Share

3. wanita itu

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-07-14 16:14:01

**

Mereka begitu dekat dan mesra. Bak kekasih yang telah lama tidak berjumpa. Suamiku memeluk pinggangnya dan tangan yang satunya membelai bagian belakang wanita itu dari balik gaun punggung terbukanya. Sedangkan si wanita melingkarkan kedua tangannya di leher Mas Aldo. Mereka saling pandang dan lalu saling menukar rasa rindu satu sama lain lewat pagutan asmara dan sentuhan-sentuhan penuh rasa.

Tungkaiku lemas, menyaksikan adegan mereka. Pandanganku mengabur oleh air mata,  serangkan telingaku terasa tuli dengan keramaian sekitar,  bagai adegan slow motion semua, yang ada di sekitarku kabur dan hanya mereka sebagai fokus. Sepasang kekasih yang tak saling melepaskan.

Aku ... bisa saja aku menghampiri dan melabrak mereka, menumpahkan segala rasa emosi dan kecewa yang berkecamuk dan wanita itu, aku juga bisa memukulnya hingga babak belur, namun mempertimbangkan kehormatan diriku yang harus bergelut di sebuah lounge hotel bintang lima bersama kekasih suamiku, menggelikan.

 Belum lagi jika respon Mas Aldo malah membela kekasihnya, maka harga diriku akan sukses berkeping-keping.

Kuseret langkah dengan berat menuju parkiran, mencari mobil, membuka pintunya lalu menghempaskan diriku di kursinya. Kutatap wajahku di kaca mobil, amat menyedihkan. Sekelebat bayangan adegan barusan dan kilauan cincin di tangan yang baru suamiku sematkan,  membuatku semakin hancur.

"Arrgg ... tega kau, Mas!" teriakku di mobil. 

Kututup wajahku dengan kedua belah tangan, hatiku sesak sekuat apa pun menahan, tetap saja aku akhirnya tergugu dengan nada yang amat menyayat memilukan. 

Katanya,

"Aku akan selalu mencintaimu dan menyayangimu sayang, tidak akan kubiarkan kamu merana sedetikpun oleh perlakuanku," begitu ucapnya di malam pertama pernikahan kami.

Dan sekarang, aku semakin  mengingat semua kenangan manis yang ia lakukan padaku, cara ia merangkul, cara ia menyentuh dan cara ia menatapku dengan mata tajamnya yang penuh cinta, mampu menghipnotisku untuk berbuat apapun demi mereguk madu asmara dan mengarungi bahtera kehidupan, hanya dengannya saja. 

Kini apa?

Semuanya musnah, terbakar sudah.

Tring ...

Ponselku berdering.

Ada namanya tertera di layar ponsel. Kugeser tombol gagang dan meletakkan gawai di telinga.

"Halo," desisku lirih.

"Sayang kamu dimana? Kok pergi ga bilang-bilang sih?"

Jujur aku ingin muntah mendengarnya, palsu.

Dengan menahan Isak tangis kujawab, "aku merasa gak enak badan, jadi kuambil kunci mobil dari penitipan dan pulang duluan."

"Biar aku antar ya, sayang," pintanya.

"Gak usah, aku sudah jalan duluan." Aku membual.

"Ya udah, kebetulan aku di telpon kawan, jadi mereka mau reunian di club', aku boleh pergi yah," katanya.

Masa bodoh! Aku sudah muak.

"Terserah ... ," Jawabku lemah.

Kututup telpon dan masih terpaku di dalam mobil, di parkiran. Aku terlalu lemah untuk mengemudikan mobil saat ini.

Tak lama berselang ia dan wanita itu datang dari arah depan menuju parkiran. Berjalan mesra dan tangan wanita itu terkait di lengan suamiku. Manja sekali dia.

Mereka memasuki mobil merah, tapi sebelum masuk mereka bermesraan lagi, dengan saling ... .

Menjijikkan. Tak tahu malu.

Perlahan mobil meninggalkan basement, kunyalakan juga mesin mobilku. Menarik persneling lalu menginjak gas, mengikuti kemana arah mereka akan pergi.

Sekarang mobilnya tepat berada di depan mobilku. Lampu mobil mereka menyala dan aku bisa melihat adegan di dalamnya.

Ya Tuhan, mereka bahkan tidak berfikir bahwa ini jalan raya dan lampu merah. Dimana ada banyak mobil dan pengendara yang bisa saja mereka memperhatikan kegiatan Mas Aldo dan kekasihnya. Wanita itu begitu beringas bagai macan lapar yang baru menemukan mangsanya.

Terus bergelayut, menarik, mencium, dan ...

Ya Allah, memalukan sekali! 

Dasar wanita jal***

Mobil memasuki halaman sebuah rumah di komplek yang tidak begitu padat. Tempat tinggal wanita itu bukan komplek elit, sehingga aku dengan mudah bisa mengikuti mereka sampai depan rumahnya. Mobilnya masuk dan garasinya ditutup.

Perlahan kutepikan mobil, kulepas sepatu dan mengendap-endap, membuka gerbang perlahan lalu memasuki pekarangan rumah wanita itu.

Pintunya tertutup, namun jendelanya terbuat dari kaca sehingga aku masih bisa melihat kegiatan mereka di balik gorden yang tersingkap sedikit.

Mereka saling peluk, saling memadu kasih, mesra. Perlahan wanita itu melucuti kancing jas suamiku dan begitu pula Mas Aldo dengan aksi buasnya segera melepas penutup tubuh wanita itu.

Di ruang tengah, di sofa itu, mereka berkasih mesra dan aku di luar rumahnya, terduduk lemas di kegelapan, menyender di dinding dingin dan tergugu sendiri. Tanpa teman atau kekasih yang mendampingi.

Sakit ... Sakit sekali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   7.

    **Hari ini akan kuberikan mereka kejutan beruntun yang tak akan mereka lupakan seumur hidup.**Kuayunkan langkah dengan pasti, seanggun mungkin. Hari ini adalah hari pertamaku kembali bekerja di Sinar Media Corp, sebuah perusahaan yang berbasis media dan memiliki nilai investasi yang sangat tinggi. Sebuah kebanggaan bagi siapa saja yang bisa bergabung dan membangun karier di sini.Tepat pukul delapan lewat lima belas menit, ketika rapat anggota direksi dan beberapa manager di mulai. Dengan santai kumasuki ruangan rapat mewah bermeja oval panjang itu. Semua mata tertuju, menyambut dan menyunggingkan senyum padaku. Kecuali, suamiku Mas Aldo dan seorang wanita yang duduk di belakangnya yang kutaksir menjabat sekretaris, Alexandra.Rupanya ia dialihkan ke kantor Mas Aldo."Selamat pagi, selamat datang kembali, Bu Dewi," sambut Pak Pemimpin Direktur."Terima kasih," sambutku sambil menjabat erat tangan beliau. "Jadi, selain membahas masalah perusahaan, saya sekaligus ingin memperkenalk

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   6. masa lalu

    ***Pesan pada tanggalDua puluh empat, Mei 2018[Aldo, ada rasa terkejut ketika pertama kali pak CEO mengenalkanmu padaku sebagai partner kerja dari perusahan pusat.Ada rasa bahagia menemukan sahabat lama yang memang sudah lama kurindukan. Kau begitu sukses dan berhasil membangun karier, aku turut bangga atas hal itu.Sosokmu juga tidak berubah, malah makin mempesona. Senyummu yang seketika membangkitkan kembali rasa percikan rasa dalam hatiku.Tak bisa kupungkiri, aku masih mencintaimu, meski mungkin aku hanya akan menikmati rasa itu sendiri.Dari, Wanita yang selalu merindukanmu, Alexandra.] Begitu tulisnya di email pertamanya.Oh, jadi mereka teman lama, yang berjumpa di kantor yang sama ....Sehari kemudian suamiku membalas.[Oh, Alexa ya. Hehehe bisa saja. Aku sudah menikah dengan Dewi Rosalia, Manager keuangan perusahaan, walau sekarang ia sudah resign, karena aku memintanya untuk fokus mengurusku dan mencintaiku saja] disertai emoji tertawa.[Sungguh beruntung wanita itu, se

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   5. mandek

    ***Hari ini, setelah dua tahun hanya berdua di rumah sebagai ibu rumah tangga, aku putuskan untuk kembali bekerja dan membangun kembali karierku yang sempat 'mandeg' karena keinginan mas Aldo yang memintaku untuk serius mengurus rumah dan melahirkan buah hati. Ada rasa miris ketika mengeja kata buah hati, hatiku bagai disayat begitu mengingat jika rumah ini begitu sepi, hanya dinding dan pantulan suara detak jarum jam sepi dan hampa. Tidak ada tawa atau rengekan kecil yang akan mewarnai hari, tidak ada tangis dengan mata mengiba tulus, memintaku untuk membawanya ke dalam peluk atau kugendong dengan penuh kasih. Ah, aku merindukan anak, anak buah cinta kami, aku dan mas Aldo.**Kudadar telur dan memanggang empat potong toast lalu menuangkan dua gelas jus, sementara menunggu pesanan dari Gofood, aku akan menghidangkan selingan ini dan secangkir kopi untuknya."Mas Aldo, ayo makan." Aku memanggilnya.Ia segera bangkit dari rumah tivi dan menemui ku di meja makan."Kamu sudah baikan

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   4. alei

    ***Kicau burung dan cahaya mentari yang membias menyadarkan lamunanku. Dari semalam, sejak aku kembali dari rumah wanita itu, aku hanya termangu di ruang tamu menatap nyalang pada pigura yang menampilkan photo pernikahan kami, dengan ekspresi paling indah, bahagia.Kontras kalimat cinta dan setianya dengan pemandangan yang aku saksikan semalam. Ketika kubuka pintu rumah,seketika bayang kebahagian dan canda kami berkelebat dan menari-nari di sekitarku, bagaimana kami berbagi suka dan duka, peluk dan tawa. Kuarahkan pandanganku ke pigura itu, dan begitulah aku hanya terpaku hingga matahari terbit, bagaimana aku akan menumpahkan kekesalanku? bagaimana aku selanjutnya ... Apakah akan mempertahankan rumah tanggaku? bagaimana juga aku akan mengatasi wanita itu? semua tanya dan pikir itu saling bergantian dan berputar-putar seperti rekaman yang di-rewind.Bahkan hendak menangis rasanya air mata ini sudah kering. Perut yang terasa pedih karena lapar dan tenggorokan yang kering oleh lelah ta

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   3. wanita itu

    **Mereka begitu dekat dan mesra. Bak kekasih yang telah lama tidak berjumpa. Suamiku memeluk pinggangnya dan tangan yang satunya membelai bagian belakang wanita itu dari balik gaun punggung terbukanya. Sedangkan si wanita melingkarkan kedua tangannya di leher Mas Aldo. Mereka saling pandang dan lalu saling menukar rasa rindu satu sama lain lewat pagutan asmara dan sentuhan-sentuhan penuh rasa.Tungkaiku lemas, menyaksikan adegan mereka. Pandanganku mengabur oleh air mata, serangkan telingaku terasa tuli dengan keramaian sekitar, bagai adegan slow motion semua, yang ada di sekitarku kabur dan hanya mereka sebagai fokus. Sepasang kekasih yang tak saling melepaskan.Aku ... bisa saja aku menghampiri dan melabrak mereka, menumpahkan segala rasa emosi dan kecewa yang berkecamuk dan wanita itu, aku juga bisa memukulnya hingga babak belur, namun mempertimbangkan kehormatan diriku yang harus bergelut di sebuah lounge hotel bintang lima bersama kekasih suamiku, menggelikan. Belum lagi jika

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   2. tampaknya

    Malam ini, tiba-tiba ia mengajakku makan malam. Ketika kutanya dalam rangka apa? ia hanya menjawab makan malam biasa. Aku mengenakan gaun hitam panjang kesukaanku dan Mas Aldo mengenakan jas dan berpenampilan sangat rapi sehingga nampak begitu tampan dan memukau."Kenapa segitu rapinya, memangnya kita mau makan di mana?""Di fine dining, sekali-kali." Ia menjawab singkat sambil merapikan rambutnya.***Suasana restoran yang mewah dengan cahaya temaram canndelier membuatku nyaman berada di resto ala Prancis tersebut. Alunan musik dan pendar lilin menambah kesan romantis."Waw, keren ya, restonya," cetusku membuka obrolan."Iya, ... Kamu mau makan apa?" tanyanya."Mmm, bingung juga, soalnya baru pertama kali, tapi ... terserah mas Aldo saja."Aku udah pesankan makanan tadi pas reservasi online, mau menu tambahan?" tawarnya."Gak usah, cukup itu aja.""Baiklah," Ia menyimpan kembali ponselnya di saku lalu, aku dan dia kembali terdiam dalam hening. Seperti ada sesuatu yang canggung untu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status