukankah semuanya telah usai, memangnya siapa gadis itu sebenarnya?" tanya Dony yang kemudian ikut duduk di sebelah kakek.
"Dia adalah--." Kakek tiba-tiba menghentikan ucapannya. Lelaki itu menatap lekat ke arah pintu yang sedikit terbuka.
Raut wajahnya terlihat sayu dan pilu. Kakek itu bangkit dan melangkah perlahan menuju pintu keluar dengan tatapan kosong. Sontak Dony dan Derry ikut melihat ke arah yang sama, begitu pula Tanka. Aneh, jelas di sana tidak ada siapa-siapa, hanya sebuah guci besar yang berdiri tegak di sisi pintu.
"Abah ...!" teriak Derry. Namun tidak jua menghentikan langkah kakek.
"Cepat kejar Abah! Jangan sampai dia masuk ke dalam kamar depan." perintah Derry pada Dony.
Dony segera bangkit dan mengejar kakek. Sedangkan di dalam ruangan itu kini hanya ada Derry dan Tanka. Hening. Derry tengah sibuk dengan kursi rodanya yang macet, sedangkan Tanka hanya terdiam menunggu. Gadis itu enggan untuk keluar dari persembunyiannya. Dia takut bila ketahuan sebelum waktunya.
Tiba-tiba Tanka merasakan berat pada tengkuknya, seperti ada sesuatu yang aneh di belakangnya. Namun saat gadis itu menoleh ke belakang, ia terpaku seketika.
Perlahan gadis itu bangkit tanpa memikirkan tentang keselamatannya lagi. Pandangannya kosong menatap ke depan, tepat di mana Derry berada.
"Bunuh ... bunuh lelaki itu!" Bisikan halus itu terus terngiang dalam pendengaran Tanka.
Gadis itu mulai mengayunkan kakinya, langkahnya terarah hanya pada satu titik. Tempat di mana Derry tengah berkutat dengan kursi rodanya.
Derry yang menyadari kehadiran Tanka di tempat itu, kaget dan langsung menyapanya.
"Hi! Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Derry. Ia berusaha menguasai kekagetannya.
Namun gadis yang disapanya hanya diam, tanpa menjawab sepatah katapun. Gadis itu terus berjalan dan menatapnya dengan tatapan kosong. Melihat keanehan itu Derry langsung panik dan mendorong paksa roda yang ada pada kedua sisi kursi rodanya.
Bum!
Dalam sekali kibas. Derry pun terjatuh tertelungkup lengkap dengan kursi rodanya.
Gadis itu, entah dari mana mendapatkan kekuatan super."Si--siapa kau sebenarnya?" Derry tergagap, mencoba bangkit namun gagal.
"Apakah kamu sudah lupa padaku? Gadis yang dahulu kau gagahi dan kau bunuh dengan keji. meski berulang kali aku memohon padamu, untuk anak yang kukandung." Suara Tanka terdengar menggema berirama. Bukan suara yang dimilikinya.
"Maafkan aku. Aku hanya menjalankan perintah," kilah lelaki itu, ketakutan.
"Kamu tidak punya hati nurani, hatimu telah dibutakan oleh harta." Tanka terlihat semakin geram, matanya berkilat merah.
"Lepaskan aku! Aku mohon!" Derry beringsut mundur, menjauhi gadis yang semakin mendekatinya.
"Hahaha .... Maaf kata mu." Tanka semakin mendekat.
Gadis itu perlahan mengangkat kedua tangannya, menciptakan angin yang begitu dahsyat. Membuat Derry semakin ketakutan.
Tiba-tiba tubuh lelaki itu pun terangkat sementara kedua tangannya memegangi leher, seperti dicekik.Derry melotot terarah tepat pada mata gadis itu, yang membawanya pada kejadian tujuh tahun silam.
Flash back*****
"Jangan ... kumohon lepaskan aku!" Gadis itu beringsut ke sudut kamar. Berharap lelaki di depannya itu pergi dan membiarkannya hidup.
Flash back **** " mengiyakan. Pikirannya menerawang jauh di mana saat dia tengah melukis Yara. "Saat itu malam buta, Kakek kedatangan tamu dari kota. Sepasang kekasih, kononnya mereka tidak direstui oleh ayah angkat pemuda itu." Kakek terdiam sesaat, menarik nafas dan menghembuskannya pelan. "Pemuda itu menitipkan kekasihnya yang bernama Yara. Namun baru beberapa hari Yara tinggal di sini, ada segerombolan orang dari kota datang bersama seseorang yang sangat tampan dan gagah. Sepertinya itu bosnya." Lanjut kakek lagi. "Setelah kedatangan mereka ke rumah ini, semua berubah tidak terkendali. Anak-anakku menjadi gila harta dan terjadilah hal yang tidak seharusnya." Kakek menghentikan ceritanya. Menyesap wedang kopi yang mulai dingin. "Siapa pemuda yang bersama Yara, Kek? Apakah dia tidak kembali lagi ke rumah Ini?" tanya Tanka penasaran. "Entahlah, semua berjalan begitu cepat. Hingga aku lupa menanyakan n
Hari begitu cepat berlalu, tanpa terasa Tanka sudah hampir satu minggu berada di desa itu. Desa yang secara tidak sengaja memberinya pelajaran yang sangat berharga. Juga sebuah petunjuk yang sulit terpecahkan. "Kakek, terima kasih atas tumpangannya," ucap Tanka setelah ia menyatakan niatnya untuk pulang. "Jangan sungkan, Non. Bila ada waktu mampirlah di pondokku lagi" jawab kakek sambil menyerahkan sekardus oleh-oleh yang berisi singkong dan pisang. Setelah berpamitan gadis itu meninggalkan desa dan melajukan mobilnya menuju rumah Tony. Tempat ia tinggal selama ini.Hampir seharian ia melakukan perjalanan untuk cepat sampai di rumah, jika berhenti pun hanya untuk makan lalu tancap gas lagi. Tepat pukul 8 malam, Tanka akhirnya sampai di rumah.Setelah melakukan ritual mandinya, gadis ayu itu mengenakan piama dan merebahkan badan sambil mendengarkan musik relaksasi.Namun tak lama berselang terdengar suara seseorang memanggil dari luar.
kemudian lari tunggang langgang menjauhi Tanka. Sedangkan gadis itu hanya tersenyum dan berlalu pergi meninggal kan taman. Di kejauhan, nampak seseorang mengawasi adegan perkelahian tersebut dari dalam mobil sembari menyesap rokok yang berulang kali disulutnya. "Gadis yang tangguh, cantik dan cerdas. Membuat aku semakin menggilai dan tidak mungkin bisa melupakannya," ucapnya kagum. Lelaki itu kemudian turun dari mobil, sesaat setelah orang suruhannya mulai mendekat. "Maaf, Bos. Kami gagal," ucap salah satu orang suruhannya yang mulai kehabisan tenaga. "Kenapa bisa begitu?" tanya Si Bos. "Gadis itu sungguh kuat, Bos." Kedua pemuda itu pun menunduk, tak berani menatap wajah Si Bos. "Ok, tak apa. Tapi lain kali kalian tidak boleh gagal lagi," ucap lelaki itu sambil masuk mobil dan berlalu pergi meninggalkan kedua suruhannya. "Dasar Bos Billy aneh, kenapa dia selalu mengincar gadis itu? Apa yang dia rencanakan
Si masa Paman Jo disandera.Byuurr!Aku langsung gelagapan. Bagaimana tidak, satu ember air mengguyur tubuhku yang belum 100% sadar. Kuusap air pada wajahku, mencoba berdiri, tapi tak bisa. Yah, tentu saja karena kedua kakiku terikat."Si--siapa kalian? Beraninya main keroyokan," umpatku pada mereka."Katakan, apa maksudmu mengikuti jejakku? Mau jadi jagoan? Hah!" Lelaki bertopeng itu bangkit dari duduknya.Lelaki bertopeng itu mulai mendekatiku, lalu dengan keras kaki kekarnya terayun ke perutku.Tiada perlawanan berarti dariku, hanya lenguhan dan suara mengaduh yang bergantian karena sakitnya pukulan."Jawab pertanyaanku, bedebah!" serunya seraya terus menendang seluruh badanku.Aku hanya diam, tak ada sedikitpun info yang mereka dapat.Aku tidak akan mengkhianati gadis malang itu, Tanka adalah pemegang saham terbesar di perusahahaan karet yang dikelola ayahnya. Aku harus melindungi semua aset
Kay mengayunkan tangan ke arah Willy lalu menunjuk ke arah tembok yang tertutup dedaunan nan rimbun. Willy mengangguk, dia mendekat lalu berjongkok untuk menjadi tumpuan teman-temannya. Yah, karena hanya Willy yang memiliki tubuh yang lumayan berisi dibandingkan yang lainnya.Kay menatap jony, dia menyuruh temannya itu untuk memanjat duluan, setelah Jony mendarat tanpa kendala, Kay pun membantu Tanka untuk ikut memanjat tembok setinggi dua meter tersebut. Kemudian disusul Rasya, Kay dan Willy.Suasana yang remang kurang pencahayaan membuat mereka leluasa bergerak. Aneh bila dirasa, di bagian depan dan belakang rumah nampak puluhan penjaga dengan persenjataan yang lengkap.Sementara di samping cuma ada segelintir penjaga saja.Kay sebagai ketua regu begitu sangat hati-hati. Dia akan memantau suasana sebelum menyuruh anak buahnya bergerak.Seperti saat ini, lelaki bertubuh tinggi, kekar dan berwajah tampan bak bintang film ternama, Jo
"Jony ...." Willy berteriak sekerasnya. Lelaki itu tidak kuasa melihat sahabatnya mati mengenaskan dengan puluhan peluru bersarang di tubuh.Namun saat Willy hendak meraih tubuh Jony, tiba-tiba Rasya menarik tubuh kekar Willy menjauhi arena.Rasya segera membawa Willy ke tempat yang lebih aman.Sementara Tanka dan Kay segera menyusul kedua temannya. Kemudian Kay mendekati Willy, mencoba menenangkan."Kenapa tidak kau biarkan aku meraih tubuh Jony!" teriak Willy seraya mengusap kasar wajahnya."Jangan bodoh, Will! Itu sama saja kamu mencari mati!" Kay memegang kedua pundak Willy, mencoba menenangkan."Lalu bagaimana dengan Jony? Dia pasti tengah menanti kita," ucap Willy di antara isak tangisnya."Jony sudah menang dalam misi ini, dan sekarang giliran kita. bagaimana caranya agar bisa keluar dari tempat ini secepatnya"Kay lalu menarik tubuh Willy dalam pelukannya. Setelah situasi mulai terkendali, mereka b
Hari pun semakin petang. Usai menyelesaikan masakannya Tanka segera menyiapkan semua di atas meja makan lalu beranjak menuju kamar di mana tamunya berada. "Hi ... gaes! Makanan sudah siap, tapi lebih baik kalian mandi dulu sebelum makan. Nanti biar Kay aku yang urus," ucap gadis itu sebelum berlalu dari kamar. "Siap," teriak Willy yang kemudian bangkit menuju kamar mandi. Demikian pula dengan Tanka. Usai menyelesaikan ritual mandinya gadis itu menuju dapur, mengambil piring lalu menyendok sedikit nasi juga lauknya sekalian, dan ia pun beranjak menuju kamar di mana Kay berada. "Loh, kenapa kalian masih di sini. Emang gak laper, toh?" tanya gadis itu yang kemudian duduk di sebelah Kay. "Aku mau dong, dilayani juga," ledek Rasya sembari melirik ke arah Kay, sahabatnya. "Jangan ngaco, deh. Aku mah ogah, dilayani tapi badan sakit semua," timpal Willy kemudian. "Hemh," protes Kay, membuat kedua temannya berlalu tanpa menung
Usai mendengar apa kemauan dari Si Abang. Billy pun langsung berlalu dan mengajak beberapa anak buahnya untuk menyambangi rumah yang Tanka tempati saat ini.Tidak tanggung-tanggung tiga mobil sedan sekaligus melaju cepat membawa Billy beserta sepuluh anak buahnya. Sementara itu di lain tempat, Kay sedang mempersiapkan langkah selanjutnya untuk membantu gadis yang lumayan mengusik hatinya saat ini. Kay menulis sesuatu pada selembar kertas dan diberikan pada gadis di depannya. (Kita harus berhati-hati mulai saat ini, bisa saja bos besar merencanakan sesuatu) Tanka mengerutkan dahinya dan menatap pria di depannya penuh tanya, yang dibalas anggukan oleh Kay. "Berikan kertas itu pada yang lainnya!" Kay menatap gadis itu lalu tersenyum. Memberi kode agar tetap waspada. Tanpa berfikir panjang gadis itu langsung menuju tempat di mana Willy dan Rasya berada. "Gaes, ini ada pesan dari Kay." Tanka