Share

4. alei

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-07-14 16:14:28

***

Kicau burung dan cahaya mentari yang membias menyadarkan lamunanku. Dari semalam, sejak aku kembali dari rumah wanita itu, aku hanya termangu di ruang tamu menatap nyalang pada pigura yang menampilkan photo pernikahan kami, dengan ekspresi paling indah, bahagia.

Kontras kalimat cinta dan setianya dengan pemandangan yang aku saksikan semalam. Ketika kubuka pintu rumah,seketika bayang kebahagian dan canda kami berkelebat dan menari-nari di sekitarku, bagaimana kami berbagi suka dan duka, peluk dan tawa. 

Kuarahkan pandanganku ke pigura itu, dan begitulah aku hanya terpaku hingga matahari terbit, bagaimana aku akan menumpahkan kekesalanku? bagaimana aku selanjutnya ... Apakah akan mempertahankan rumah tanggaku? bagaimana juga aku akan mengatasi wanita itu? semua tanya dan pikir itu saling bergantian dan berputar-putar seperti rekaman yang di-rewind.

Bahkan hendak menangis rasanya air mata ini sudah kering. Perut yang terasa pedih karena lapar dan tenggorokan yang kering oleh lelah tak membuatku bangkit untuk mencari pengganjalnya. Masih di sini, bergeming di depan pigura, di antara rasa sakit dikhianati dan dibodohi.

Treek .. 

Suara handel pintu diputar, daunnya bergerak dan suamiku ada di balik pintu. Ia memasuki rumah dengan pandangan yang heran sekaligus terkejut melihat penampilanku.

"Sayang, ada apa? Ka-kami kenapa, kenapa kamu kacau seperti ini?" Ia menghampiri kaget melihat wajah sembabku dan rambutku yang sudah seperti singa merana.

"Aku gak apa-apa," jawabku dingin sambil menepis tangannya, sejurus kemudian aku bangkit  menuju kamar mengganti pakaian dan merebahkan diri di ranjang.

Mas Aldo menyusulku dan duduk di tepi ranjang tempat aku berbaring.

"Kenapa sayang, kamu sakit ya? Maaf ya aku gak pulang semalam, ketiduran di rumah teman."

Hah, bohong lagi!

Aku tidak menanggapinya, aku lelah. Lelah hati, tubuh dan jiwa. Lebih baik aku beristirahat saja.

***

Hari sudah sore ketika aku terbangun, perlahan beringsut dari pembaringan, menuju kamar mandi membersihkan diri. Saat aku tengah mengambil handuk, kulihat suamiku sedang mondar-mandir sambil berbicara di ponsel.

"Alexa, sorry, aku gak bisa datang sore ini, sepertinya Dewi sedang sakit, sorry banget,"

Ia berbicara sambil sesekali mengacak rambut dan menggigit bibir bawahnya.

"Iya ... Aku ngerti sayang, tapi istriku juga butuh aku temani, dia lagi sakit," ucap suamiku.

"Begini saja, besok aja ketemuannya ya, Dewi gak nyari perhatian, kok. Dia memang kelihatan sakit. Iya ... Tenang aja sayang, ntar kuurus semuanya. Ok? Daah." 

Suamiku menutup ponselnya lalu masuk, aku segera mandi dan segera mengganti pakaian. Berusaha sekuat mungkin bersikap biasa saja.

Dan ya, apa tadi wanita itu menyebutku? Cari perhatian?

Hmm, akan kutunjukkan padanya, bagaiman ia akan mencari bantuan dan perhatian dalam arti yang sebenarnya.

**

Kudadar telur dan memanggang empat potong toast lalu menuangkan dua gelas jus, sementara menunggu pesanan dari Gofood, aku akan menghidangkan selingan ini dan secangkir kopi untuknya.

"Mas Aldo, ayo makan." Aku memanggilnya.

Ia segera bangkit dari rumah tivi dan menemui ku di meja makan.

"Kamu sudah baikan sayang? Kalo masih gak sehat, gak usah merepotkan diri, deh."

"Gak, aku baik baik saja," sangkalku.

Kami lalu menikmati makanan tanpa banyak bicara, tenggelam dalam kebisuan saja.

"Eh, tumben diam," godanya sambil mencolek lenganku.

Aku hanya menyunggingkan senyum tipis diantara kekesalan dan sakit hatiku.

*

Sore ini kuputuskan untuk pergi ke pusat kebugaran, hari Sabtu memang jadwalku berolah raga di pusat fitness langgananku.

Sedang asyik berjalan di treadmill ketika seorang wanita menyapa.

"Hai, boleh nge-tread di sini," tanyanya.

"Boleh silahkan," jawabku masih sibuk berlari sambil memperhatikan layar treadmill.

Ketika kutolehkan wajah wanita yang memakai baju olah raga slimfit pink itu, melempar senyumnya.

Ingin kuraih barbel dan kuhempas di kepalanya saat ini juga,  namun, ... Ah sayang.

"Alexa, tunggu balasan gue," batinku.

Tak lama berselang, wanita bertubuh seksi itu, sudah membaur dengan anggota lain di klub fitness. Ia menyapa dan bergaul bagai ratu sejagad yang sok cantik. 

Aku memaklumi, ia wanita kelas menengah yang baru mencicipi kemewahan dari uang suami orang, seperti terbang ke angkasa dan merasa pantas menggunakan semua fasilitas ala orang kaya. Ha ha, memalukan.

"Eh, Jeng Alexa, selamat bergabung di klub kami," sapa salah seorang teman kami.

"Eh, iya, makasih," sambutnya.

"Jeng Alexa cantik ya," puji wanita itu lagi.

"Iya dong Bu, kalo gak cantik ntar suami saya lari, dan mencari wanita yang lebih hot, cantik dan memuaskan,  heheh," jawabnya sambil meringai dan melirik samar ke arahku.

Aku mengerti ia tengah menyindirku, istri dari kekasihnya. Daripada aku kegerahan dengan ucapannya, kuputuskan untuk mengganti pakaian dan pulang.

Ketika mengganti pakaian dan membereskan tasku, wanita binal itu menyusul dan kebetulan sekali, aku hanya sendiri di ruangan itu.

"Eh, sudah mau pulang ya, Mbak," katanya sok dekat.

Aku membalik badan dan menatapnya tajam. "Kenapa? Memangnya kenapa?" tentangku sambil melotot ke arahnya.

"Gak usah ngegas kali, Mbak. Santai aja, aku kan, gak menyinggung Embak," jawabnya santai.

"Enak ya, menikmati fasilitas sebagai simpanan seorang pengusaha," sindirku.

Ia yang tengah mencuci mukanya, berhenti sesaat dan bangkit menghampiriku.

"Ngomong apa kamu? Berani sekali, dasar perempuan tidak berguna,"  cecarnya dengan lantang.

Aku tersenyum dan seketika saja, kulayangkan tendangan tinggi ke wajahnya. 

Bugh ...

Ia yang tidak sigap dengan aksiku langsung tersungkur dalam posisi menelungkup.

"Arrggg ... ," teriaknya, namun tak seorangpun mendengar.

Sebelum ia sempat bangkit, kuhampiri dan kuinjak pahanya dari belakang lalu kutarik kunciran rambutnya hingga ia  memekik kesakitan.

"Aw, awwg .. hentikan ... Stop ... Sa-sakit.. ih," rintihnya.

"Masih ingin menghina saya?" tanyaku sambil terus menarik rambutnya dengan kasar.

"A-a ... Gak lagi, mbak," ratapnya.

"Ingat ... Saya tidak lemah, saya akan memberimu pelajaran terhadap apa yang telah berani kamu lakukan pada rumah tangga saya, dasar wanita jalanan!" ucapku sambil melepasnya kasar.

Kutinggalkan ia dengan posisi dan wajah yang masih shock dan pias.

"Hmm, ini baru permulaaan ... tunggu lanjutannya.' 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   7.

    **Hari ini akan kuberikan mereka kejutan beruntun yang tak akan mereka lupakan seumur hidup.**Kuayunkan langkah dengan pasti, seanggun mungkin. Hari ini adalah hari pertamaku kembali bekerja di Sinar Media Corp, sebuah perusahaan yang berbasis media dan memiliki nilai investasi yang sangat tinggi. Sebuah kebanggaan bagi siapa saja yang bisa bergabung dan membangun karier di sini.Tepat pukul delapan lewat lima belas menit, ketika rapat anggota direksi dan beberapa manager di mulai. Dengan santai kumasuki ruangan rapat mewah bermeja oval panjang itu. Semua mata tertuju, menyambut dan menyunggingkan senyum padaku. Kecuali, suamiku Mas Aldo dan seorang wanita yang duduk di belakangnya yang kutaksir menjabat sekretaris, Alexandra.Rupanya ia dialihkan ke kantor Mas Aldo."Selamat pagi, selamat datang kembali, Bu Dewi," sambut Pak Pemimpin Direktur."Terima kasih," sambutku sambil menjabat erat tangan beliau. "Jadi, selain membahas masalah perusahaan, saya sekaligus ingin memperkenalk

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   6. masa lalu

    ***Pesan pada tanggalDua puluh empat, Mei 2018[Aldo, ada rasa terkejut ketika pertama kali pak CEO mengenalkanmu padaku sebagai partner kerja dari perusahan pusat.Ada rasa bahagia menemukan sahabat lama yang memang sudah lama kurindukan. Kau begitu sukses dan berhasil membangun karier, aku turut bangga atas hal itu.Sosokmu juga tidak berubah, malah makin mempesona. Senyummu yang seketika membangkitkan kembali rasa percikan rasa dalam hatiku.Tak bisa kupungkiri, aku masih mencintaimu, meski mungkin aku hanya akan menikmati rasa itu sendiri.Dari, Wanita yang selalu merindukanmu, Alexandra.] Begitu tulisnya di email pertamanya.Oh, jadi mereka teman lama, yang berjumpa di kantor yang sama ....Sehari kemudian suamiku membalas.[Oh, Alexa ya. Hehehe bisa saja. Aku sudah menikah dengan Dewi Rosalia, Manager keuangan perusahaan, walau sekarang ia sudah resign, karena aku memintanya untuk fokus mengurusku dan mencintaiku saja] disertai emoji tertawa.[Sungguh beruntung wanita itu, se

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   5. mandek

    ***Hari ini, setelah dua tahun hanya berdua di rumah sebagai ibu rumah tangga, aku putuskan untuk kembali bekerja dan membangun kembali karierku yang sempat 'mandeg' karena keinginan mas Aldo yang memintaku untuk serius mengurus rumah dan melahirkan buah hati. Ada rasa miris ketika mengeja kata buah hati, hatiku bagai disayat begitu mengingat jika rumah ini begitu sepi, hanya dinding dan pantulan suara detak jarum jam sepi dan hampa. Tidak ada tawa atau rengekan kecil yang akan mewarnai hari, tidak ada tangis dengan mata mengiba tulus, memintaku untuk membawanya ke dalam peluk atau kugendong dengan penuh kasih. Ah, aku merindukan anak, anak buah cinta kami, aku dan mas Aldo.**Kudadar telur dan memanggang empat potong toast lalu menuangkan dua gelas jus, sementara menunggu pesanan dari Gofood, aku akan menghidangkan selingan ini dan secangkir kopi untuknya."Mas Aldo, ayo makan." Aku memanggilnya.Ia segera bangkit dari rumah tivi dan menemui ku di meja makan."Kamu sudah baikan

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   4. alei

    ***Kicau burung dan cahaya mentari yang membias menyadarkan lamunanku. Dari semalam, sejak aku kembali dari rumah wanita itu, aku hanya termangu di ruang tamu menatap nyalang pada pigura yang menampilkan photo pernikahan kami, dengan ekspresi paling indah, bahagia.Kontras kalimat cinta dan setianya dengan pemandangan yang aku saksikan semalam. Ketika kubuka pintu rumah,seketika bayang kebahagian dan canda kami berkelebat dan menari-nari di sekitarku, bagaimana kami berbagi suka dan duka, peluk dan tawa. Kuarahkan pandanganku ke pigura itu, dan begitulah aku hanya terpaku hingga matahari terbit, bagaimana aku akan menumpahkan kekesalanku? bagaimana aku selanjutnya ... Apakah akan mempertahankan rumah tanggaku? bagaimana juga aku akan mengatasi wanita itu? semua tanya dan pikir itu saling bergantian dan berputar-putar seperti rekaman yang di-rewind.Bahkan hendak menangis rasanya air mata ini sudah kering. Perut yang terasa pedih karena lapar dan tenggorokan yang kering oleh lelah ta

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   3. wanita itu

    **Mereka begitu dekat dan mesra. Bak kekasih yang telah lama tidak berjumpa. Suamiku memeluk pinggangnya dan tangan yang satunya membelai bagian belakang wanita itu dari balik gaun punggung terbukanya. Sedangkan si wanita melingkarkan kedua tangannya di leher Mas Aldo. Mereka saling pandang dan lalu saling menukar rasa rindu satu sama lain lewat pagutan asmara dan sentuhan-sentuhan penuh rasa.Tungkaiku lemas, menyaksikan adegan mereka. Pandanganku mengabur oleh air mata, serangkan telingaku terasa tuli dengan keramaian sekitar, bagai adegan slow motion semua, yang ada di sekitarku kabur dan hanya mereka sebagai fokus. Sepasang kekasih yang tak saling melepaskan.Aku ... bisa saja aku menghampiri dan melabrak mereka, menumpahkan segala rasa emosi dan kecewa yang berkecamuk dan wanita itu, aku juga bisa memukulnya hingga babak belur, namun mempertimbangkan kehormatan diriku yang harus bergelut di sebuah lounge hotel bintang lima bersama kekasih suamiku, menggelikan. Belum lagi jika

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   2. tampaknya

    Malam ini, tiba-tiba ia mengajakku makan malam. Ketika kutanya dalam rangka apa? ia hanya menjawab makan malam biasa. Aku mengenakan gaun hitam panjang kesukaanku dan Mas Aldo mengenakan jas dan berpenampilan sangat rapi sehingga nampak begitu tampan dan memukau."Kenapa segitu rapinya, memangnya kita mau makan di mana?""Di fine dining, sekali-kali." Ia menjawab singkat sambil merapikan rambutnya.***Suasana restoran yang mewah dengan cahaya temaram canndelier membuatku nyaman berada di resto ala Prancis tersebut. Alunan musik dan pendar lilin menambah kesan romantis."Waw, keren ya, restonya," cetusku membuka obrolan."Iya, ... Kamu mau makan apa?" tanyanya."Mmm, bingung juga, soalnya baru pertama kali, tapi ... terserah mas Aldo saja."Aku udah pesankan makanan tadi pas reservasi online, mau menu tambahan?" tawarnya."Gak usah, cukup itu aja.""Baiklah," Ia menyimpan kembali ponselnya di saku lalu, aku dan dia kembali terdiam dalam hening. Seperti ada sesuatu yang canggung untu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status