Share

2. MENCOBA BERDAMAI

Author: Allina
last update Last Updated: 2025-04-10 20:05:16

“Gimana, Yu, apartemen yang mau gue tinggalin. Apa sudah siap?” tanya Varen kepada sahabatnya, sambil tangannya masih di atas keyboard untuk menyelesaikan laporan.

“Lo yakin mau pindah ke apartemen, Ren? sendirian?”

“Maksud lo?” Varen mengerutkan kening tidak paham akan maksud pertanyaan Bayu.

“Maksud gue gimana dengan Aerin, apa lo juga akan bawa Aerin pindah ke apartemen?” Sejujurnya juga Bayu hanya ingin tahu seberapa kuat perasaan Varen untuk anaknya.

Varen memencet tombol intercom untuk terhubung dengan sekretarisnya, Bella.

“Bel, tolong buatkan 2 cangkir kopi untuk saya dan Bayu!”

“Baik, Pak!” jawab Bella dari balik pintu ruangan Varen, karna memang meja Bella berada tepat di seberang pintu ruangan sang CEO.

Butuh jeda waktu untuk Varen bisa menjawab pertanyaan Bayu.

“A …“ Ucapan Varen terhenti lantaran suara pintu kembali berbunyi.

Tok ... tok …

Bella masuk dengan 2 cangkir kopi yang masih harum dengan asap yang masih mengepul.

“Gue pikir Aerin akan lebih bahagia jika tinggal dengan nyokap dan bokap, toh juga banyak orang yang menemaninya di sana. So, gue pikir lo gak usah repot-repot buat mikirin dia.”

“Ren, sekali aja lo mikirin gimana perasaan Aerin, lo posisikan diri lo sebagai anak. Kenapa lo harus membenci dia? Kalau dia bisa memilih dia juga gak mau jadi anak lo, gue yakin Aerin melalui hari-harinya gak semudah yang lo bayangkan.”

“Dia masih terlalu kecil untuk menanggung semua kebencian ini, Aerin butuh kasih sayang dan perhatian lo, Ren. Meskipun bisa di bilang lo Single Daddy sekarang. At least, itu yang Aerin butuhkan sebagai anak.”

Butuh waktu untuk Varen mencerna ucapan bayu, meski tidak bisa di pungkiri kalau perkataan Bayu ada benarnya. Namun Varen terlalu egois untuk bisa menerima.

“Atau … bagaimana kalau lo carikan mama baru buat dia? Ya, kali aja dia bisa gantiin lo buat nyayangin Aerin,” celetuk Bayu ditengah perbincangannya sembari melihat reaksi Varen.

“Ide konyol macam apa itu!” sentak Varen dengan raut wajah penuh kekesalan namun justru membuat bibir bayu bergeming.

“Racun apa sih yang perempuan itu kasih ke lo? Setelah bertahun-tahun lo masih belum bisa lupain dia. Come on Ren, berdamailah dengan kenangan. Gue rasa gak ada satu orang pun di dunia ini yang gak punya kenangan.”

“Enggak apa-apa kalau lo punya masa lalu, semua orang berhak memiliki masa lalu. Tapi bukankah, life must go on ya?”

***

Malam harinya, Varen tiba dirumahnya tepat jam 8 malam, di mana keluarganya tengah menikmati makan malam.

“Ren, tumben kamu pulang cepat? Mandi dulu ya, Sayang! Kita tunggu kamu buat makan malam!” pinta sang mama kepada anak kesayangannya.

Varen lalu membalas ucapan mamanya hanya dengan satu anggukan, dan bergegas naik ke atas untuk mandi. Sesampainya di kamar Varen lalu duduk di atas kasurnya, melihat sekeliling kamar yang masih sama seperti dulu, saat dia masih bersama Kinan.

Varen teringat lagi akan ucapan Bayu soal Aerin, Varen bimbang apakah dia harus membawa Aerin serta untuk pindah bersamanya?

“Tapi mama, apa mama akan setuju?” Lagi-lagi Varen ragu akan keinginannya.

Namun, malam ini dia akan mencoba untuk bicara dengan mama dan papanya.

Varen turun ke bawah untuk makan malam bersama keluarganya yang sangat jarang dia lakukan, tentu saja karna Varen ingin menghindari Aerin putrinya. Sebenarnya untuk apa dia melakukan itu, kesalahan apa yang sebenarnya Aerin lakukan?

“Pa!” Dengan tubuh bergetar karna takut, Aerin mencoba menyapa papanya.

“Hhhmm?” Hanya itu, ya hanya itu yang mampu Varen ucapkan.

“Minggu depan di sekolah Aerin ada perlombaan piano, maukah Papa datang? Papa boleh bilang kalau ini akan menjadi permintaan pertama dan terakhir untuk Aerin.”

Ada rasa perih yang menghinggapi hati Varen, gemuruh hebat dalam dadanya seakan berkecamuk meluapkan segala emosi yang selama ini Varen pendam sendiri.

Meja makan terasa hening, hanya sendok dan garpu yang seakan saling sahut menyahut memecah kesunyian malam itu.

“Papa akan usahakan datang!”

Bagai mentari di tengah badai salju, itulah yang tengah keluarga Dhananjaya rasakan sekarang kala mendengar ucapan Varen. Padahal belum tentu Varen akan datang.

Setelah makan malam berakhir dan Aerin dibawa naik ke atas oleh Bi Minah pembantu yang mengasuh Aerin dari baru lahir. Varen lantas mengutarakan niatnya.

“Ma, lusa aku mau pindah ke apartemen. Aku mau bawa Aerin juga!”

Ellina tentu kaget dengan ucapan sang anak, bukan karna kaget jika Varen akan pindah melainkan dia akan membawa serta Aerin. Ada rasa bahagia sekaligus tidak rela dalam diri Ellina.

“Apa rumah ini tidak cukup besar untuk kamu tempati, Nak?” Rama mencoba mengutarakan pendapatnya.

“Bukan begitu, Pa. Aku hanya ingin mandiri bersama putriku. Aku janji akan lebih sering membawa Aerin pulang ke sini. Toh juga jarak sekolah Aerin lebih dekat dengan rumah Papa dan Mama, jadi kapanpun Mama dan Papa merindukan Aerin, kalian bisa jemput Aerin di sekolah.”

“Tapi … kamu janji kan akan jaga cucu mama, Ren?” Ellina seolah tidak yakin akan niat baik putranya.

“Please, Ma! Aerin putriku, apa yang bisa aku lakukan terhadap Aerin?”

“Baiklah, jika itu yang kamu inginkan papa dan mama gak akan melarang kamu, besok pagi kamu yang bicara sendiri dengan Aerin. Sudah malam, kembalilah istirahat!” pinta sang ayah.

Keesokan harinya, Varen merasa harus berbicara langsung dengan anaknya, tapi dia masih ragu lantaran selama 4 tahun terakhir dia tidak pernah berkomunikasi intens dengan Aerin.

Dia takut jika Aerin tidak menerima kehadirannya, atau apakah sebenarnya selama ini dia yang berusaha menolak kehadiran Aerin? Dia bahkan tidak tahu apakah selama ini Aerin membutuhkannya atau tidak.

Dengan langkah ragu dan berat, Varen membuka pintu kamar Aerin, kamar dengan cat dinding pink dan ada banyak koleksi boneka Barbie di dalamnya. Untuk pertama kalinya setelah sekian tahun Varen menginjakkan kaki di kamar ini.

Varen duduk di ranjang tidur Aerin sembari menyingkap selimut yang menutupi setengah badan putrinya. Wajah itu, wajah yang kini dipandangnya kembali mengingatkannya pada sosok Kinan, wanita yang meninggalkannya.

“Papa, Papa, Aerin rindu Papa! Mereka bilang aku gak punya papa, mereka selalu mengejek ku karna mama dan papa gak pernah jemput aku ke sekolah.”

“Mereka bohong, mereka jahat, aku punya papa yang hebat!” Aerin menangis di dalam mimpinya, tanpa dia sadari air matanya pun turut mengalir membasahi bantal tidurnya.

Lagi-lagi ada rasa berkecamuk dalam diri Varen, rasa sakit yang Aerin rasakan turut membuat hatinya berdenyut perih. Varen lantas mengulurkan tangan dan membawa Aerin ke dalam pelukannya.

Aerin merasakan ada kehangatan yang membawanya keluar dari mimpi buruk itu. Pelan-pelan Aerin membuka mata dan tidak percaya akan apa yang dilihatnya hari ini.

“Papa?” panggil Aerin.

“Iya, Sayang. Maaf …” Lagi-lagi Varen tidak bisa melanjutkan kata-katanya, rasa sakit itu kini semakin menggrogoti hatinya.

“Papa kenapa minta maaf sama Aerin? Papa tadi rusakin boneka Aerin, ya?” Aerin tetaplah anak kecil yang hanya ada mainan di pikirannya.

“Aerin pergilah mandi dulu, papa tunggu Aerin untuk sarapan di bawah dan ada yang mau papa bicarakan sama Aerin juga.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tante, Menikahlah Dengan Papa Galakku!   24. SALING MENDAMBA

    Setelah beberapa saat Alexa baru tersadar kembali, ada buliran bening di pelupuk matanya. Ini pertama kalinya dia diperlakukan tidak baik oleh seorang pria. Bahkan hampir setiap hari dia menginap di apartemen Kenzo, namun Kenzo selalu tahu batasan dan bisa menghormatinya.Kakaknya yang autis saja masih bisa menghormatinya. Alexa menyesal malam ini dia harus berada di tempat terkutuk ini, jika bukan karena Aerin, ya karena Aerin mungkin dia sudah pergi malam ini.Alexa sudah sangat marah dan kesal, marah karena Varen ternyata adalah laki-laki yang brengsek dan tidak tahu diri. Kesal karena dia juga merasa terangsang tadi.Memalukan benar-benar sudah mau gila. Alexa menggigit bibirnya, Varen memang sudah pergi dan memilih tidur di sofa namun aroma maskulinnya masih menempel di tubuh Alexa.Mereka sama-sama tidak bisa tidur malam ini, malam yang panjang bagi mereka yang sebenarnya saling mendamba satu sama lain.Varen yang tanpa dasar begitu mendamba Alexa, dan Alexa yang berusaha menola

  • Tante, Menikahlah Dengan Papa Galakku!   23. SERANGAN MENDADAK

    Lalu Alexa merangkul Aerin sembari menetralkan perasaannya, Aerin meringkuk di dalam pelukan hangat Alexa. Tangan lembut Alexa mengusap kepala Aerin perlahan-lahan, anak itu langsung mengedip-ngedipkan matanya menampakkan ekspresi mengantuk.Varen tiba-tiba membalikkan tubuhnya, lalu menopang kepalanya dengan satu tangan. Untung saja ini kamar VVIP, jadi ranjangnya cukup besar untuk menampung tubuh mereka bertiga.Alexa terkejut ketika wajah tampan dan sempurna itu menatapnya, dirinya langsung mengangkat kepala dan melirik ke arah Varen.Hanya saja, saat ini Aerin sudah hampir terlelap. Jadi dirinya tidak bisa berkata apa-apa, hanya bisa membiarkan pandangan mata tidak sopan milik Varen menatap wajahnya.Perasaan panas perlahan-lahan muncul dibalik mata Varen, melihat sisi lembut wanita itu dalam menghadapi anak kecil dan sepasang mata yang berkedip karena gugup membuat Varen merasa sangat tertarik.Membuat wanita dihadapannya menjadi gugup dan salah tingkah seperti itu, membawa kepua

  • Tante, Menikahlah Dengan Papa Galakku!   22. TIDUR BERTIGA

    Varen lalu menerima delivery makanan, dan melihat nota pesanan. Nota pesanan diberi tanda paket makanan untuk anak-anak.Petugas delivery makanan melihat Varen menerima pesanannya, setelah itu mengucapkan, “Selamat menikmati,” dan dia langsung pergi. Dia harus buru-buru mengantar pesanan selanjutnya.Varen tidak langsung menutup pintu, melainkan melihat ke arah pintu seberang yang tertutup. Selain wanita di seberang yang bernama Alexa, siapa lagi yang bisa memesankan makanan untuknya dan Aerin saat ini. Seorang wanita yang teliti dan berhati lembut. Varen menyeringai, senyuman terlihat diwajahnya.Dia dan Aerin sebenarnya sudah makan malam, dia berpikir mau di kemanakan makanan itu. Di depan matanya tiba-tiba muncul wajah seorang wanita yang sedang tersenyum. Varen menjadi tidak tega membuang makanan itu, dia mengulurkan tangannya membalikkan badan lalu memasukkan makanan itu ke dalam kulkas.Sebelum tidur, dia kembali melihat sekilas Aerin. Baru mau kembali ke kamarnya sendiri tiba-t

  • Tante, Menikahlah Dengan Papa Galakku!   21. VAREN VS KENZO

    Varen bersandar pada kursi, nada bicaranya sangat datar, “Nanti papa bisa ambil sendiri, kamu habiskan saja makananmu!”Aerin berkata dengan polos, “Tapi kelihatannya Papa sedang marah.” Dia berbicara sambil menyuapkan 1 potong ayam goreng ke mulutnya. Aerin kesulitan menggunakan sendok, kemudian memegang menggunakan tangan. Mulutnya penuh dengan minyak, Varen melirik ke arahnya.“Ayam ini enak sekali, Pa!” ucap Aerin dengan perasaan tidak rela jika ayamnya akan dibagi. Varen tidak berbicara, hanya memalingkan kepala.Aerin melihat papanya tidak mau makan lalu berkata, “Minta tante Alexa mengambilkan satu untuk papa!”Alexa melihat interaksi antara ayah dan anak, tidak terasa sudut bibirnya terangkat. Meskipun Varen tidak cukup teliti namun kelihatannya dia bersungguh-sungguh dalam merawat putrinya.Aerin menghabiskan ayam goreng yang ada di tangannya, menghisap sisa-sisa minyak di jari-jarinya dan melihat ke arah Alexa, “Tante beri papa daging ayamnya!”Suasana tiba-tiba menjadi cang

  • Tante, Menikahlah Dengan Papa Galakku!   20. PERANG DINGIN

    Tidak tahu apakah Varen berpikir hal yang sama dengannya, Varen seperti tidak mengerti melihat sekilas ke arah Alexa.Alexa segera membalikkan badan, “Itu sepertinya temanku sudah kembali, aku pergi dulu menemuinya.” Selesai dia berbicara, dia bergegas berjalan keluar. Yang dia tidak tahu adalah saat dia bicara, pandangan Varen terus menatap ke arahnya.Alexa keluar dari rumah Varen, dia bersandar pada dinding mengangkat kepala dan menarik nafas dalam-dalam. Kenapa di depan Varen dia selalu merasa gugup? Bukankah hanya minum dari gelas yang sama?Kenapa seperti hatinya mau melompat keluar. Dulu dengan mantan kekasihnya juga tidak pernah seperti ini. Terlebih lagi sifat Varen yang sangat dingin seperti itu, seorang duda yang memiliki satu anak perempuan. Dengan Kenzo saja masih lebih baik Kenzo, gumamnya dalam hati.Lewat beberapa saat, Alexa mengatur kembali nafasnya. Akhirnya dia melihat Kenzo kelur dari dalam lift.“Gue pikir lo

  • Tante, Menikahlah Dengan Papa Galakku!   19. SATU GELAS BERDUA

    Kini pandangannya jatuh pada Aerin dan memanggilnya dengan nada peringatan, “Aerin!”Aerin melirik Varen dengan hati-hati, dia meluncur turun dari gendongan Alexa dengan terpaksa berjalan ke arah Varen. Dia berlari ke arah papanya dan meraih tangannya dengan penasaran. Tangan Varen sangat besar, Aerin hanya bisa memegang satu jarinya saja, dia tahu kalau papanya sedang marah.Meskipun dia tidak tahu mengapa papanya marah, tapi sebaiknya dia mendengarkan dengan patuh saja. Papa tidak pernah memukulnya. Tapi ketika marah sangat menakutkan.Alexa melihat reaksi Aerin, hatinya merasa tidak tega dan dia merasa Varen terlalu galak terhadap putrinya. Anak itu masih kecil dan tidak bisa seperti ini terus, seharusnya diarahkan dengan baik. Tapi dia tidak akrab dengan Varen, jadi dia hanya bisa diam saja.Varen memandang Alexa dengan tatapan dingin, dia menggandeng Aerin dan berbalik lalu membuka pintu. Setelah membuka pintu, Varen dan Aerin masuk, Bayu mengikuti dari belakang dan dia menganggu

  • Tante, Menikahlah Dengan Papa Galakku!   18. APAKAH VAREN CEMBURU?

    “Hallo?” Bayu menyapa Alexa dengan penuh penasaran.Alexa mengangkat kepala melihatnya, “Hallo, ada apa?”Bayu menatap wajah Alexa selama beberapa detik dan segera menarik pandangannya.“Begini, apakah ada rumah yang mau disewakan di area sini?”“Saya kurang tahu, karena saya juga bertamu di sini. Kebetulan ini apartemen teman saya. Kalau tidak salah di ujung jalan sana ada no telepon pengelola kawasan ini, coba saja dilihat.Bayu menjawab dengan tulus, “Terima kasih.”“Sama-sama.” Setelah Alexa selesai bicara, dia berbalik dan pergi.Bayu masih berdiri di tempat, dia melihat bayangan Alexa menghilang sebelum menarik pandangannya kembali.Pada sore hari, Bayu menyerahkan informasi yang dia dapatkan kehadapan Varen. Varen membawa Aerin ke perusahaan hari ini. Ketika Bayu masuk, dia melihat Varen dan Aerin sedang sibuk dengan dirinya masing-masing.Varen duduk di kursi CEO dan di depannya ada tumpukan dokumen yang tebal. Sedangkan Aerin duduk di sofa, dia memegang pensil di tangannya da

  • Tante, Menikahlah Dengan Papa Galakku!   17. BAYANGAN TENTANG MAMA

    “Ekhm!!” Varen lantas berdehem untuk memecah kecanggungan, karena dia merasa dari tadi diperhatikan. Ilfeel, tentu sangat ilfeel, meski ini bukan pertama kalinya ada wanita yang memandangnya dengan tatapan liar.“Terima kasih, Ms.Angel,” ucap Varen dengan nada yang masih sangat sopan.“Semua prosedur pendaftaran putri saya sudah saya selesaikan di kantor dan ini dokumennya, jika ada yang kurang Anda bisa segera menghubungi saya.”“Baik, Tuan Varen, terima kasih karena sudah mempercayakan sekolah kami untuk mendidik putri Anda.”“Of course, Ms.Angel. Semoga sekolah ini cocok untuk putri saya, kalau begitu saya permisi dulu,” titah Varen, karena dia ingin segera mengakhiri perbincangan yang melelahkan ini.“Senang bertemu dengan Anda, Tuan Varen. Semoga di lain kesempatan kita bisa bertemu kembali walau hanya sekedar makan siang.” Sembari mengedipkan mata dan menjabat tangan Vare

  • Tante, Menikahlah Dengan Papa Galakku!   16. IDE MENIKAH LAGI

    Merasa dirinya dihakimi, Varen lantas diam. Saat ini dia belum berani mengutarakan niatnya karena dia saja belum tahu Alexa tinggal di mana. Ya, lebih tepatnya belum mendapatkan informasi dari Bayu.Merasa suasana sudah semakin canggung, Ellina berusaha mencairkan dengan bertanya, “Ren, kamu gak pernah berpikir buat nyari pendamping hidup, Sayang? Kamu sudah semakin berumur, sudah saatnya kamu mencoba menata masa depan kembali dan melupakan bayang-bayang itu.”“Mama hanya ingin melihat kamu dan Aerin punya keluarga yang lengkap. Mama juga sudah semakin tua, sudah tidak lama lagi mama bisa menjaga kamu dan Aerin. Ini bukan hanya untuk kamu, juga untuk Aerin. Dia butuh kasih sayang seorang ibu.”“Ma, aku belum berpikir ke arah situ. Lagian Varen bahagia dengan kehidupan saat ini, Aerin juga tidak pernah menanyakan apa-apa. Sudahlah, Mama gak usah berpikir terlalu jauh.”“Memangnya sejauh mana kamu tau perasaan Aerin, Ren. Dia masih kecil belum paham akan keinginannya, tapi mama yakin ja

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status