Alexa menggelengkan kepala, “Tidak perlu, tidak ada orang yang tidak akan peduli ketika kita bertemu situasi seperti ini, kamu harus jaga anakmu baik-baik kelak.” Setelah Alexa selesai berkata, dia melirik ke arah Aerin.
Aerin memeluk leher Varen, dia memiringkan kepalanya dan memanggilnya dengan manis, “Kakak cantik!”
“Hhhmm, panggil tante Alexa aja ya, Sayang!” Alexa menjawabnya, tanpa sadar suaranya menjadi lembut, “Aerin jangan pergi sembarangan lain kali ya?”
“Tante Alexa, jangan lupa nama papaku Varen, papa orang yang sangat kaya dan hebat!”
Alexa hanya tersenyum menanggapi perkataan Aerin. Dia hanya bisa mengganti topik pembicaraan dan bertanya, “Tuan Varen, sebelumnya di dalam telepon, kenapa kamu tahu bahwa Aerin akan mencari seorang kakak untuk membantunya?”
Varen menyipitkan matanya, dia menatap wajah Alexa dan nada bicaranya datar, “Perempuan yang lebih tinggi darinya akan dipanggil kakak olehnya.” Sebenarnya Aerin hanya melihat perempuan yang dia rasa cantik, dia tidak peduli berapa umur orang itu dan dia akan memanggilnya ‘kakak cantik’.
Ternyata seperti itu, Alexa menganggukkan kepala. Ponsel di tasnya bergetar, Alexa melihat dan menemukan bahwa itu adalah telepon dari Ibunya.
Dia tidak mengangkat panggilan itu, dia buru-buru mengangkat kepalanya berkata kepada Varen, “Aku benar-benar tidak ingin hadiah, kamu harus jaga anakmu baik-baik kedepannya, dia masih sangat kecil, aku pergi dulu.” Setelah selesai bicara dia melihat ke arah Aerin dan pergi.
FLASH BACK
Bella menjemput Aerin dengan perasaan penuh amarah, sebenarnya dia sangat malas berurusan dengan anak kecil itu jika perlu dia berharap bisa segera menyingkirkannya. Namun dia tidak bisa membantah perintah atasannya sekaligus calon pacarnya.
Terlintaslah niat busuk Bella, bibirnya meyunggingkan senyuman yang sangat licik. Setibanya di Galaxy Internasional school, Bella lantas membawa Aerin naik ke mobilnya.
“Aerin, hari ini tante mau ngajak kamu jalan-jalan, kamu mau, kan? Bagaimana kalau kita ke mall?” ucap Bella sembari merajuk dengan senyuman yang paling tulus.
“Tante apa kita bisa makan es cream juga?” tanya Aerin dengan semangatnya.
“Owh, tentu saja!” seru Bella sembari mengelus rambut indah Aerin.
Lalu sesampainya di mall, Bella meninggalkan Aerin dengan alasan akan pergi ke toilet dan menyuruh Aerin duduk di kursi tunggu. Tentu saja anak sekecil Aerin sangat mudah tertipu daya hanya dengan alasan sepele.
Sekian lama Aerin menunggu namun sang sekretaris papanya pun tak kunjung datang.
Jennifer Alexandra Lavina, desainer muda, cantik dan berbakat. Rambut panjang kecoklatan dengan bulu mata lentik. Hari ini adalah hari sial baginya karena klien tiba-tiba membatalkan kerja sama dengannya, dan itu artinya dia tidak bisa mendapatkan uang untuk pengobatan kakaknya.
Alexa mencoba menetralkan emosinya dengan berjalan-jalan di mall, tiba-tiba dia melihat seorang anak kecil sedang memegang boneka kain, berdiri dan memandangnya dari sudut yang tidak jauh dari sana.
Anak gadis kecil itu mengenakan gaun mewah berwarna biru pastel, matanya bulat dan hitam. Rambut hitam panjang dan dahinya tertutup poni yang lembut.
Dia menatap Alexa penuh rasa ingin tahu dan terlihat sangat imut. Alexa melihat tinggi badannya dan menebak anak itu mungkin berusia 4 atau 5 tahun.
Alexa melihat sekelilingnya dan tidak menemukan siapapun, dia menghampirinya, berjongkok di depannya. “Gadis kecil di mana papa dan mamamu?”
Aerin memiringkan kepalanya untuk memandang Alexa selama beberapa detik, kemudian dia tiba-tiba menyipitkan mata dan tersenyum, “Kakak cantik?!”
Alexa tidak bisa menahan tawa, dia mengulurkan tangan dan menyentuh rambutnya dengan lembut dan bertanya, “Namamu siapa gadis kecil?”
“Aerin.” Gadis itu menangis dan langsung jatuh ke pelukannya dan berkata, “Cari papa!”
Alexa merasa sedikit bingung ketika dipeluk secara tiba-tiba. Gadis kecil itu memeluk lehernya dan melihatnya penuh harapan. Apakah anak zaman sekarang begitu mudah akrab dengan orang lain?
Biasanya wanita tidak bisa menolak hal-hal yang imut, apalagi anak kecil seimut ini. Dilihat dari penampilannya dia juga seperti orang kaya.
Alexa menggendongnya dan bertanya, “Apakah kamu datang bersama ayahmu?”
Aerin langsung menggelengkan kepalanya.
Alexa sedikit kesulitan, di mana dia harus membawa Aerin untuk bertemu kedua orang tuanya? Seharusnya pergi ke rumahnya, tetapi dia tidak tahu di mana rumahnya.
Pada saat ini kebetulan dia melewati stand es cream, mata Aerin melihat es cream itu dan langsung berkata, “Es Cream!”
Alexa bisa melihat bahwa dia ingin makan es cream dan segera membawa Aerin masuk.
Dia sekarang tidak tahu bagaimana membawa Aerin bertemu orang tuanya atau anggota keluarganya yang lain, lebih baik dia membawa Aerin menikmati es cream dulu.
Alexa memesan 2 es cream rasa coklat dan strawberry, Aerin menikmati es creamnya dengan mulut yang belepotan. Melihatnya begitu imut, wajah Alexa tanpa sadar tersenyum dan mengambil tissue untuk mengelap mulut Aerin.
Setelah Alexa melihat Aerin menghabiskan es creamnya, Alexa bertanya kepadanya, “Di mana kita akan mencari ayah?” Alexa sebenarnya hanya bertanya saja dan tidak berpikir Aerin akan mengetahuinya.
Pada detik berikutnya, Aerin memberikan boneka kain yang selalu digendongnya kepada Alexa. “Telepon saja!”
Alexa melihat boneka yang diserahkan kepadanya, itu adalah boneka Barbie kain berwarna hijau pastel dan sangat imut. Dia mengambilnya dan bertanya kepada Aerin, “Apakah menggunakan ini?”
“Iya!” Aerin segera menganggukkan kepalanya dan melihatnya penuh pengharapan.
Alexa melihat boneka Barbie itu dan tampak kesulitan. Dia berpikir mungkin ayahnya biasanya menggunakan boneka kecil ini untuk menggodanya.
Ketika dia memikirkan ini dan tanpa sadar dia meremas boneka kecil itu dan menemukan ada sesuatu yang keras di dalamnya. Alexa meremasnya lagi, setelah yakin bahwa ada sesuatu di dalam boneka, dia membuka resleting yang ada di belakang boneka itu dan mengambil sebuah balok kayu dari dalam. Di atas balok kayu itu tertulis sebuah nama dan nomor telepon.
“Varen?” Alexa melihat nama dan membacanya.
Ketika Aerin mendengar suaranya, dia memiringkan kepalanya dan berkata, “Iya itu papaku.”
Alexa memegang balok kecil itu dan bertanya kepada Aerin, “Ini, apakah papamu yang memasukkannya ke dalam?”
“Iya nomor telepon papa!” Aerin mengangguk dengan bahagia.
Dari dalam ini bisa dilihat jika orang tuanya sangat menyayangi Aerin. Alexa melihat keluar mall, ini sudah begitu lama tapi tidak ada orang yang mencari Aerin. Alexa hanya bisa menelepon papanya Aerin.
FLASH BACK OFF
Keeosakan paginya tiba di kantor, Varen langsung memanggil sekreatrisnya Bella untuk datang keruangan. Varen bukan orang bodoh, tentu dia sudah tahu siapa dalang dibalik kejadian kemarin.
Itu kakak! Benar itu adalah kakak!Alexa takut kakaknya akan berbuat yang aneh-aneh, dia langsung memperbesar suaranya dan berteriak, “Kakak, aku di sini!”Alexa berlari menghampirinya. Dia sudah berkali-kali jatuh karena jalan yang sangat licin oleh air hujan, tapi dia tidak peduli sesakit apapun dan jatuh lalu bangkit lagi.“Sudah dekat, sudah dekat!!” Dengan nafas terengah-engah Alexa terus berlari dan akhirnya dia bisa melihat bayangan Alexi dengan jelas.Alexi yang berdiri di tepi sungai membalikkan badan dan melihat Alexa yang sempoyongan. Wajahnya yang tampan itu langsung bersorak, “Alexa?”Alexa menghampirinya sambil menangis, dia langsung memeluk badan Alexi dengan erat. Kesedihannya semua keluar dan dia menangis tanpa suara. Alexi juga memeluk Alexa, setelah beberapa saat dia baru berkata, “Alexa, kamu sudah kembali?”Alexa memeluk pinggang Alexi, dia menggelengkan kepalanya tanpa bersuara. “Kak ... kamu!”Alexa sudah menangis hebat. Alexi berkata dengan senang, “Alexa, kamu
Dia mengangkat telpon sambil membaringkan Aerin di atas ranjang.Seseorang diseberang sana kembali bersuara, “Kakak bodoh kamu itu tiba-tiba lari, aku juga tidak tahu lari kemana.” Suara Aurel terdengar sangat datar, tanpa ada rasa sedih sedikitpun padahal itu juga adalah kakaknya.Alexa merasa suhu tubuhnya mendadak menjadi dingin. Hujan sebesar ini, kakak bisa-bisanya hilang. Apa yang sebenarnya mereka lakukan terhadap kakaknya? Dari dulu kakaknya tidak akan keluar dari rumah tanpa sebab.Dia mengidap autis, bagaimana kalau kakaknya bertemu orang jahat. Alexa tidak berani memikirkan kemungkinan terburuk yang terjadi terhadap kakaknya.“Aku harus pergi, Ren!”“Kamu mau kemana? Hari masih gelap, bertemu orang juga tidak mungkin di jam-jam begini”Namun Alexa tidak mendengarkan ucapan Varen, bahkan dia juga tidak berniat untuk menjelaskan. Saat ini yang ada di otaknya adalah kakak dan kakak.Alexa langsung keluar dari apartemen Varen, dia berlari di tengah hujan seperti orang gila. Unt
Alexa masih berjongkok sambil menutup matanya dengan kedua telapak tangan, hatinya bergetar hebat dan dia tidak merespon ucapan Varen.Varen merasa ada banyak luka yang wanita ini sembunyikan, bahkan luka 4 tahun terakhir tidak sebanding dengan tekanan psikis yang Alexa alami. Varen masih jauh lebih beruntung karena ada keluarga dan sahabat yang mensuportnya. Sedangkan Alexa, dia harus berjuang sendiri dari kecil.Varen mengulurkan tangan dan memapahnya untuk berdiri, mata Alexa sembab karena menangis. Menambah kesan iba dari diri Varen terhadap wanita dihadapannya.“Kita pergi dari sini?” tanya Varen.“Tolong antarkan aku pulang!”“Kamu mau pulang kemana? Sebaiknya kamu ikut ke apartemenku, apalagi jika kamu sudah memiliki jawaban atas tawaranku kemarin. Besok kita bisa langsung mencari apartemen yang cocok buatmu dan segera menjemput kakakmu.”Alexa terdiam beberapa saat, sebenarnya ada keraguan yang mengganjal dihatinya namun dia tidak bisa membohongi hatinya kalau dia sangat menya
“Ada urusan.” Nada suara Varen yang rendah dan jernih terdengar sedikit berat. Alexa mengedipkan matanya dan merasa kantuknya menghilang.Aku ingin meminta jawaban yang kemarin.” Nada suaranya masih terlihat dingin seperti biasanya.Alexa menggeserkan selimutnya dan bangun dari tempat tidurnya dengan satu tangan memegang handphone. Pria ini menelepon larut malam begini hanya untuk menanyakan jawaban atas tawarannya kemarin, sungguh pria yang pemaksa.“Aku ingin bertemu denganmu.” Varen berkata lagi.Alexa, “……….”Mengajak bertemu pada larut malam, permintaan ini agak kelewatan.“Bagaimana kalau aku tidak mau dan kita tidak perlu bertemu?”Varen mengangkat kepalanya dan menatap ke lampu jalan yang bercahaya, ekspresi dingin di wajahnya semakin terlihat karena disorot oleh lampu jalan yang terang.“Tunggu aku di luar, aku akan menjemputmu!” Selesai berkata dengan nada memerintah dan memaksa, Varen langsung menutup teleponnya tanpa aba-aba.“Apakah dia tidak perlu menanyakan di mana diri
Varen hanya mengedip-ngedipkan matanya seolah-olah sudah paham arah pembicaraan mereka kemana. Tidak berapa lama bagaikan sudah disetting seperti sinetron yang biasa Bi Minah tonton di apartemennya, Vita pun datang mendekat.Satu hal yang pertama kali Vita lihat adalah wajah Varen yang tampan, dia sampai tidak bisa mengedipkan matanya lantaran kagum akan semua yang melekat pada diri Varen.Nanea lantas menyadarkan Vita dari lamunannya, “Vit, kenalin ini Varen. Kamu masih ingat Varen kan teman masa kecilmu? Varen udah banyak berubah lo sekarang, udah sukses pula. Nanti kamu harus banyak belajar dari Varen cara mengurus perusahaan, jadi mulai sekarang kamu harus lebih sering berinteraksi dengan Varen,” ucap mamanya yang berhasil membuat Vita tersipu malu.Tapi tidak bagi Varen, dia justru muak dengan acara seperti ini. Sekarang dia sudah tahu sasaran perjodohannya kali ini adalah Vita, tetangganya semasa kecil.“Kalian ngobrol dulu deh berdua, mama sama Tante Nanea mau ketemu teman-tema
“Oke.” jawab Aerin sembari mengacungkan ibu jarinya tanda setuju.Varen dan Alexa pun bangkit dan berjalan beriringan keluar dari kamar, mereka menuruni tangga menuju ruang tamu. Alexa merasa canggung dengan kegilaannya semalam, entah kenapa dirinya hilang kendali karena mabuk.Demi mengubah kecanggungan, dia lalu menawarkan teh untuk Varen.“Kamu mau aku buatkan chamomile tea? Lumayan untuk menghilangkan mabuk dan menenangkan pikiran,” ucap Alexa“Boleh.” Varen inginnya to the point saja, namun dia bingung harus memulai darimana percakapan ini.Alexa pun kembali ke sofa dengan dua chamomile tea, satu untuk dirinya dan satu untuk Varen.“Maaf!” Mereka serentak mengucapkan kata maaf, seperti sedang paduan suara saja.Varen menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan tersenyum canggung, begitu juga dengan Alexa yang tidak kalah canggungnya. Dalam hatinya sangat-sangat malu, sudah menumpang malah bikin masalah pula.“Ladies first” ucap VarenAkhirnya Alexa mulai berbicara dan pertama-tama